Chapter 18.

7.3K 768 37
                                    

"Dunia ini selalu menyimpan banyak misteri. Banyak hal yang tak kau ketahui, banyak pula yang tak kau mengerti. Tapi satu hal yang pasti, kau tak sendiri."
~HaNa_Nad

__👑__👑__👑__
Happy Reading!

Pagi menyapa, matahari telah memancarkan sinarnya.

Cahayanya mengintip disela-sela gorden kamar milik seorang bocah yang masih bergelut di bawah selimut Doraemon miliknya.

Sampai seseorang mengetuk pintu kamarnya.

Karena tak mendapat jawaban dari sang pemilik kamar orang itu memutar kenop pintu secara perlahan.

Huft..

Helaan napas terdengar dari orang itu setelah netranya menangkap pemandangan yang membuat jiwa liarnya terasa ingin langsung menerkam objek yang dilihatnya.

"Bocah, bocah. Untung Adik gue, kalau engga udah dari dulu gue lempar ke sungai Amazon. Biar ketemu sama ikan piranha terus ditolongin sama Marsupilami," nah, kalau sudah mengomel gini tanpa dikasih tahu pun pasti udah tahu dia siapa.

"Tinggal bareng deh sama mereka. Hahaha.. Eh? Tapi kalau tinggal bareng nanti Adik gue yang jadi Tarzan nya dong? Hahaha.." bukan kriteria saudara idaman. Yang seperti ini haruskah dimusnahkan?

"Mana tidurnya udah kaya beruang kutub hibernasi lagi," ucapnya.

Dia menatap objek yang masih setia menutup mata dengan tubuh yang terbungkus selimut, menyisakan bagian wajah yang tampak begitu lugu dan polos.

"Bangunin dengan cara sebelumnya, itu udah biasa. Emm.." Ersya melipat tangannya di depan dada berpose seperti orang berpikir.

"Ting.. I have good idea," tangannya terangkat untuk mengelus pucuk kepala Aufa yang tertutup selimut setelah itu beralih ke, ke mana?

"Huh.. huh.." and gotcha, anak itu terbangun dengan napas terengah-engah.

Ersya memang tak berperikesaudaraan.

"Bang Eryy," pekik Aufa menatap kesal Ersya yang berdiri angkuh di samping tempat tidurnya.

"Kenapa?" tanya Ersya sambil melipat tangannya di depan dada.

"Adek gak bisa napas kalau Abang jepit hidung Adek. Adek tahu hidung Adek mancung, lebih mancung dari hidung Abang malah. Pasti Abang iri kan, tapi kalau iri sewajarnya saja dong!!" kesal Aufa sekaligus memuji diri sendiri di depan abang ketiganya itu.

Ersya mendengus setelah mendengar ucapan Aufa yang sialnya mengatakan sebuah fakta. Fakta bahwa hidungnya tak se mancung milik adiknya, tapi tak pesek juga.

"Bangun udah pagi!! Terus mandi, gosok gigi, pakai seragam!! Turun, bentar lagi waktunya sarapan. Aufa gak lupakan? Sekarang sekolah Aufa beda," ucap Ersya, berjalan menuju walk in closet di kamar Aufa untuk menyiapkan seragam adik tercintah nya itu.

"Hm.." gumam Aufa.

Dengan kesal dia mengambil handuk, melangkah menuju kamar mandi untuk melakukan rutinitas paginya.

***

Hari kedua Aufa sekolah Dhafi bersikeras untuk mengantar adiknya itu, meskipun sempat terjadi perdebatan kecil dengan Aufa yang ingin diantar sang daddy.

Di mobil hanya ada keheningan yang tercipta diantara keduanya.

Aufa yang merenggut kesal dengan snack cokelat di tangannya dan Dhafi yang memasang wajah andalannya sesekali melirik sang adik yang asyik ngemil di pagi hari.

Indigo Or Psychopath Family [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang