The Seventh Night, "Past dreams"

30 6 0
                                    

PLAKK

"Anak sepertimu lebih baik hilang dari dunia ini. Jangan sekali-kali muncul di hadapan kami lagi!" Perempuan itu membentak.

Dietrich kecil hanya bisa menunduk sambil mengusap pipi yang merah.

"Minggir!" Dua orang lainnya, laki-laki, mendorong hingga terjatuh.

Mereka yang barusan adalah, orang yang secara biologis disebut keluarga.

Dietrich kecil berjalan ke ruangan kecil yang disebut kamar. Membetulkan perban di tangan dan kaki. Penampilannya berantakan, rambutnya acak-acakan dengan luka di seluruh tubuhnya. Sepanjang lorong, para pelayan menatapnya rendah. Berbisik-bisik, sengaja benar meninggikan suara mereka agar Dietrich mendengarnya.

Ruangan seketika berubah. Suhu panas menyiram tubuh kecilnya. Dietrich kecil menangis, dia pernah mengalami kejadian ini berkali kali. Panas, sesak, aku tidak bisa bernapas. Tolong, selamatkan aku. Siapapun!

***

"Der?" Aku duduk di sampingnya. Hendak membangunkan agar segera sarapan. Sangat aneh Dietrich tidak keluar kamarnya padahal sudah siang.

"Kau mimpi buruk lagi?" Aku bertanya setelah dia membuka mata. Wajah Dietrich pucat. Lantas aku menyentuh keningnya. "Kau demam. Akan kubawakan sarapanmu ke kamar."

"Jangan." Dietrich menarik lengan bajuku.

"Eh?"

"Jangan pergi, kau di sini saja." Dia menunduk, memegangi kening.

Aku menghela napas.

"Baiklah, tapi lepaskan dulu. Aku akan menyuruh pelayan mengambil makananmu."

Dietrich tidak mengatakan apa-apa. Membiarkanku memanggil pelayan.

"Kau baik-baik saja?" Aku berdiri di depan Dietrich.

"Yeah, terima kasih tetap di sampingku." Dietrich mengangguk. Tersenyum tipis.

Dilihat dari wajahnya jelas dia tidak baik-baik saja.

"Kau demam. Tetap di kamar hari ini. Aku bisa menemanimu kalau kau mau."

Sejak kecil Dietrich sering seperti ini. Mimpi buruk, lantas demam seharian penuh. Dia tidak punya siapa-siapa lagi. Jadi aku selalu menemaninya sampai akhir. Walaupun beberapa tahun terakhir dia tidak pernah mengalaminya lagi.

"Mimpi buruk itu datang lagi Cay. Wajah sialan mereka muncul lagi di pikiranku."

"Mereka yang tidak penting tidak usah dipikirkan." Aku melambaikan tangan. Duduk di kursi belajar. "Omong-omong kau tidak keberatan kan kalau aku mencari petunjuk lainnya sendiri hari ini?"

"Ya, tidak apa-apa. Pakai saja mejaku." Dietrich mengangguk.

Sinar matahari menyiram kamar luas Dietrich. Saking luasnya kau bisa berlari-lari hingga pingsan kelelahan.

"Kau pakai nih." Aku menyerahkan kain yang sudah direndam air hangat.

"Aku pakai sendiri?"

"Lalu aku harus memakaikannya untukmu?" Aku berkacak pinggang. Duh, anak ini ada-ada saja. Tidak bisakah dia bersikap dewasa sedikit? Kalau soal umur Dietrich justru lebih tua dariku.

"Bercanda Cay, kau ini kenapa sih?" Dietrich tertawa kecil.

Syukurlah, kalau dia sudah bisa berkata seperti itu artinya dia mulai baik-baik saja.

Satu pelayan masuk. Membawakan sarapan Dietrich. Dan satu teko teh berukuran sedang.

"Tunggu, aku tidak memintamu membawakan teh."

NoctisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang