Derap langkah itu refleks membuat Hening menoleh, sampai abai dengan air mata yang bercucuran membasahi pipi. Butiran air melompat dari sisi wajah ketika ia bergerak. Gema Akarsana di depannya tidak terlihat jelas akibat sepasang netra dikuasai air mata yang membendung. Siap untuk terjun bebas melalui pipi gembilnya. Hening berkedip sekali dan mereka meluncur indah. Tiap kali menangis, dadanya nyeri. Entah di mana tepatnya, tapi nyerinya betulan nyata. Karena itu, Hening benci menangis.
Belakangan, Hening menyadari betapa kejam pemikirannya sendiri. Terutama terhadap dirinya sendiri. Berusaha keras ia menghindari hal yang dapat menambah sakit pada diri sendiri, seperti menangis. Hening benci dirinya yang menangis. Hening mengasihani dirinya yang berlinang air mata. Bukan hanya ia, Gema juga turut tidak suka melihat Hening bersama tetes-tetes air mata.
Gema dibesarkan oleh seorang wanita single parent yang luar biasa. Bunda Nisa, begitulah ia memanggil malaikat tak bersayap itu. Gema sangat menyayangi Bunda Nisa. Lewat pedulinya pada sang bunda, menjadikan Gema punya begitu tinggi rasa hormat terhadap kaum wanita. Ia begitu menghargai mereka. Dan melihat air mata seorang wanita dapat turut menimbulkan ngilu di dada. Gema kerap membayangkan kalau sang bunda yang berada dalam posisi itu. Gema Akarsana, ia lemah terhadap tangis wanita. Terlebih, ini Hening Wijaya.
Wajah mungilnya ditangkup. Gema mengusap air mata yang berulang kali keluar dari kedua bulat hitam itu. Pipi Hening tertekan, bibirnya mengerucut seperti bebek. Sementara air mata masih belum berhenti mengalir. Wajah Hening memerah, terutama bagian pucuk hidung.
Hening yang menangis membuatnya tak dapat berpikir jernih. Gema langsung saja menariknya menuju kendaraan roda empat Bunda Nisa yang terparkir tidak jauh dari sana. Hening tidak melakukan perlawanan ketika dimasukkan ke dalam kursi belakang.
Bunda Nisa tidak tahu apa yang terjadi, sontak saja terkejut melihat Hening yang begitu pilu tangisnya. Nisa menuruti permintaan Gema untuk membawa mereka kembali pulang ke rumah. Dalam perjalanan yang terasa panjang, cowok itu menoleh tiap detiknya pada Hening di kursi belakang.
_#_
Kalau kekuatan super itu betulan ada, Hening ingin punya kekuatan untuk menghapus ingatan seseorang. Setidaknya ingatan Gema dan Bunda Nisa. Kemarin sungguh memalukan. Hening tidak ingin mengingatnya. Entah ia masih bisa berhadapan dengan Gema atau tidak setelah itu. Sepertinya Hening harus mulai memikirkan jawaban paling logis, jaga-jaga kalau Gema bertanya, "Kemarin kenapa nangis?"
Menangis tanpa suara, namun air matanya cukup keras untuk meneriakkan kesedihan terpendam. Ketika Bunda Nisa menanyakan keadaannya, Hening hanya diam sambil berusaha menahan tangis. Bahkan ketika diberi sepotong roti, ia memakannya sambil berlinang air mata. Sampai diantar tepat ke depan pintu rumah, barulah cewek itu tenang. Ia berpamitan dengan terbata. Hening sudah lama sekali tidak menangis. Terlalu banyak beban di pundaknya. Ia enggan menjatuhkannya, karena tidak tahu harus bagaimana. Dan berkat tangisan itu, satu demi satu mulai luruh. Tapi tetap saja memalukan!
Hening meremat tali tasnya. Wajahnya berubah masam karena masih ingat betul kejadian tempo hari. Ia memukul kepalanya pelan, namun berulang. Berharap, ingatan dalam satu hari terakhir dapat runtuh dan menghilang. Beberapa siswa yang lalu lalang di koridor, mengernyit melihatnya, kebanyakan tidak mau memberi atensi.
Terdengar suara langkah cepat yang begitu menggelitik telinga Hening. Tiba-tiba tangannya berhenti dari memukuli kepala sendiri. Seseorang mencekal keduanya dengan kuat. Dan ketika membuka mata, yang pertama dilihatnya adalah Gema. Sial, padahal Hening berniat menghindarinya selama seminggu ini.
"Jangan dipukul, nanti sakit."
Hening menggaruk tengkuk di balik helai rambut. Ia mengangguk pelan sambil terus berusaha menghindari tatapan mata Gema. Diakhiri dengan mereka berjalan ke kelas bersisian. Hening panas-dingin di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
S [ayo ikut PO S!!!]
Подростковая литератураCek instagram @.stora.media untuk ikut pre-order S!! Dia bukan baja yang terkenal kuatnya, ataupun dandelion yang terlihat rapuh namun kuat di dalam. Dia Hening. Hening yang rapuh dan abu-abu. Hening yang jatuh hati pada keheningan. Dia Hening, kein...