Derita

1K 58 0
                                    

"Apa? Shok terapi?! Tapi gue nggak ada masalah sama jantung gue" kilah Fathir pada psikiater di depannya. Bahasanya memang tidak formal karna psikeater itu adalah Rafat, temannya sendiri.

"Loe emang nggak ada penyakit jantung. Tapi setiap kali loe kaget dan jantung lho deg degan nggak normal. Loe selalu mimisan. Apa salahnya mencoba?"

"Sebenarnya lebih tepat saat gue jatuh cinta" ucap Fathir lemas.

"Apa? Dasar loe kelainan! Kayaknya gue tahu shok terapi yang cocok buat loe" Rafan berkata sambil mimik muka sok mikir

"Apa?" Fathir mendongak penasaran.

"Loe harus ketemu gadis yang loe suka tiap hari!"

"Loe gila! Gue bukan cowok labil. Gue sekarang notabennya udah lelaki, dan loe suruh gue apel ABG tiap hari?" Fathir hampir tidak percaya. "Ide gila apa lagi ini?" Batinnya.

"Ya udah nikahin aja. Sah jadi istri loe. Sekalian terapi buat penyembuhan loe!"

Fathir mengerjap kan mata beberapa kali. Otaknya blank. Bahkan dia tidak bisa berpikir jernih. "Nikah? Gue nikahin dia?" Brrrakk!! Fathir menggebrak meja kerja Rafat. "Ide loe...ide loe.." Fathir berkata dengan ekspresi yang nggak banget, sambil menunjuk nunjuk muka Rafat."...ide loe briliant, Raf" Rafat cengo. "Ini orang nggak bisa d tebak banget sih!" Gerutu Rafat dalam hati.

"Oke gue bakalan nikahin dia. Kok bisa pas gini ya. Gue juga baru inget kemaren waktu gue ketemu ABG itu, kok gue nanya alamat ya? Ah Allah memang Maha Pembolak balik hati manusia" ucapnya sambil menerawang nggak jelas.

"Dasar penyakitan!" Ejek Rafat.
"Bodo amat. Gue lagi baik karena saran loe brilian. So gue milih damai sama loe hari ini. Hehe" kekehnya sambil mesam mesem nggak jelas."Derita pembawa berkah" batin Fathir

--------
"Mau kemana?" Suara lelaki itu mengagetkan Misscha. Seketika tawanya berhenti- tawa akibat menjahili Iha, mematikan lampu kamar mandi dan langsung kabur mengambil sepeda-
"Aku seneng kamu masih bisa tertawa, dan aku harap tawamu suatu saat karena aku" Misscha cengo. Speechless. Dia langsung pergi mengayuh sepedanya.

"Kok bisa? Kok bisa? KOK BISA??! Tahu dari mana dia kos kosan gue? Nyebeliiin. gue harap suatu saat tawa itu kare gue. Hhheeeh? Ngimpi kali ya dia" gerutunya di pojok perpustakaan kota. Tentu saja dengan suara tertahan kalo nggak, bisa di gerebek penjaga. Dia yang di maksud adalah Arshan.
"Hhheeeesh. Kalau kayak gini gue ngerasa ngak aman. Risih. Hadeeeh nggangu banget sih tuh orang!" Lanjutnya masih dengan nada kesal.
"Abuyaaa, anak perempuanmu ini menderita. Hueee" Dddrrrrtrrrtttt hanphonenya bergetar

Abuya is calling

'Panjang umur, muaach deh Abuya hehe'

"Assalamualaikum Abuya"
"....."
"Ada apa? Kangen sama Cha?"
"...."
"Besok juga bisa, Buya. Kan sabtu"
"..."
"Ya, Abuya. Wassalamualaikum"

-------
Sementara itu Fathir sudah berada di dalam rumah yang tidak besar tidak juga kecil. Ya rata rata lah. Di depannya sekarang sudah ada seorang laki laki yang sedang menelpon.

"....."
"Waalaikum salam wr wb"
"....."
"Kamu ada rencana pulang kapan Cha?"
"...."
"Oke Abuya tunggu kamu besok di rumah"
"....."

"Baiklah nak Fathir. Saya serahkan semuanya kepada Misscha. Untuk hari ini saya sarankan menginap di sini saja. Kamubissa memakai kamar Misscha karena kamar tamu belum di bersihkan, sampai besok saat Misscha pulang"

'Sumpeh demi apa gue tidur di kamar ABG ini?' Soraknya dalam hati. "Eh baiklah, Pak. Terima kasih atas semuanya"

"Sama sama, Nak. Niat kamu baik" kata ayah Misscha sambil menepuk bahu Fathir. Lalu pamit ke kamar.

"Ini di minum dulu, setelah itu nak Fathir bisa istirahat di kamar itu" kata ummi memberikan minuman lalu menunjuk kamar di deket taman rumah. Alias taman Misscha.
"Makasih banyak, bu" Fathir tersenyum lalu meminum suguhannya.

"Jadi kayak gini kamar ABG? Woooaaah rame juga. Foto di tempel di mana mana. Wall stiker. Belum lagi ini.." mata Fathir memenyipit, tertuju pada ranting ranting kering di fas bunga dengan gantungan kertas di mana mana."... oh ceritanya pohon harapan" sambil manggut manggut. Belum selesai acara gumamannya. Dia di kagetkan dengan seseorang yang keluar dari almari. Pintu penghubung kamar Misscha dengan Aan.

"Eeh! Siapa kamu?" Tanya Fathir. "Mochammad Farchan?!" Lanjutnya.
"Lho, Fathir?" Kaget Aan.
"Kok loe ada di sini?" Ucap mereka barengan.
"Ya ini rumah Gue. Elo ngapain di kamar adik gue?"
"Adhik? Jadi ABG itu adek loe?" Fathir cengo.
"Iya" jawab Aan santai.
"Ya Allah dunia emng sempit" ucapnya menyebut nama Allah."oke kalo gitu biarin gue tidur dulu malem ini. Karena gue capek. Besok loe bkalan tau juga. Santai ayah sama ibu loe udah tau kok" Farchan cengo, dan cuma angguk angguk. 'Ini sebenernya ada apa sih?'

------
"Gue juga pengen, Ihaaa!" Rengek Misscha pada Iha gara gara ngelihat temen satu kost dapet hadiah dari pacarnya. Menyedihkan."tapi gue sadar.. gue mah apa atuh. .." lanjutnya lemas, sebagai pendengar yang baik Iha hanya menyimpan kalimatnya di dalam hati 'ya elo itu manusia lo kira apa?! Dasar'. "Pacar aja nggak punya. Aaaaakkkkkk kenapa akhir akhir ini jadi sensi gini sih?" Erangnya frustasi.
"Bawaan bayi kali Cha" jawab Iha santai. Dan masih asik dengan hapenya.
"Loe gila! Gue nikah aja belum, gimana mau nananina. Bayi bayi! Sini gue getok tu kepala biar sadar, kayaknya loe mulai amnesia" sewot Misscha lalu mendengus sebal.

'Salah lagi gue' batin Iha.
-----

Jeng jeng alhamdulillah selesai part ini. Maaf lama dan semoga berkah amin terima kasih yang sudah vote dan menambahakan di reading listnya. ^--^


SCENARIO WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang