"Hening mau apa?" Yuni bertanya yang diakhiri suara ketukan buku pada meja. Dia tidak pernah lupa merapikan meja di jam istirahat. Berbeda dengan Hening yang semua buku asal dimasukkan ke dalam kolong meja.
Dari mejanya, Hening menyahut, "Es coklat sama risol mayo dua."
Uang dari saku ditarik. Gema menerima dua lembar uang lima ribu. Hening kembali menelungkupkan kepala. Semetara dari arah pintu, Yuni melambaikan tangan pada Gema. Dengan bahasa isyarat, ia meminta cowok itu untuk bergegas. Hening melanjut tidur.
Tidak ingat sudah hari keberapa sejak mereka dekat. Dekat dalam artian Hening tidak perlu ragu untuk menitip jajanan kantin pada Gema. Yuni juga belajar bahasa isyarat sedikit-sedikit. Mereka berdua biasa menjelajahi seisi kantin. Sebutan gaulnya partner in crime.
Abu-abunya sudah tak sepolos dahulu kala. Berawal dari titik penuh warna milik Yuni. Lalu sekarang ditemani warna-warna semu Gema. Tidak pernah terlintas dalam kepala untuk menjadi akrab dengan Yuni, apalagi Gema. Mereka yang membantunya lupa dengan segala lika-liku masalah rumah. Membuat Hening abai dengan pacar simpanan Papa, atau Mama yang selalu bergelut dengan pekerjaan.
Dari arah kanan, sayup-sayup Hening mendengar pembicaraan sekelompok perempuan. Mereka tidak berbisik, maupun berteriak. Namun cukup untuk dapat didengar Hening. Semula membahas lomba, serta festival olahraga sekolah yang sebentar lagi akan diadakan. Hening mendadak ingat hal itu. Tahun lalu ia tidak menghadiri sama sekali.
Telinga agak tergelitik saat nama Gema disebut. Hening hampir lompat dari tempat duduknya ketika namanya sendiri turut menjadi bahan pembicaraan.
Tidakkah mereka sadar objek pembicaraan mereka ada di dekat sini?
Hening tidak beranjak. Mereka akan berhenti bicara kalau tahu Hening ada di sana dan tidak terlelap. Gadis itu ingin tahu lebih lanjut tentang percakapan mereka.
"Kalo diliat-liat, Gema ganteng juga, anjir!" salah satu dari mereka berseru.
"Ke mana aja lo!" seorang dengan suara cempreng menyahut.
Benar, ke mana saja kamu wahai salah satu anggota kelompok gosip dengan rambut ikat kuda? Bagaimana bisa baru menyadari paripurnanya wajah seorang Gema Akarsana?!
"Eh, tapi." Suara lembut itu hampir hilang tertelan ramainya kelas. "Gema pacaran sama Hening, ya?"
Mata yang tengah pura-pura terpejam itu langsung melotot. Bukan hanya Hening, sekelompok penggosip juga sama terkejutnya. Berbagai reaksi terdengar. Mulai dari suara teriak 'Hah?' dan suara orang tersedak. Tolong siapapun bantu gadis tersedak itu.
"Kok bisa orang kayak dia punya pacar?"
Kayak siapa? Kayak Hening?
"Begitu-begitu Hening banyak yang naksir!" seru salah satu gadis, kemudian tertawa sambil menepuk bahu temannya. Detik-detik sebelum terjadi pertikaian.
Masa iya? Dahinya mengernyit dalam. Bagaimana bisa mereka membuat kesimpulan seperti itu. Orang jarang berinteraksi sepertinya disukai orang lain? Mustahil, shay.
Acara menguping terpaksa harus disudahi. Segerombol penggosip langsung mengganti topik ketika Yuni dan Gema memasuki kelas. Hening mengangkat kepala. Wajahnya berseri melihat Gema. Tidak. Melihat makanan yang dibawa dalam rengkuhannya. Risol isi daging dan mayonnaise ...
Yuni dan Gema sampai di depan Hening. Satu demi satu belanjaan ditaruh di atas meja. Uang kembali diberikan pada Hening. Semprot antiseptik sana-sini, barulah risol mayo disabet. Berbeda dengan Hening yang makan gorengan berminyak, Yuni membeli bubur ayam. Sedangkan Gema melahap bakpao isi daging yang masih mengepulkan asap hangat. Harusnya Hening beli itu juga tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
S [ayo ikut PO S!!!]
Teen FictionCek instagram @.stora.media untuk ikut pre-order S!! Dia bukan baja yang terkenal kuatnya, ataupun dandelion yang terlihat rapuh namun kuat di dalam. Dia Hening. Hening yang rapuh dan abu-abu. Hening yang jatuh hati pada keheningan. Dia Hening, kein...