- Prolog

108 15 16
                                    

Assalamu'alaikum Wr Wb teman-teman pembaca semua!

 Welcome di cerita kedua aku.

Hope you guys enjoy^^

Silahkan tandai typo yang temen-temen temukan. Jangan lupa vote dan spam komen tiap paragraf! Saling follow juga boleh.

Sudah siap?

Happy reading!

***

"KERE AJA BELAGU!"

"NGAKUNYA ANAK DIREKTUR, EH DIREKTUR BAKSO KELILING DONG!"

"HAHAHA!"

"GEMBEL NGGAK TAU MALU!"

"HUUUUUUUU!"

"SAMPAH YA SAMPAH AJA!"

Nazua Pramudita. Panggil saja dia Nana. Tubuhnya terduduk di tengah-tengah anarkisnya siswa SMA Gardhapati yang kini tengah melemparinya dengan sampah-sampah halaman. Menendang serta menginjak kakinya. Tak lupa lontaran-lontaran kejam dari mulut mereka, membuat luka di hati Nana semakin melebar.

Apa karena suatu kesalahan semua orang berhak menginjaknya? Nana yakin, diantara yang mem-bully-nya pasti pernah melakukan kesalahan, bahkan bisa lebih besar. Namun untungnya hal itu masih tertutup rapat. 

Gadis itu semakin terisak. Ia hanya menunduk sembari memeluk tasnya erat-erat. Untuk mendongak pun ia tak berani.

"MISKIN SOK KERAS!"

"INI SEKOLAH MAHAL! LO TUH CUMA DEBU DIANTARA SERBUK EMAS! SADAR NGGAK?!"

"PENIPU!"

"KENA KARMA KAN LO!"

"NGGAK PUNYA OTAK YA LO?!"

Berdiri disamping ring basket, menenteng ranselnya dengan santai Gaby tersenyum miring sambil bersedekap dada. Ia merasa puas melihat gadis menyedihkan yang notabenya adalah teman dekatnya itu.

"Penderitaan lo dimulai dari sini, Na."

Tak lagi seharum pagi tadi, kini tubuh Nana penuh dengan bau busuk. Beberapa ranting kayu yang dilemparkan pun berhasil menggores lengan putihnya. Ia hanya diam tertunduk tak mampu melawan. Menangis saja yang ia bisa, sambil menyesali kebodohannya selama ini.

"BERHENTI!"

Bersamaan dengan suara itu, seseorang menyambar tubuh Nana, mendekapnya erat. Nana dapat merasakan degupan jantung seseorang dari sisi wajahnya yang kini menempel tenggelam dalam dada bidang itu. Air matanya bahkan membasahi jas navy yang dikenakan cowok itu.

"Lo semua buta?!"

Suara itu lagi? Nana sedikit mendongak. 

Rahang mengeras dengan tatapan penuh amarah itu membungkam mulut orang-orang yang mengitarinya.

"Perempuan yang kalian injak-injak ini juga siswa disini. Dia manusia biasa yang juga jadi saudara kita! Dia penduduk bumi Gardhapati!" lantangnya melayangkan sorot tajam.

"Sekarang gue tanya. Apa kalian nggak pernah buat kesalahan? Sekalipun apa kalian nggak pernah?! Sesuci itukah kalian?"

Menjeda ucapannya, ia mendengus kesal. 

"Sampai seenak jidat ngehakimin orang lain, yang bahkan lo semua nggak pernah tau akar masalahnya!"

"Kalau sampai terjadi sesuatu sama dia lo semua mau tanggungjawab? Hah?!" Cowok itu menunjuk pelipisnya geram. "Pikir pakai otak!"

In Seventy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang