14: Berdua

74 20 2
                                    

"Hei, bete amat kayaknya?"

Hening melirik tanpa menoleh. Ia menahan diri untuk tidak melengos. Akhir-akhir ini, Hening pikir ia harus mengurangi sikap buruknya satu itu. Setidak sukanya dengan seseorang, jangan sampai melukai hatinya. Pelajaran hidup yang didapat setelah berbincang dengan Gema setelah pertikaian kecil bersama Yuni.

Mungkin efek PMS, Hening jadi segalak sekarang. Sensitif dan emosional. Belakangan perutnya sering nyeri juga.

Andre duduk pada kursi Gema. Hangat bokongnya mungkin masih terasa karena cowok itu baru pergi beberapa menit lalu. Hening membenarkan posisi duduk. Berhadapan dengan Andre adalah salah satu hal yang tidak diinginkan. Hening tidak tahu harus berbuat apa agar cowok itu pergi. Dia selalu cengar-cengir di depan Hening. Wajah tampan namun tengil itu bisa membuat kesal Hening kembali.

Kelas yang sepi menambah beban di pundak Hening. Hanya ada dua-tiga anak yang tinggal. Beberapa ke toilet, kebanyakan pergi melihat pertunjukan musik untuk menggalang dana acara sekolah. Yang bernyanyi adalah siswa-siswi sekolah, tidak ada band favorit Hening, dia tidak tertarik untuk menonton bersama Yuni.

Kembali lagi dengan Andre di depan. Dia mengajukan pertanyaan dengan mendadak. Hening tidak ingin mengungkit hari kemarin di mana Yuni terus cemberut tiap berpapasan dengannya. Tapi, cowok ini malah bertanya akan hal itu.

"Lomba nyanyi. Gue gak mau ikut tapi Yuni maksa," kata Hening, berusaha memberi jawaban lengkap dan ringkas agar Andre tidak bertanya-tanya lagi.

"Ada lomba begituan? Gue baru tau."

"Ikut sana, gantiin gue biar Yuni seneng," sahut Hening asal.

Andre tertawa. "Kasihan jurinya," katanya bercanda, "kalo padus, baru bisa gue."

Pintu tiba-tiba menjeblak terbuka. Semua serempak menoleh. Yuni berdiri di sana, melambaikan tangan heboh pada Hening.

"Gue gak nyerah, ya, pokoknya lo harus ikut!" pekik Yuni. Telunjuk serta jari manis menunjuk kedua matanya, kemudian menunjuk Hening yang dilanda bingung. Tidak mungkin kan dia mendengar percakapan Hening dan Andre? Semoga saja cewek itu tidak melakukan hal aneh. Kata-kata sederhananya seperti alarm bahaya bagi Hening

_#_

Hari Minggu. Hening tidak pernah menyukainya karena keesokan hari, ia akan kembali berjumpa dengan Senin yang padat. Tapi untuk pertama kali, Hening berada di luar rumah pada hari Minggu. Tidak lagi menghabiskan waktu menonton animasi Jepang sampai membuat matanya pegal, atau membaca ulang web-novel kesukaannya. Hening ada di luar rumah. Luar rumah! Catat itu!

Kemeja putih di paling atas tumpukan baju diambil. Untuk bagian bawah, Hening mengenakan celana jeans panjang. Semua Hening pilih secara acak. Tidak ada waktu untuk bingung ingin mengenakan ini atau itu. Walaupun pergi bersama Gema, mereka tidak akan kencan. Pergi main bersama teman layaknya teman. Yuni pun turut hadir.

Sampai di lokasi, Hening dibuat bingung akibat baru membaca pesan singkat dari Yuni. Gue harus ke RS, jagain Nenek, pesan singkat itu membuat Hening menggaruk tengkuk. Lo berdua sama Gema aja, ya. Tambah digaruklah tengkuk yang tak gatal itu.

Acara hari ini seharusnya dipandu Yuni. Cewek itu yang mengajak Hening untuk mencari buku resep di toko buku. Kalau Yuni sendiri tidak ikut, lebih baik acara dibatalkan. Namun sayang, Gema sudah tiba sebelum Hening mengirim pesan singkat padanya. Dia turun dari kendaraan roda empat. Kaca bagian pengemudi diturunkan. Bunda Nisa melambaikan tangan pada Hening.

"Titip Gema, ya, Ning!" kata terakhir sebelum mobil putih itu tancap gas dan pergi.

Sisa Gema dan Hening, berdiri seperti orang tersesat di depan sebuah mall. Jarang sekali Hening melihat Gema tanpa seragam sekolah. Lihatlah dia. Kaos biru dengan celana jeans biru. Hening menyadari ikat pinggang coklat yang menempel pas di pinggangnya. Satu kata, keren. Tidak. Dua kata, keren dan tampan.

S [ayo ikut PO S!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang