Godaan Lean

0 0 0
                                    

"A-ayunda..."

"Ah, sudah lama aku tidak mendengar kamu memanggilku seperti itu. Ada apa?"

"Anu... Eh? Maaf aku masih setengah sadar! Tolong lupakan apa yang barusan kukatakan."

"Baiklah, jika itu maumu. Tapi itu mengingatkanku saat pertama kali kamu memanggilku begitu. Ah... Nostalgia nya..."

"Ah, mou... Ayunda, tolong lupakan."

Mendengar begitu, Lean merasa sangat ingin menggoda nya lebih dari sebelumnya.

"Saat itu, kamu sangat memaksa dan tanpa ragu memanggilku begitu, tapi sekarang kenapa malu? Bukannya ini aneh?"

"Hentikan, Ayunda. Ini memalukan. Saat itu, aku hanya terbawa suasana saja."

Dia ingin lari dari Lean, tapi tubuhnya sekarang sangat sulit untuk digerakkan. Tidak tahu apa yang menyebabkan semuanya, dia tidak mengingatnya sama sekali.

"Benarkah? Tapi barusan kamu memanggilku 'ayunda' loh..."

"Ummmm....!"

Wajahnya sangat merah saat aku mengatakan itu.

Aku tahu, kelemahan terbesar adalah ini dan aku memanfaatkan untuk menggodanya. Itu sangat menyenangkan melihat dirinya yang biasanya kaku dan serius, bisa bersikap seperti ini, dan hanya saat berduaan denganku.

"Tolong jangan menggodaku lagi, Ayunda. Itu sangat memalukan."

"Tidak. Bagimu itu hal memalukan tapi bagiku itu adalah hal yang sangat berarti bagiku. Apalagi mendengarnya langsung darimu."

Aku tidak bohong. Meskipun aku lebih muda darinya 2 tahun, tapi dia memanggilku seorang kakak, dan itu membuatku sangat bahagia.

"Akupun ingin terus selalu memaggilmu begitu, tapi jika kulakukan itu sama saja dengan menunjukan kelemahanku. Aku tidak mau itu! Aku ingin berguna untukmu, Ayunda!"

Dia sedikit meneteskan air matanya, aku bisa tahu seberapa tersiksanya dia dengan semua yang telah terjadi kepadanya. Baik itu masa lalu maupun masa depan.

Tapi, itu sekarang tidak berarti.

"Aw...! Ini sakit, Ayunda!"

Karena tubuhnya tidak dapat bergerak sekarang, dia hanya dapat menahan rasa sakit di dahi nya.

"Kamu ini ya... Aku tidak menyuruhmu untuk berguna untukku. Kehadiranmu saja sudah sangat berguna untukku."

"Hanya itu saja tidak cukup berguna, Ayunda!"

"Kamu salah! Tanpa kehadiranmu disisiku, semua hal yang kulakukan tidak akan berhasil dan apa yang selalu memberatkan hatiku tidak akan pernah ringan. Itu sudah sangat cukup dan sangat berarti. Jika kamu memaksa untuk berguna untukku, itu akan menjadi beban pikiran untukku. Apa kamu mau begitu?"

"Ti-tidak.. A-aku...."

Aku harus memperjelas untuknya sekarang.

"Kamu ini adikku, aku tidak ingin melihat adik manisku penuh dengan tekanan yang tidak berarti demi diriku. Aku tidak mau itu! Aku tidak mau itu! Aku tidak mau itu! Aku mengkhawatirkanmu tahu, bodoh!"

"A-ayunda... Aku... Mengerti. Jadi tolong berhentilah menangis. Aku merasa bersalah sekarang."

Eh? Aku menangis?

Sungguh. Ini bukan diriku yang biasanya, tapi demi dia aku tidak pernah berbohong atas kata-kataku sendiri.

Aku benar-benar mengkhawatirkannya.

Sejak saat itu, aku mulai menghargai seseorang selain kakakku. Itu adalah kali pertama aku bersikap seperti itu.

"Maafkan aku. Aku terlalu emosional."

Dengan lembut, aku menghapus air mataku.

"Tidak apa-apa, Ayunda. Seharusnya aku yang meminta maaf membuat Ayunda sampai khawatir kepadaku. Sebenarnya aku senang dengan hal itu."

Dia dengan malu-malu memalingkan matanya menghindari mataku.

"Jangan lakukan itu lagi, mengerti?!"

"Baik, aku mengerti, Ayunda."

Setelahnya, kami tertawa bersama-sama atas semua yang terjadi. Tapi...

"Daripada itu, kenapa aku tidak dapat bergerak, Ayunda?"

"Ah, itu.... Bagaimana mengatakannya ya...?"

Aku panik.

Aku tidak mengira dia akan menanyakan itu dengan semua yang telah berlalu.

Aku benar-benar tidak dapat mengolah kata-kata yang tepat untuk menjelaskan dengan apa yang terjadi pada tubuhnya.

"Singkatnya... Saat kamu datang kemari, aku sedang bermain-main dengan pistolku dan inilah yang terjadi."

"Jadi? Secara tidak sengaja aku tertembak oleh peluru asal-asalan ayunda dan berakhir seperti ini, ya?"

"A..anggap saja seperti itu ceritanya..."

"Ayunda!!!"

"Maafkan aku. Maafkan aku. Maafkan aku."

Segera aku meminta maaf kepada ketika dia menatapku dengan tatapan tajamnya.

Seram!!!

Terlepas dari ekspresinya tadi, tatapannya sekarang sangat menakutkan. Bahkan aku sendiri tidak dapat menahan gemetar.

"Aku tidak tahu efek apa yang ditimbulkan oleh peluru asal-asalan, Ayunda, tapi bisa Ayunda katakan apa itu?"

"Anu... Itu... Pe-peluru itu..."

Aku tidak ingin mengatakannya, tapi karena dia menatapku begitu aku tidak dapat menghindarinya.

"Efeknya membuat seseorang mengingat kembali ingatan yang pernah hilang."

"Apaaaa?!!!!"

"Ampuni aku...!!!"

"Tidak, bukan itu, Ayunda."

"Eh, jadi apa?"

Kupikir karena aku membuat dia mengingat kembali kenangan yang hilang, maka dia akan sangat marah kepadaku.

"Aku... Aku, melupakan sesuatu yang sepenting itu. Kenapa?"

"Kenapa kamu bilang, aku tidak tahu..."

Beberapa ingatannya hilang? Kenapa? Oleh siapa?

"Seharusnya aku punya ingatan yang kuat, tapi sepertinya aku melupakan beberapa ingatan yang penting. Ugh, ini sakit!"

"He-hei! Ada apa?"

"Ini sakit! Sakit! Sakit, Ayunda!!!"

Kenapa dia terlihat sangat kesakitan? Apa karena efek peluru acakku itu? Seharusnya aku tahu efek apa yang keluar, tapi kenapa dia kesakitan?

"Sakit! Sakit! Sakit! Kumohon jangan pukul aku! Aku akan jadi anak baik! Jangan sakiti aku! Tolong!"

Ini sama seperti dulu.

"Aku akan menolongmu, Fenrir. Peluru pengunci :Kleidariá Mnímis!"

Saat peluru dilepas, ketika akan mengenai dahi nya, peluru itu hancur menjadi partikel dan masuk ke kepalanya.

Setelahnya, dia perlahan mulai sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

Pada akhirnya dia tertidur.

"Aku tidak mengira efeknya menjadi ganda, ini sebuah kebetulan yang tidak terduga, atau bisa dikatakan sesuai dengan harapan awalku?"

"Ratuku, biarkan aku membawanya keruangannya."

Dari belakang, seorang pria tinggi muncul tanpa ada yang tahu dia datang darimana.

"Aku serahkan kepadamu. Jika dia siuman, segeralah panggil aku."

"Dimengerti, Ratuku!"

Aku menyerahkannya kepada pria itu, dan suasana tempatku berada kembali menjadi sunyi.

"Maafkan aku. Aku sengaja untuk melakukan itu. Aku pikir kamu sudah bisa terbebas dari trauma mu, tapi ternyata tidak. Maafkan aku."

Air mata mulai terjatuh ketika aku menyelesaikan kalimatku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sword Revenge : Random StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang