The Eighth Night, "Two spies"

17 4 0
                                    


"Selamat malam. Tuan muda dan nona." Orang berjubah itu membungkuk. Memberikan salam.

Aku balas melakukannya. Disusul Dietrich.

"Dengar, kalian berdua akan mengurus sesuatu bersamanya. Pastikan semua berjalan lancar."

Setelah itu Lucelence berbicara satu dua kalimat lagi. Lantas 'mengusir' kami bertiga.

"Kau, bukankah—" Aku bertanya setelah keluar dari ruangan Lucelence.

"Kazuo Naoto, itu namaku." Dia tersenyum tipis.

"Apa posisi mu di organisasi?" Dietrich mencengkram kerah Kazuo.

"Santai saja. Aku fleksibel. Kalian tentu sudah menebaknya bukan?" Kazuo mengangkat bahu. Tertawa kecil. "Benar sekali. Aku agen ganda, pihak yang diuntungkan adalah pihak yang membayarku lebih mahal. Tapi untuk Caelum, spesial. Karena dua junior-ku yang lucu-lucu ini bergabung dengan Caelum. Lain cerita kalau kalian bergabung dengan Halcyon. Nah omong-omong, bisakah kau melepas cengkraman tanganmu dari kerah bajuku?"

Dietrich melepasnya.

"Nah, ini lebih baik." Kazuo menepuk-nepuk kerah baju. Menyuruh kami mengikuti ke perpustakaan. Lantas Kazuo menuju salah satu rak, menarik buku yang sangat mencolok. Rak buku ototmatis terbuka, sebuah tangga berbetuk spiral terlihat. Obor tertancap di sepanjang dinding menuju ruangan rahasia.

Di ujung tangga, hanya ada satu pintu, benar-benar hanya satu pintu. Kazuo menutup pintu setelah kami berdua masuk. Dia menarik tiga kursi dari pojok ruangan.

Memulai pembicaraan.

"Apa kalian tahu, kenapa Lucelence menyuruh kalian untuk bekerja sama denganku?" Kazuo menghela napas. "Itu karena... Lucelence tahu apa yang sedang kalian lakukan. Membuka kembali masa lalu, catatan-catatan lama. Aku bekerja dengan Halcyon saat kecelakaan mobil yang menimpa Dietrich. Diperintahkan untuk membawa aset berharga milik keluarga Lichten, itu kau. Tapi, apa yang terjadi? Seseorang lebih dulu melangkah, lebih dulu bertindak. Saat aku masih menilai situasi, mencari langkah terbaik. Seorang anak kecil justru sudah beraksi. Langkahnya cepat, tubuh kecilnya lincah melewati kobaran api. Dia berhasil membawa aset berharga keluarga Lichten. Pemimpin Halcyon saat itu marah besar, dia sudah menandai aset keluarga Lichten sejak lama. Malam itu juga, aku dimarahi habis-habisan, dia mengusirku dari Halcyon. Lucelence bertindak cepat, dia segera mengajakku 'kembali' ke markas besar Caelum."

"Kembali?" Aku menyela.

"Sebelumnya aku memang bekerja untuk Caelum, tapi karena suatu alasan, aku keluar dari organisasi. Melihatku yang tumbuh sebagai orang berbakat Lucelence tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia justru berterima kasih karena aku gagal membawa Dietrich ke markas Halcyon."

"Kenapa menceritakan hal ini kepada kami?" Dietrich mengusap rambutnya.

"Menurutmu? Bukankah kalian sedang menguak masa lalu? Aku akan membantu sebisaku, Dietrich pasti bermimpi buruk lagi. Jangan dibiarkan, atau mimpi buruk itu akan terus menghantui. Dulu di desa tempatku tinggal, orang tuaku terus menyanyikan lagu lama.

"Malam berbintang penuh dengan kejutan

Jutaan kunang-kunang bersinar terang

Janganlah takut, walaupun malam kehilangan cahaya

Janganlah takut ketika mimpi buruk terus menghantui

Sayang, hadapilah mimpi buruk itu

Jangan pernah takut, karena aku selalu ada di sisimu

"Kurasa lagunya agak aneh." Kazuo tertawa masam. "Intinya aku akan membantu menghadapi itu. Karena aku juga punya urusan yang sama dengan kalian. Kalau begitu pergilah. Hari ini aku tidak mengajak kalian untuk melakukan apapun. Tapi ingat ini baik-baik. Telinga, mata, dan mulut Caelum ada di mana-mana. Karena itu berhati-hatilah untuk melakukan semua kegiatan. Terkadang, orang yang kalian tidak curigai, adalah dalangnya. Terkadang, seseorang akan meyembunyikan dan bersikap seolah tidak ada apa-apa. Jangan pernah lengah, satu detik pun. Atau kalian akan kehilangan hal yang berharga.

***

Bulan bersinar terang. Bintang-bintang menghiasi langit. Angin berhembus melewati sela-sela jendela. Seorang perempuan duduk menatap hamparan bunga-bunga di sekitarnya. Parasnya cantik, rambutnya lurus dan berwarna keperakan. Bola matanya berwarna merah seperti ruby. Kulitnya putih bersih. Bulu matanya lentik. Perempuan itu tersenyum. Siapapun yang melihat pasti akan terpikat.

"Mama?" Seorang anak kecil membuka pintu. Wajahnya persis sama dengan perempuan ini. Hanya saja versi kecilnya dengan pipi lebih tembam. "Papa mana?"

"Apa Cayena repot-repot mendatangi mama hanya untuk menanyakan papamu?" Perempuan itu tertawa, sedikit bergurau.

"Habisnya papa sudah janji untuk membuatkanku caramel pudding. Tapi malah dihabiskan kakak-kakak. Karena itu aku mau menagihnya lagi." Cayena kecil memasang wajah cemberut.

"Apa mama perlu marahi kakak-kakakmu?" Perempuan itu kembali tersenyum.

"Benar! Kakak-kakak suka sekali memakan makananku. Memangnya mereka belum makan satu tahun penuh atau bagaimana sih?"

Untung saja sebelum Cayena menghajar kakak-kakaknya orang yang disebut papa datang menghampiri.

"Cayena ada di sini?" Orang itu mengusap rambutnya ke belakang. Memakai kemeja untuk tidur. Wajahnya tidak kalah putih dengan mama. Rambutnya hitam legam, iris matanya merah bagai permata. Visual yang bahkan melebihi artis-artis ternama di negeri seberang.

Papa mengangkat tubuh Cayena. Menggendongnya.

"Papa! Aku mau caramel pudding lagi, semuanya dihabiskan oleh kakak-kakak." Cayena tanpa basa-basi langsung menagih. Tapi, namanya anak umur lima tahun, dia langsung teralihkan benda lain yang menurutnya lebih menarik. "Wah... bunga nya cantik sekali."

Cayena menunjuk-nunjuk bunga mawar. Menyuruh papa berjongkok agar dia bisa mengambil mawar yang tidak sengaja jatuh.

"Untuk mama." Cayena menyelipkan bunga mawar di kuping mama. "Mama cantik sekali, benar kan pa?" Berbalik menatap papanya.

"Benar. Papa setuju."

"Nah satu lagi untuk papa." Kali ini Cayena menyelipkan bunga mawar ke telinga papa.

Malam berbintang penuh dengan kejutan

Jutaan kunang-kunang bersinar terang

Janganlah takut, walaupun malam kehilangan cahaya

Janganlah takut ketika mimpi buruk terus menghantui

Sayang, hadapilah mimpi buruk itu

Jangan pernah takut, karena aku selalu ada di sisimu

---

Ketika bunga mawar bermekaran

Ratusan jumlahnya memenuhi taman

Lihatlah, betapa cantiknya

Layaknya parasmu yang memikat

***

"Cay?" Dietrich masuk rumah kaca. Mencari-cari Cayena yang sejak tadi entah ke mana. Malam sudah larut. Rasanya aneh kalau dia keluar malam-malam. Ternyata intuisinya untuk mencari di rumah kaca benar. Cayena sedang tertidur di sofa dekat bunga red spider lily dan mawar. Kupu-kupu parasit terbang bebas di sekitarnya. Warna mereka merah darah, persis sama dengan darah milik Cayena.

Dietrich duduk di sampingnya. Menatap wajah Cayena. Mengusap air mata saat sadar Cayena menangis.

Cay tidak pernah seperti ini sebelumnya. Menangis. Nyaris tidak pernah. Pikirnya. Oh, Cay bukan tidak pernah menangis. Tapi dia menyemunyikannya. Seolah-olah semua baik-baik saja. Seolah semua... seperti sedia kala.

Dietrich membaringkan tubuh Cayena di sofa. Lantas memberinya selimut yang dia bawa dari kamar.

"Kuharap kau tidak menyembunyikan apapun denganku Cay."

-TBC-

***

Chapter 8. The Eight Night. "Two Spies" -end-

January 3, 2022

NoctisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang