Gigi

518 109 7
                                    

Hari ini aku berangkat sekolah dengan tidak semangat. Rasa nyeri di gusi ku masih terasa. Ini karena kemarin aku pergi ke dokter gigi untuk cabut gigiku.

Sampai pembelajaran selesai pun nyerinya belum kunjung hilang. Ku usap pelan pipi kanan ku. Untung saja hari ini klub voli diliburkan.

Saat akan menuju gerbang tanpa sengaja aku melihat seseorang yang sangat tidak asing di mataku terlebih rambut gelombangnya yang menjadi ciri khas. Segera ku berlari menghampirinya yang berada jauh didepanku.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan santainya aku berjalan di samping Sakusa. Karena derap langkahku yang bersuara jadi ia menyadariku.

"Apa?" tanyanya. Aku menatapnya dan menggeleng sambil tersenyum.

Sakusa menyipitkan matanya. "Tidak biasanya kau diam seperti ini."

Sekarang aku menatapnya dengan wajah memelas. Ku taruh telunjukku di pipi kananku yang habis cabut gigi kemarin.

Sakusa diam sejenak menatapku lamat-lamat, "Tidak usah sok imut."

Balasnnya justru memancing emosi ku. Aku mengambil napas dalam-dalam, "Maksudku aku itu sedang sakit gusi karena kemarin habis cabut gigi- Akh!" reflek aku menyentuh pipiku karena tiba-tiba gusi ini nyeri kembali.

Ku lihat tangan kanan Sakusa terangkat ke udara seperti ingin menadah sesuatu. Apa ia khawatir padaku?

"Gara-gara kau!" ucapku sinis sambil cemberut. Aku tidak paham, Sakusa itu gebetanku, tapi setiap ketemu kenapa kita jarang akur. Pasti ada saja yang didebatkan. Tapi mungkin karena ini kita jadi lebih dekat.

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang mempuk-puk pucuk kepalaku. Saat ku dongakan kepala ternyata itu tangan Sakusa. Ke plot twist-an apa ini?

Sakusa yang notabenya tidak ingin disentuh maupun menyentuh orang lain kali ini berinisiatif untuk mencoba menenangkanku?!

Boleh aku pingsan sekarang? Tapi jika aku pingsan itu akan merepotkan Sakusa. Apa ini artinya aku ada kemajuan sampai-sampai Sakusa mau menyentuhku.

Sejujurnya aku ingin mengakatan yang sebenarnya sekarang pada Sakusa, bahwa,

"Aku belum keramas dari 3 hari yang lalu."

Setelah mengucapkan itu, Sakusa langsung menjauhkan tangannya dari kepalaku. Ia langsung mengambil handsanitizernya dan memakainya dalam jumlah yang banyak.

Aku hanya cengengesan melihatnya yang kewalahan itu.

Kita melanjutkan perjalanan. Sampai aku melihat kedai es krim yang buka.

"Sakusa-san! Ayo beli itu!" rengek ku. Sakusa melihat hal yang ku tunjuk.

"Anggap saja sebagai permaafanmu karena sudah membuat gusi ku tambah sakit tadi." Lanjutku.

"Itu tidak higienis." Balas Sakusa. Padahal menurutku kedai itu cukup bersih.

"Ya sudah, kalau begitu belikan untuk ku saja." Aku tidak ingin kalah, setidaknya es krim itu bisa digunakan sebagai penetral rasa nyeri gusi ku.

Sakusa menghela napas, "Baiklah." Ucapnya seperti tidak ikhlas. Aku tidak mempedulikannya, yang penting ia sudah menyetujuinya.

Setela mendapat es krim, kita melanjutkan perjalanan pulang. Dan benar saja ia hanya membelikannya untuk ku. Tentu saja aku tidak lupa membungkuk sambil berterima kasih.

Jika dipikir akhir-akhir ini Sakusa sedikit aneh menurutku.

.

Btw, Lusi pernah ngerasa nggak mau lanjutin bikin book ini pas tau stage actor nya Sakusa nikah
(

;∀;)

My Crush {Sakusa Kiyoomi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang