☕ Happy Reading ☕
Nayara POV
"Lo kenapa, Ra?"
Pertanyaan dari Yerini menyambutku yang baru saja mendudukkan diri di kursi. Suasana di ruangan masih sepi, karena ini masih terlalu pagi untuk orang-orang yang berada di divisi keuangan di kantor ini. Beruntung Yerini sudah datang, jadi ada teman ngobrolnya deh. Sekalian curhat tentang statusku yang berubah jadi calon istri--belum resmi--dalam sekejap. Astaga, dua hari sudah berlalu tapi aku masih belum bisa percaya akan segera menikah.
"Kenapa, wey? Tega bener lo jadiin gue kacang," protes Yerini seraya menepuk-nepuk meja di dekatku.
"Sabar dong, Yer. Gue napas dulu sama nenangin diri," jelasku.
Yerini dengan sabar menunggu aku memulai cerita. Dia terus menatapku dengan dahi yang berkerut. Ada-ada saja sahabatku yang satu ini, tingkat rasa penasarannya selalu tinggi.
"Lo dianter Mas Virzha?" tanyaku basa-basi sebelum masuk ke topik utama.
"Ck, penting banget lo nanya gitu, Ra?" Aku tersenyum memperlihatkan gigiku yang rapi saat dia terlihat kesal. "Iya, gue dianter dia."
"Dia dia. Itu suami lo tahu."
"Gue masih tahap penyesuaian sama Mas Virzha, kita belum seakrab itu tahu," tukas Yerini sambil merapikan poninya yang sedikit berantakan.
Wajar sih, meski dulu sebelum pernikahan itu terjadi Yerini pernah bertemu beberapa kali dengan Mas Virzha, tapi mereka tidak sedekat itu. Hanya sebatas kenal dan tahu kalau Mas Virzha adalah pacar kakaknya.
"Udah mana buru lo cerita," tagihnya yang membuat aku berdeham demi menutupi kegugupan. Sumpah aku gugup, rencana aku dan Jeika belum tentu berjalan lancar, 'kan?
"Gue nikah bentar lagi," ungkapku ragu. Ekspresi yang Yerini tampilkan, tepat seperti dugaanku. Tuh 'kan, pasti tidak ada yang percaya. Terlalu mendadak untuk sebuah perubahan status penting.
Bagaimana tidak penting, ini penentu kehidupanku ke depannya, 'kan?
"Bercanda kali lo. Masih mimpi ya lo, Ra," kekehnya ringan. Aku memutar bola mata, andai benar hanya mimpi.
Aku mengambil ponsel dan menyerahkannya pada Yerini, "Nih liat."
Mata Yerini menyipit membaca tiap kalimat percakapan itu. Begitu dia sudah menangkap poinnya, matanya membulat dengan bibir terbuka. "Anjir, Ra. Lo gak ngibulin gue ini?!" histerisnya.
Langsung saja aku menggeleng, "Gue serius, Beb."
"Bentar, bentar," pinta Yerini. Dia menelisik foto profil Jeika. Dasar perempuan, melihat yang tampan pasti langsung terpesona.
"Gue kayak tahu deh ini siapa," gumamnya sambil berpikir. "Ra--"
"--Ini bukannya Jeikara? Jeikara Redian Aldrich?" tanyanya ragu.
Aku mengangguk dan menjawab, "Kok lo tahu?"
"Demi apa?!" pekiknya membuatku sedikit kaget. Baik, sepertinya dia mengenal Jeika, atau Jeika lah yang terkenal?
"Hm. Kenapa sih emangnya, Yer?"
Yerini merapatkan duduknya mendekatiku, tangannya sibuk mengotak-atik ponsel miliknya. "Baca, nih. Dia anak yang punya rumah sakit gede loh, Ra. Sepupunya Revano Pramudya Aksara ini. Gila! Lo nyari gebetan gak main-main ya. Diem-diem dapet berlian lo, untung bukan diem-diem buang angin," cerocos Yerini, wajah jahilnya ingin ku tabok saja.
"Gue baru kenal sumpah, dan gue gak tahu dia siapa," ujarku. Aku benar-benar tidak pernah mendengar apalagi melihat Jeika sebelum insiden kamar hotel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Travelling Decision
Chick-Lit[Follow-follow aku gais. Maaciw.] *** "Aku berubah pikiran." Aku menoleh bingung, berubah pikiran apa? Jeika duduk di sampingku tergesa, dia menatapku serius. "Aku pengen punya anak sekarang." WHAT?! "Ta-tapi kesepakatan kita gak gitu," tolakku cepa...