Aku bersekolah di Itachiyama, baru dua bulan aku mulai sekolah disana dan aku sudah punya gebetan. Hebat.
Ada satu kakak kelas yang aku taksir. Namanya Sakusa Kiyoomi, kelas 2. Jika mendiskripsikannya, rasanya tak pantas bila disandingkan denganku.
Penampilanku juga kurang meyakinkan, wajah yang memiliki jerawat, rambut yang tidak sehat, dan masih banyak lagi kekuranganku. Kepintaranku juga rata-rata, tidak terlalu bodoh atau pintar.
Dengan bercermin aku bisa langsung sadar diri jika aku tidak ada apa-apanya di banding Sakusa. Walau begitu aku masih mengharapkannya?! Tidak tau malu memang, tapi biarlah.
Awal ku melihat Sakusa itu saat aku sedang berkeliling sekolah karena penasaran dengan lingkungan baru ini. Sampai aku berhenti di depan sebuah gedung olahraga yang kebetulan sedang ada latihan voli di dalam. Rasa penasaran ini membuatku ingin melihat lebih jelas.
Dari pintu, aku mengintip latihan voli tersebut. Namun atensiku langsung terfokus pada salah satu seorang pemain. Rambutnya yang hitam bergelombang menjadi ciri khasnya dari yang lain. hal itu membuatnya terlihat unik di mataku.
Ku lihat ia mengambil ancang-ancang lalu men-spike bola dengan sangat keras. Jantung ku berdegup kencang seiring ia memukul bolanya bersamaan dengan wajahku yang tidak bisa menahan ekspresi kagum.
Namun rasa kagum ini semakin bertumbuh hingga muncul rasa ingin memiliki.
Salah satu hal yang aku banggakan adalah aku berhasil membuat Sakusa berbicara padaku.
Percayalah perjuangan untuk bisa berbicara pada Sakusa itu sangattt sulit. Dari awal aku memperkenalkan diriku, ia hanya anggap itu angin lalu. Sakit sekali saat itu, rasanya ingin menyerah saja. Tapi karena dorongan temanku, aku berhasil bangkit.
Aku ingat percakapan pertama ku dan Sakusa. Saat itu aku melihatnya sedang diberi hadiah oleh perempuan yang ku yakini fans-nya. Ia nampak ingin menolak dan mengembalikannya tapi perempuan itu sudah pergi lebih dulu.
Ia pun mencari sesuatu namun tak kunjung mendapatkannya. Aku tau Sakusa mengidap Germaphobia jadi langsung ku sodorkan handsanitizer yang sering ku bawa.
Ia menatapku, kedua alisnya berkerut seperti jijik dan tak suka. Karena handsanitizer ku tak kunjung diambil, aku mulai geram sekaligus malu. Ku tarik tangan kanannya dan menuangkan isi handsanitizer ditelapak tangannya.
"Setidaknya kau bisa menghapus bakteriku yang berada di tangan kananmu dengan itu." Jelasku sambil menatap matanya langsung. Jujur jantungku berdegup kencang. Lancang sekali aku memegang tangannya.
Karena tidak tahan berlama-lama, aku segera membalik badan dan meninggalkannya. Tapi baru beberapa langkah, Sakusa memanggilku.
"Kau! Yang pas waktu itu kan?" ucapnya. Aku terkejut mendengar suaranya yang berat dan serak.
'Dia mengingatku?' batinku. Tentu saja senang, tapi seperti ada yang janggal...
Aku membalikkan badanku menghadap Sakusa dengan raut wajah yang meminta penjelasannya.
"Wajahmu itu mudah diidentifikasi jadi wajar jika orang mudah mengingatmu." Ucap Sakusa sarkas.
Nah kan, aku tahu... pasti ini karena jerawatnya.
Udah dibawa tinggi langsung dijatuhin. Memang jika di dekat Sakusa harus siapkan mental baja.
Hancur sudah mood ku, dipermalukan gebetan sendiri. Ku balas dengan ketus, "Kenapa?"
"Terima kasih."
*Deg
"E-eh? K-kenapa begitu tiba-tiba? A-aku kan jadi tidak tega marah padanya." Pasti wajahku merona. Aku bisa merasakan panasnya dan seperti ada kupu-kupu diperut ku yang reflek ku pegang.
"Kenapa? Kau diare?" tanya Sakusa.
Ahh, masa bodo! Aku sudah tidak sanggup berdiri di depannya lagi. Ini pertama kalinya aku merasa aneh begini.
Segera ku berlari menjauh dari Sakusa. Sedangkan Sakusa menatap kepergianku dengan bingung, walaupun aslinya ia tidak begitu peduli.
Setelah sampai kelas, langsung lah aku menceritakan semuanya kepada teman dekatku secara rinci tanpa melewatkan satu hal pun.
"Sepertinya aku sudah benar-benar sudah jatuh cinta padanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush {Sakusa Kiyoomi}
Teen FictionMendekati seorang Sakusa Kiyoomi itu benar-benar sulit. Mental baja harus sekali dimiliki. Dia gebetan ku tapi setiap bertemu selalu saja ada masalah kecil yang diributkan. Apa aku bisa menarik perhatiannya?