Mari bercerita

28 6 0
                                    

Tak ada yang salah dengan masa lalu,
Hanya saja kau yang terlalu berharap
Bisa kembali.

•••

Haisa pulang dari kafe setelah asar, kepalanya sedikit pusing mencerna kejadian kejadian serta pernyataan aneh dari Aditya dan dua temannya.

Ia merasa seperti terlibat dalam sesuatu diantara mereka, hanya saja Haisa masih tak mengerti mengapa semuanya mengarah pada dirinya.

Haisa berguling guling di atas kasurnya, berbagai macam posisi sudah ia coba namun masih saja ia merasa bosan, seperti ada sesuatu yang kurang, seperti ada sesuatu yang ia rindukan.

Matanya melirik kearah nakas, nampak foto keluarga lengkap dengan Haisa, senyum senyum tulus terpampang diabadikan dalam bentuk potret sederhana yang sedikit mengobati kerinduan.

"Main ketempat umi ah." Haisa merasa ada Yang perlu diceritakan kepada uminya.

Ia bangun dari tidurnya, mengambil beberapa buku lalu memasukkan nya ke tas, langkah pertamanya adalah berdiri di depan cermin besar miliknya.

Ia membenahi sedikit jilbab panjang nya, lalu dilihatnya perempuan cantik berdiri di depannya, Haisa tersenyum kecil, menguatkan dirinya sendiri, ia yakin bahwa semua sudah mendapatkan porsi masing masing.

"Nak, Dunia itu tempat meninggal, bukan tempat tinggal"

"Haisaaaa, perempuan itu harus kuat ilmu agamanya, kalo tidak kamu akan gila karena perasaan kamu"

"Haisaaa, jangan kecewa saat kamu gagal mengejar dunia, sungguh kegagalan itu adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menyelamatkan Haisa dari kelalaian"

Haisa duduk di samping gundukan tanah dengan Nisan di depannya, tangannya menaburkan sedikit bunga yang tadi di bawa nya dari taman depan rumah nya.

"Haisa capek umi." Haisa mengadukan rasa lelah nya

Layaknya busur panah tanpa pendorong di belakangnya, itulah yang ia rasakan saat ini, bagaimana ia bisa melesat jauh ke depan bila ia harus berjalan sendirian.

Haisa melirik ke samping, melihat makam dengan Nisan bertuliskan Usman Arifin, Abi nya yang meninggal 6 tahun lalu.

ia masih sangat belia saat laki laki yang ia panggil Abi itu meninggal dunia, usianya masih 11 tahun saat itu, saat keadaan mencekam terlihat jelas di depan matanya, saat darah dengan bau amis itu mengenai wajahnya.

Pil pahit harus ia telan, kehidupan mengubah seluruh alur ceritanya, satu persatu orang orang di dekatnya di singkirkan, Sekarang hanya tinggal ia seorang.

Sesekali ingin sekali rasanya ia membalaskan semua luka yang ia rasakan, namun beruntung ia memiliki hati yang masih menemukan alasan untuk tetap bersabar.

Hari mulai beranjak petang, Haisa bangkit diri duduknya, mengucapkan salam perpisahan ke arah nisan kedua orang yang sangat ia cintai lalu melangkah keluar dari area makam.

Sampai dirumah jam sudah menunjukkan waktu magrib, Haisa bergegas melaksanakan kewajibannya, selanjutnya ia memilih menghabiskan malam kali ini untuk memasak di dapur.

Haisa cukup pandai dalam urusan dapur, uminya selalu mengajari nya cara memasak entah itu yang simpel sampai yang benar benar sulit sampai Haisa bingung menghapal resep dan cara memasaknya.

Besok Kita Coba lagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang