Latihan

539 108 3
                                    

Tak terasa waktuku sebagai manager sudah berjalan 1 bulan. Selama itu pula aku selalu membantu Sakusa latihan tambahannya. Tanpa ku sadari ternyata kita juga makin dekat. Aku sudah tidak begitu canggung saat bersamanya.

Terkadang aku juga menemuinya dijam sekolah untuk menyapa atau membahas klub atau hanya diriku yang ingin melihatnya dan berbicara dengannya.

Entah perasaanku saja atau tidak lama-kelama Sakusa mulai terbuka pada ku. Ia sering menceritakan masalahnya, seperti hadiah dari fansnya, Komori yang kadang mengganggunya dan masih banyak masalah lain lagi. Sepertinya ia memang memiliki banyak masalah.

Ia juga menceritakan Ushijima Wakatoshi, orang yang ia kagumi dalam bidang voli. Katanya ia bersekolah di Shiratorizawa. Aku hanya dapat membayangkan betapa hebatnya dia sampai bisa membuat Sakusa kagum.

Aku sadar semakin hari latihan tambahan Sakusa semakin lama. Jadi ku tanyakan saja pada orangnya langsung.

"Kenapa makin hari latihannya makin lama?" tanya ku sambil menyervis bola.

"Maksudmu?" balas Sakusa setelah ia berasil memukul bolanya.

"Seingatku saat awal aku membantumu, latihan tambahahnya 15 menit, dan makin kesini kenapa makin lama sampai 40 menit?"

"Aku kasihan padamu." Jawab Sakusa. Aku yang hanya mendapat jawaban seperti itu kurang puas.

"Hah? Kasihan?" terdapat jeda sebelum Sakusa menjawabnya. Apa ia sedang mencari kata yang pas?

"Jika aku langsung memintamu menyervis 1 jam, aku yakin tanganmu akan putus."

Mendengar jawabannya seperti itu aku langsung membeku.

Tapi dibalik aksi dan perkataannya aku merasakan kekhawatiran dan kepeduliannya secara tidak langsung.

"Kalau begitu apa artinya aku menghambatmu latihan?" tanyaku lagi.

"Tidak juga." Sakusa menjawab setelah men-receive bola, "Mungkin terkadang aku juga butuh teman."

Aku tidak jadi menyervis bola setelah mendengar jawabannya. Karena tak kunjung melihat bola yang melambung, Sakusa pun menengok kearahku yang mematung.

"Kenapa?" akupun langsung tersadar dari lamunanku dan menggeleng cepat.

Setelah 30 menit kami menyudahkan latihan tambahan Sakusa. Gym sudah kami bersihkan sebelum pulang.

Aku mengunci pintu gym sedangkan Sakusa berada rada jauh dibelakangku menungguku selesai mengunci pintu.

Setelah memastikan sudah terkunci, aku berlari kecil menghampiri Sakusa. Kitapun berjalan berdua seperti biasa namun rasa canggung sudah tidak ada lagi.

Sampailah pada perempatan tempat ku dan Sakusa berpisah. Saat ku ingin berpamitan, Sakusa lebih dahulu berbicara.

"[Name]." Baru kali ini aku mendengar dia menyebut namaku, rasanya jantungku seperti ingin copot. Wajahku merona.

Ku lihat ia mencari sesuatu dari tasnya. Ia menyuruh ku mendekat. Awalnya aku ragu, tidak mungkinkan Sakusa yang menghindari orang lain justru malah menyuruhku untuk mendekat.

"Pakai itu setiap kau bertemu denganku." Sakusa memberiku, tidak, lebih tepatnya melempar handsanitizer pada ku yang langsung ku tangkap. Untung reflek ku bagus.

Aku menatap handsanitizer itu lamat-lamat. Bagus, masih tersegel. Tapi apa maksudnya dari memberiku handsanitizer ini?

"Apa maksudnya? Aku bisa membelinya sendiri." Ucapku.

Tanpa ingin memberikan penjelasan lebih jelas, ia berbalik badan, "Sudah gunakan saja. Aku pulang."

Aku menatap punggung Sakusa yang mulai menjauh. Aku berusaha memikirkan motif apa Sakusa memberiku handsanitizer.

Apa segitu jijiknya dia pada ku sampai memberiku handsanitizer?

Tapi katanya, gunakan ini setiap bertemu dengannya. Dengan arti lain, dia tidak keberatan jika ku datangi? Atau, dia berharap aku mendatanginya terus?

Mulailah pikiran-pikiran gila ku yang terlalu berekspetasi tinggi. Aku melompat-lompat tidak jelas saking girangnya dengan ekspetasi yang ku bayangkan.

'Apa ini lampu hijau?'

My Crush {Sakusa Kiyoomi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang