Beberapa minggu yang lalu bertemu teman masa kecilku, Komori Motoya. Aku baru tahu dia sekolah disini karena terakhir kita bertemu saat aku masih kelas 4 SD.
Kita banyak berbincang sebab sudah lama sekali tidak bertemu. Karena aku menceritakan diriku yang belum masuk klub, dengan spontan ia langsung mengajakku menjadi manager voli.
Aku menjawabnya jika aku butuh waktu untuk memikirkan hal itu. Walau aku tahu disana ada Sakusa tapi aku juga memikirkan apa aku bisa menjadi manager yang baik atau tidak.
Dan sekarang lah, aku memutuskan untuk bergabung dengan klub voli sebagai manager. Aku sedang berjalan menuju gym voli untuk menemui Komori.
Saat sudah sampai depan gedung olahraga yang sedang digunakan latihan voli putra, tiba-tiba saja dari dalam ada bola mengarah pada ku dan menghantam kepalaku.
"Akh!" Bolanya menghantam sangat kencang. Benar-benar luar biasa tenaga yang di keluarkannya untuk memukul bola itu.
Aku langsung kehilangan keseimbangan dan ambruk, aku menutup mataku, kepalaku pusing, tapi kesadaranku masih terjaga. Karena tidak dapat menahan rasa pusing di kepalaku jadi aku tetap tergeletak di tempat.
Tak lama kemudia aku mendengar suara bising dan banyak derap langkah kaki yang mendekat kearahku.
"Wah gawat! Dia seorang gadis!"
"Cepat bawa dia ke UKS!"
"Sakusa!"
'EH?!' setelah mendengar nama Sakusa disebut dengan perlahan aku bangkit sambil memegang kepalaku yang terkena bola tadi. Aku tidak mau Sakusa melihat tubuhku yang terjatuh dengan tidak elitnya.
"[Name]-chan! Kau tidak apa?" Komori menghampiriku dan membantuku bangkit untuk duduk. Aku tidak menjawabnya, kepalaku masih sangat pusing.
"Maaf ya, Kiyoomi tidak sengaja tadi." Lanjut Komori. Sebagian anggota voli kembali masuk kedalam gym untuk menyambung latihan tadi. Hal itu membuatku lega karena aku tidak suka menjadi pusat perhatian.
"Kiyoomi!" tiba-tiba Komori berteriak yang membuatku sedikit terkejut apalagi yang dipanggil mas gebetan.
"Tolong antar [Name]-chan ke UKS. Kau juga yang membuatnya begini." Sambung Komori. Aku yang mendengar itu tambah terkejut dan malah membuat kepalaku tambah sakit. Reflek aku menyentuh bagian yang terkena bola tadi.
Sakusa menatapku sebentar lalu ia mendekat kearahku.
Aku terjengit kaget saat ada tangan yang memegang lengan atasku. Saatku tolehkan wajahku ke si empu pemilik tangan, jantungku seakan berhenti berdetak.
Wajah Sakusa sangat dekat dengan wajahku. Jujur ini pertama kalinya wajahku sedekat ini dengan laki-laki. Wajahnya yang dilihat dari dekat begitu mulus, membuatku insecure.
"Apa?" Tanya Sakusa ketus. Seketika kesadaranku kembali.
"A-aku bisa sendiri." Dengan perlahan aku mencoba untuk berdiri. Namun kepalaku terasa pening dan semuanya menggelap. Ah benar, aku juga anemia.
Aku tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhku, tiba-tiba tangan Sakusa memegang tanganku yang membuatku bisa mempertahankan posisi berdiriku.
"Apa kau berpura-pura?" Tanya Sakusa. Aku langsung menautkan kedua alisku seperti yang sering Sakusa lakukan dengan ekspresi, 'Hah?!'
Dengan segenap tenaga yang masih tersisa aku membalasnya, "Maaf, aku anemia."
Sakusa tidak menjawabnya sedangkan aku sibuk memijat kepalaku yang terasa pening.
Tiba-tiba aku merasa tubuhku terangkat ke udara. Bau badan Sakusa tercium sangat jelas.
'Wangi!' itu yang pertama kali terlintas saat ku mencium baunya. Apa itu karena phobia kumannya sehingga dia tidak punya kuman penyebab bau badan?
Langkah kakinya membuatku tersadar dari lamunanku. Ternyata Sakusa menggendongku dengan gaya bridal style. Tunggu, APA?!
"Kau tidak jijik?" itu yang pertama kali aku tanyakan. Sudah beberapa langkah sakusa berjalan menuju UKS.
"Tentu saja jijik." Jleb, sangat menusuk hatiku.
"Karena aku sedang latihan jadi sekalian kotor." Sambungnya. Aku menghela napas, meratapi kebodohanku yang berharap lebih.
Setelah itu tidak ada percakapan sampai UKS. Sekolah sudah sepi karena memang sudah waktunya jam pulang, kecuali yang mengikuti klub, jadi aku tidak perlu khawatir di lihat banyak orang.
Sebenarnya kepalaku sudah lebih baik dan sudah tidak begitu pusing, tapi kapan lagi aku dapat berdekatan dengan Sakusa begini? Jadi ku nikmati saja acara modus ini.
"Kenapa kau mau mengantarku ke UKS?" tanyaku selagi Sakusa mengambil obat salep. Sebenarnya banyak sekali hal yang ingin aku tanyakan.
Sakusa yang masih mencari obatnya tidak langsung menjawab, ia terdiam sebentar , "Anggap saja sebagai balasan waktu kau memberiku hansanitizer."
Ah, iya. Ku pikir Sakusa bukan orang yang memikirkan balas budi seperti itu.
Ia datang sambil membawa obatnya. Kulihat ia juga membawa segelas air.
"Untuk ap-"
"Obat penambah darah. Aku melihatnya tadi, jadi sekalian ku bawakan."
Ucapan Sakusa memotong ucapanku. Dan aku sedang melihat sisi Sakusa yang jarang ia perlihatkan. Tentu saja aku tersentuh(?). Wajahku merona.
"Sakusa-san itu ternyata orang yang baik ya..." Ucapku sambil tersenyum.
Sakusa tersentak, baru kali ini ia mendengar kalimat seperti itu dari perempuan selain ibunya. Mungkin karena ia juga yang jarang berhubungan dengan perempuan, bahkan tidak pernah.
'Apa sifat semua perempuan seperti ini?' Itu yang Sakusa pikirkan saat mendengarnya.
"...Kalau saja sifat ketus dan sarkastikmu hilang." Sambungku yang masih mempertahankan senyuman.
Sakusa menampilkan kembali raut wajahnya yang terlihat kesal setiap saat.
"Ahahaha, bercanda! Aku menyukaimu apa adanya kok!" Karena geli melihat wajah Sakusa yang tiba-tiba kesal kembali membuatku tidak sadar dengan apa yang baru saja aku ucapkan.
Suara tawaku kian mengecil seiring sadarnyaku dengan ucapan barusan.
'T-T-TUNGGU TUNGGU TUNGGU, A-APA AKU BARU SAJA CONFESS PERASAANKU?!!!' Dan aku panik sendiri dengan wajah yang sudah memerah.
Kulirik pelan-pelan ke arah Sakusa. Dia tidak menampilkan raut wajah apa pun.
"Makasih udah berani speak up."
Mendengar jawabannya, aku langsung menggunakan salep dan meminum obat penambah darah yang Sakusa bawa tadi dengan tegang dan tenang.
Aku tidak ingin berbicara lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Crush {Sakusa Kiyoomi}
Teen FictionMendekati seorang Sakusa Kiyoomi itu benar-benar sulit. Mental baja harus sekali dimiliki. Dia gebetan ku tapi setiap bertemu selalu saja ada masalah kecil yang diributkan. Apa aku bisa menarik perhatiannya?