PART 14
KEHADIRAN BRIYAN"Indah!!!"
Aina yang berdiri disamping tubuh Indah berteriak refleks, beberapa pandangan dari penjuru kelas tertuju pada wanita mungil yang pingsan di barisan kelas XII MIPA 6."Pak ada murid yang pingsan!"
Teriak Aina memberi aba pada Bapak Kepsek biar sekalian memberhentikan amanat upacara yang sudah hampir 2 jam lebih.Udaranya panas, beberapa peluh terlihat mendarat didahi siswa yng mengikuti upacara bendera.
Namun Pak Kepsek masih tetap dengan ceramahnya, tak memerduli ada anak murid yang pingsan. Melanjutkan upacara bendera entah sampai kapan selesainya.Briyan si ketua kelas dan 1 temannya menggendong tubuh gadis yang pingsan tersebut, membawanya ke ruang UKS yang lumayan jauh jaraknya dari lapangan upacara.
"Ya Allah Ndah, kok bisa pingsan si!"
"Pasti kamu gak makan lagi ya!"
Briyan menghembuskan nafas, sangat merasa kasihan dengan gadis yang digendongnya. Briyan memang tahu seluk beluk deritanya Indah, dia soalnya masih termasuk tetangganya Indah juga sahabat masa kecil tiap hari kemana-mana bareng. Tidak tegaan mengenai kehidupannya Indah, makanya sampai sekarang Briyan mengejar-kejar cintanya Indah gak mau jika Indah disakiti oleh lelaki lain, Bryan ingin membahagiakan Indah.
Tapi apadaya, Indah hanya menganggapnya sebagai sahabat tidak lebih. Indah cinta mati dengan mantannya, Dendi Zanudin. Pria asal pulau Lombok yang pernah menjalin kasih asmara dengannya.
Gadis itu terbaring diatas ranjang, petugas PMR memeriksa keadaan gadis itu. Ada yang memberi minyak kayu putih didekat sela rongga hidung untuk merangsang agar segera bangun. Dan benar, beberapa menit setelahnya gadis itu terbangun dari pingsan.
Kubuka mataku pelan, silau. Aku tak bisa melihat penuh ruangan ini, mengedip-kedipkan mata.
"Aku berada dimana?"Dua siswa yang mengenakan slayer kuning berlambang Palang Merah Remaja menghampiriku dengan membawa stetoskop dan alat pengecekan darah, dan satunya membawa kertas daftar nama.
"Atas nama siapa mbak?"
"Dan dari kelas berapa?"
Dia mengulangi perkataanya saat aku tak menjawab.
"Indah Permata Sari, kelas dua belas MIPA 6" ucapku, dan salah satu siswa menuliskan namaku didaftar nama.
Aku disuruh istirahat di ruang UKS terlebih dahulu, tidak mengikuti mata pelajaran olahraga 1 jam. Kebetulan juga kata teman-teman tadi olahraga lagi jam kosong. Aku menenangkan diri disini, aku mau melelapkan badan sebentar saja soalnya mataku ngantuk banget.
🍁🍁🍁
'KRINGGGG .... !'
'Jam pelajaran ke-3 akan dimulai 5 menit lagi, untuk siswa yang berada diluar kelas dimohon segera memasuki kelasnya masing-masing'Microphone speker berdentang dengan kerasnya, membuatku gelagap terbangun dari alam bawah sadarku. Alhamdulillah, badanku kembali fresh setelah tidur 1 jam lebih di ruang UKS. Udah lama rasanya gak tidur selelap ini.
"Saya Ijin pamit ya Kak," pegawai UKS mengganguk memerbolehkanku masuk ke kelas, aku sudah siuman.
"Hoamm..."
Aku segera melangkahkan kakiku beranjak ke kamar mandi yang terletak lumayan jauh dari ruang UKS. Mencuci muka, lalu kembali ke ruang kelas untuk melanjutkan pembelajaran kimia yang akan diajar Bu Istiqomah.Andai saja bukan pelajarannya Bu Isti, pasti aku akan melelapkan tubuh kembali di ruang UKS. Aku benar-benar masih gak enak badan, lemas semua rasanya. Remuk. Manalagi aku belum mengerjakan tugas kimia yang diberikan Bu Isti beberapa hari lalu, bukannya lupa emang sengaja tidak aku kerjakan sebab aku sibuk mengurus Bapak di rumah.
"Mungkin nanti aku kena hukuman,"
lirihku, lalu melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan memasuki ruang kelas."Hai Ndah, dah sembuh nih?" Aina tiba-tiba nonggol didepanku saat memasuki kelas XII MIPA 6.
"NDAH!!"
Satu lagi, teriak salah satu siswa di kelas samping. Dewi Hamidah, XII MIPA 6."Hai Na, Hai Wi! Alhamdulillah udah sembuh nih ... "
"Eh Wi, Bu Isti mana?" tanyaku pada Dewi yang kebetulan kelasnya baru diajar oleh Bu Istiqomah.
"Itu di dalam Ndah, habis ini mau keluar katanya" jawabnya, membuat bulukudukku dan Aina merinding.
Aku dan Aina langsung memasuki kelas saat bayangan Bu Isti nampak dibelakang Dewi. Hatiku gemeteran, beberapa teman-temanku di kelas yang ramai kemudian sama-sama gelagapan mengetahui guru killer itu memasuki kelas beberapa detik lagi.
"Ada Bu Isti rek, ada Bu Isti rek!" masih terdengar dengan lantang suara Briyan, kemudian ia menutup mulutnya yang keceplosan berteriak. Takut kedengar Bu Isti.
"Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh...,"
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh Bu,"
Bu Isti menaruh buku-bukunya di meja guru. Kemudian berdiri, siap siaga menggaris papan tulis dengan spidol. Dua papan tulis dibagi menjadi dua bagian, jadi terdapat 4 bagian.
"Hari ini mengerjakan lanjutan tugas dari PR yang kemarin, siapa cepat mengerjakan dia akan mendapatkan point"
Anak-anak yang awalnya duduk lari berhamburan menuju papan tulis, cepat-cepatan mengerjakan soal. Tapi bukan untukku, aku terlihat santai-santai saja. Toh soalnya aku juga belum bisa mengerjakan ini.
Aina juga maju, kebagian nomor sulit. Aina orangnya memang pintar sih kuakui, hampir 5 soal ia borong sendiri agar mendapatkan point. Aku gatau harus bagaimana selain pura-pura menghitung dan mencari jawaban dibangkuku, maju juga takut salah nanti kena omel Bu Isti.
Begitu juga Naura, Naura sudah mendapat kunci jawaban dari kelas XII MIPA 5. Maju tanpa beban menghafal dan menuliskan beberapa rentetan jawaban dipapan tulis. Semua diborong, beberapa siswa yang belum kebagian merasa khawatir jika tak mendapat point begitu juga denganku.
Briyan juga barusaja mengerjakan soal di depan. Aku menatap ke arahnya, akan tetapi Briyan sontak merespon menghampiri bangkuku.
"Ndah, mau tak bantu mengerjakan?"
"Emm ... , boleh den yan" ucapku padanya, toh siapa lagi yang akan bantu aku selain Briyan. Sedeket-deketnya aku sama Aina juga dia gabakalan mau membantuku, maklum anak pintar mesti rada pelit soal berbagi.
"Nomor 12 A ini loh salah yang dikerjakan Naura. Coba deh tak kerjakan ya, terus kamu yang maju"
Satu per satu, Briyan mengeja angka lantas menghitungnya. Sesekali kutatap Briyan, Briyan baik juga yah... Gaada orang lain yang mau membantuku disaat pelajaran kimia selain dirinya makasih banyak loh yan, jadi ngerasa canggung banget rasanya kalau memikirkan aku yang selalu sontak menolak cinta dari Briyan.
Briyan, juga banyak yang menyukai di sekolahan ini. Beberapa temanku juga kadang menggangapku aneh yang tak mau menerima Briyan, udah cakep pintar lagi. Tau-taunya lebih suka sama LDR atau hubungan jarak jauh yang jelas-jelas hubungan semu dan tidak nyata.
"Selesai,"
"Ini Ndah, cepet kamu hafalkan dan tulis didepan. Mumpung anak-anak masih ramai menulis, daripada menulis sendirian kan? Yang ada nanti dicurigai Bu Isti" kata Briyan berbisik seraya menyerahkan spidol miliknya kepadaku
"Siap, makasih ya yan!"
"Woke, sama-sama!"
Aku beranjak kedepan sesuai urutan setelah menghafal kunci jawaban yang dikerjakan Briyan. Aku pasrah akan nilaiku yang terpenting nulis jawaban dan dapat nilai, aku juga yakin aja jawaban Briyan pasti benar.
"Kamu dapet dari mana Ndah jawabannya?" Naura tiba-tiba menyenggol sikut, matanya melenceng sinis menatapku. Juga bibir ranumnya mengekspos ketidaksukaan.
"Ada deh"
"Oh gitu yah kamu, mentang-mentang kenal Dewi MIPA 5 langsung minta bocoran jawabanke dia! Palingan kalo ditantang Bu Isti kamu gaakan bisa, masih pintaran aku"
"Hmm, iyah"
Aku menanggapi omongan Naura biasa saja, malas memperdebatkan hal ini dengan dia. Yang jelas mencontek jawaban dari kelas sebelah lo dia, bukan aku malah ngatai aku. Hadeh ra, ra..!.Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan November
Любовные романыIndah Permatasari, seorang gadis kelahiran bulan November. Ia adalah sosok perempuan yang mempunyai kesabaran diambang batas. Kehidupan memanglah berliku, banyak cobaan yang menghadang. Bahkan mengenai hubungan asmara dengan kekasihnya harus dipaksa...