10. Kabar Putus Dari Dendi

1 3 0
                                    

BAB 10 - KABAR PUTUS DARI DENDI

Penat kepala, aku selalu memikirkan ini itu. Sebisa mungkin kucoba tegar, menerima hina dengan hati yang tabah. Terlagi Bapak yang tak mau diam, hanya ikut-ikutan watak sanak saudara. Bapak selalu menurut apa yang saudaranya katakan, terlebih ada Buk Ruli yang tiap hari mengompor-ngompori Bapak dengan memfitnah aku dan Ibu.

Bapak yang sarafnya terganggu mendengar hal itu pasti akan bertambah parah.

"KAMU MAU MEMBUNUH AKU KAN! HAYO NGAKU, AKU TAU WATAK LICIK KALIAN BERDUA" Bapak selalu saja seperti itu tiap hari bak orang kesetanan, teriak-teriak. Kakinya diseret ngesot-ngesot sambil merubuhkan benda-benda di rumah.

Satu hal yang bikin aku sakit hati, saat Buk Ruli datang ketika Bapak teriak-teriak kumat. Beliau didepan mataku ngatain Bapak aku GILA.
Hancur rasanya, perih! Apalagi orang tua yang selama ini memberi aku nafkah dikatain dengan sebutan itu. Aku sakit hati, iya memang aku tak bisa membalas perkataannya.

"Bapakmu itu udah ga waras nduk,"

"Otakknya dah rusak!" ucap Bu Ruli di depan mataku seraya menunjukkan peraga miring dengan jari telunjuk.

"Bapakmu udah SINTING Nduk!"

Dug!
Astagfirullahaladzim.
Sekali lagi aku dibuat sakit, hati diiris belati tajam. Bapak dihina-hina oleh Buk Ruli lebih tepatnya adek kandungnya sendiri.

Dendam mungkin yang akan terjadi, maafkan aku yang hanya menyimpan dendam aku tahu dendam itu buruk, siapasih yang malah seneng orang tua dikatain gila? Bahkan anak yang durhakapun tak akan rela orang tuanya dihina seperti itu, astagfirullah biar Allah yang membalas perbuatan kejimu Buk Ruli!

"Budeg rasanya, Bapakmu teriak-teriak mulu dari pagi sampai malam! Ganggu tetangga tidur!" ucap Buk Ruli tanpa belas kasihan.

Watak asli Buk Ruli terbongkar saat itu juga, semenjak lampau yang kutahu dia hanyalah seorang yang baik hati ramah pada keluargaku termasuk pada Bapak. Saat Bapak sakit, watak aslinya ngelunjak. Padahal Bapak adalah saudara kandungnya, kakak tertua dari sebelas bersaudara.

Setega itu mengatakan hal keji Bapak, sungguh tak memiliki belas kasihan. Bapak semasa hidup tak menyalah-nyalah ke Buk Ruli, malahan Buk Ruli sudah dianggap adik yang memiliki watak seprinsip dari dulu. Ya Allah, ternyata Buk Ruli menghianati saat Bapak jatuh sakit dia hanyalah musuh dalam selimut selama ini.

"Bapakmu keknya kerasukan jin!"

"Harus dirukyah, toh penanganan medis aja ga jalan pasti ada apa-apa didalam tubuh Bapak!"

"Tadi aku juga udah ke paranormal ngecek Pak Yit katanya benar ada jin-nya"

"Jin-nya balas dendam ke Pak Yit, Pak Yit kena Azab!!!" ucap Buk Ruli panjang lebar, malah memfitnah Bapak dengan berkata kerasukan jin. Kalo pribadi, aku ya mana percaya sama hal begituan. Syirik namanya, toh Bapak asli jelas-jelas sakit bukan kerasukan jin.

"Nanti dirukiyah ke Pak thalib, si perukiyah handal se-Kecamatan Wuluhan" sarannya lagi, aku dan Ibu gabisa bertindak ya bagaimanapun kami menuruti omongn Buk Ruli untuk memanggil ustadz rukiyah.

Nah kebetulan perukiyah yang bernama Pak Thalib itu adalah paman dari Dewi Hamidah, jadi ya aku mengabari Dewi untuk meminta Pamannya kerumahku merukiah Bapak. Biar kubuktikan nanti, apa benar Bapak kerasukan jin ataukah omongan Buk Ruli hanya fitnah Bapak agar banyak orang membenci Bapak.

Tapi nyatanya, kata Pak Thalib Bapak itu asli gangguan saraf bukan kerasukan Jin. Tapi Buk Ruli masih ga percaya atas omongan Pak Thalib, menduga terus Bapak kerasukan setan inilah itulah.

Perempuan NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang