Shina Arion - Pagi Yang Berbeda

8 0 0
                                    

"Hmm... Uh... Ah..."

Diikuti dengan uapan kecil, aku membuka mataku secara perlahan. Saat kesadaranku mulai kembali secara perlahan, sedikit demi sedikit keadaan sekitar mulai terlihat.

Sepertinya keadaan di luar terlihat sedikit gelap, dengan siang masih belum menyebar. Secara perlahan rasa kantuk mulai menyerangku untuk segera tidur kembali.

Namun, dengan segera aku mulai bangkit dari tempat tidurku, lalu meregangkan kedua tanganku.

"Selamat pagi~"

Aku berkata begitu kepada diriku sendiri bersamaan dengan meregangkan kedua tanganku.

Kemudian, Aku segera menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai dari kamar mandi. Aku segera kembali ke kamarku, lalu berdiri di depan cermin dengan mengganti pakaian tidurku.

Ketika aku menatap cermin, aku melihat bahwa rambut panjangku masih terlihat berantakan.

Kemudian, aku mengambil sisir yang berada di dekatku, lalu mulai menyisir rambutku dengan lembut, dan mengaturnya menjadi terurai dengan sebuah hiasan bunga mawar biru di belakangnya.

"Sepertinya..., hiasan bunga ini terlihat tidak cocok lagi denganku."

Aku memegangi hiasan bunga mawar biru pada rambutku, lalu melepaskannya.

"Apakah aku harus menggantinya dengan hiasan bunga lainnya?"

Aku berdiri, lalu mulai mencari hiasan rambut di kotak yang terletak di bawah tempat tidurku. Kemudian, ketika aku mencarinya, aku melihat hiasan bunga yang terlihat cocok denganku.

"Sepertinya ini terlihat cocok, deh."

Aku mengambil hiasan bunga Levao merah dari kotak itu, lalu memakainya.

Kemudian, aku berdiri lalu berjalan menuju ke arah cermin untuk melihat diriku. lalu aku melakukan putaran ringan. Aku merasa sangat kagum pada hiasan rambutnya dan juga pada diriku sendiri.

"Hiasan ini, benar-benar begitu cantik dan sangat cocok denganku. Baik, sudah diputuskan! Mulai sekarang, aku akan menggunakannya terus untuk kedepannya."

Ketika aku masih tenggelam ke dalam kesenanganku sendiri terhadap hiasan bunga Levao, tiba-tiba ingatan tentang kejadian hari itu muncul ke dalam pikiranku, ditambah dengan mimpi yang terjadi semalam.

"Ugh... Aaaaaahhhhh..."

Saking malunya mengingat itu, aku menutupi wajahku yang memerah dengan kedua tanganku, lalu berlari menuju tempat tidur, dan berguling-guling.

"Tidak. Tidak. Tidak. Tidak mungkin! Ini pastinya ada yang salah! Tapi..."

Aku membenamkan wajahku di atas bantal dan menendang-nendang tempat tidurku dengan semangatnya.

"Uaaaaaaaaaaa....!"

Kejadian saat itu, adalah awal dari perubahan ini. Jika bukan karena kejadian itu, aku tidak akan bertingkah seperti ini.

Jika saja hari itu berbeda, maka aku tidak akan dapat menatap diriku di depan cermin dan bertingkah seperti ini.

Tapi..., mengingat kembali membuat wajahku panas dan kepalaku terasa berat.

Terlebih, wajah dan ekspresi Reo saat itu terlihat sangat keren dan begitu dingin. Namun, itu yang membuatnya begitu sangat membekas dalam pikiranku, bahkan semakin dan semakin kuat ingatan itu sekarang.

"Rasanya ingin mati, tapi aku tidak ingin mati. Mou, aaaaahhh..!"

Kembali lagi aku menggosok wajahku di atas bantal dengan semangatnya, lalu menendang tempat tidur dengan sedikit berlebihan dari sebelumnya.

"Bagaimana ini? Ekspresi apa yang harus aku perlihatkan jika bertemu dengannya? Dapatkah aku bersikap normal terhadapnya? Sepertinya..., itu akan sedikit sulit, deh."

Aku membuat ekspresi rumit diwajahku.

"Ha-fuah..."

Aku berbalik dan menghembuskan napas ringan dengan kedua tangan di atas dadaku, lalu memalingkan wajah ke sisi lain kamarku.

"Apakah ini yang dinamakan cinta? Jika memang benar, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus segera menyatakannya, atau aku hanya akan menyimpannya saja ya? Tapi, jika aku menyatakan perasaanku lalu ditolak, bukankah itu akan membuatku merasa sedih? Sedangkan, jika aku menyimpannya, bukankah itu akan membuat pikiran ku terbebani?"

Itu benar. Pikiranku akan terbebani kedepannya.

Oleh karenanya, aku tidak boleh membuat pikiranku terbebani lagi. Aku harus menyatakan perasaanku, mau tidak mau.

Tapi dalam hatiku sekarang, aku merasa takut. Takut akan cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan.

Tidak, bukan itu. Sebenarnya, aku takut kesempatan untuk mengatakan perasaanku tidak pernah ada. Dikarenakan terdapat beberapa gadis yang sepertinya begitu menyukai Reo.

Salah satunya gadis yang menyukai Reo adalah Lean Arlierd, adik perempuannya.

Dari apa yang aku dengar dan amati sendiri tentangnya, Lean adalah pengahalang terbesarku, sekaligus musuh yang harus aku waspadai selalu. Karena menurutku dia adalah tipe gadis yang dengan senang hati akan mencegah, mengusir, dan menghalangi siapa saja yang ingin mendekati kakaknya dengan segala cara. Bisa dikatakan, Lean adalah Brother-Compleks. Penyidap penyakit aneh. Menurutku begitu.

"Ini sangat gawat! Aku tidak tahu nama-nama gadis yang menyukai Reo selain Lean."

Selain nama Lean, aku tidak mengetahui setiap nama gadis yang menyukai Reo.

Ah, aku sungguh sangat kekurangan informasi dan persiapan.

Ya, ini masih bisa ditolerir. Dikarenakan perasaanku untuk Reo baru muncul hari ini. Oleh karena itu, aku sangat terlambat dan begitu jauh dibelakang mereka semua.

Tidak. Menurutku, sekarang ini aku masih belum terlambat. Baik mereka dan aku, tidak ada satupun yang terlihat membuat garis start.

Namun, kesampingkan dulu perasaanku, dan mari kita alihkan topiknya ke Lean.

Dia, Lean. Seharusnya memiliki garis start dan finish ditangannya. Namun, mengapa tidak ada perubahan yang terjadi diantara mereka berdua?

Apakah karena Lean tidak mengatakannya?

Apakah karena mereka adalah saudara?

Ataukah ada sesuatu yang terjadi diantara mereka berdua, sehingga baik Reo dan Lean tidak mengutarakan perasaan sesungguhnya?

Aku tidak tahu sama sekali.

"Ahhh... Bingungnya....!"

Belum mengatakan perasaan, aku sudah sangat terbebani dengan berbagai pertanyaan yang terlintas dikepalaku tentang hubungan mereka berdua.

Fuu... Sebaiknya aku kesampingkan itu dulu, dan segera melakukan pergerakan secepatnya, atau aku akan tertinggal tanpa disadari.

Kemudian, aku bangkit dari tempat tidurku, lalu menatap ke arah cermin.
Melalui pantulan cermin itu, sebuah senyuman terlukis disana dengan jelas dan nyata.

"Cepat atau lambat aku akan menjadikan dirimu sebagai milikku. Tidak peduli siapa yang menjadi musuhku. Selama aku dapat mengalahkannya, begitu sudah sangat cukup. Oleh karena itu, persiapkan dirimu, Reo. Bang!!!"

Aku membuat gerakan seolah sedang menembak.

Setelah membulatkan tekad itu, aku mengambil tas ku yang berada di pintu, lalu pergi dari kamarku, dan segera berangkat menuju akademi.

Sword Revenge : Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang