Assalamu'alaikum Wr Wb teman-teman pembaca semua!
Welcome di part 10 ISD!
Di tempat kalian ujan nggak?
Silahkan tandai typo yang kalian temukan. Baca dan rasakan dengan hati.
Ramaikan kolom komentar di setiap paragraf, dan klik tombol VOTE GRATIS di akhir halaman. Boleh juga share cerita ini ke orang lain. Karena dukungan dari kalian sangat aku butuhkan, thank you:)
Sudah siap?
Happy reading!
***
Nana menghembuskan napasnya kasar begitu keluar dari pintu bertuliskan 'Ruang BK'.
Ya, ia sudah mendapat surat izin pulang. Namun kata Bu Inggit, Nana harus mendapat tanda tangan dari Bu Nadine sang ketua BK terlebih dahulu yang kebetulan sedang mengisi bimbingan di salah satu kelas 12 lantai 4.
"Ya kali gue harus nyusul ke lantai empat."
Gadis itu menggeleng. "Bukannya cepat pulang, yang ada gue jadi bahan makian di sana."
Sepanjang berjalan di lorong sepi itu, Nana terus saja mendumel sendiri membawa selembar kertas yang ia gulung di tangannya. Gadis itu terus berpikir untuk menemukan cara yang tepat tanpa menghentikan langkahnya.
Sampai telinganya mendengar derap langkah yang menggema semakin keras. Sepertinya akan ada segerombolan orang yang mendekat.
Langkah Nana terhenti di tengah perempatan gedung. Ia menoleh ke kanan dan kirinya, namun kosong. Ketika ia membalikkan posisinya, barulah tampak sekitar lima cowok tengah berlari dari arah belakang dan melewati dirinya.
"Minggir!"
"Awas, awas!" peringat beberapa diantara mereka, bahkan tubuh Nana sempat tersambar dua kali namun ia hanya diam memperhatikan.
"Sini bego! Lo pada mau ngapain lurus? Manjat pager cepat!" cecar salah satu dari mereka.
Setelah mendengar perintah itu, ketiga cowok tadi langsung mengubah arah menjadi belok ke kanan. Sepertinya menuju ke arah toilet wanita, tempat dengan pagar tembok yang lebih rendah dari lainnya.
Tak hanya Nana, mungkin siswa lain juga sudah cukup sering melihat anak-anak membolos lewat sana.
Beralih dari cowok tadi, Nana sepertinya mendapatkan keputusan yang tepat meskipun cukup beresiko.
"Masa gue ikut lompat pagar?"
Nana berpikir sebentar.
"Tapi bakal jauh lebih cepat sih dari pada naik ke lantai 4 dulu. Kebanyakan proses," pikirnya.
"Nah ini ngapain ini? Kamu ngapain masih di sini? Bolos juga?"
Nana terkejut menadapati laki-laki tinggi kekar yang sudah berdiri di sampingnya sembari membawa penggaris besar, bertanya padanya dengan tatapan menyelidik.
Beliau Pak Danu, guru piket yang selalu berjaga setiap hari kamis. Di belakangnya terdapat beberapa siswa mengenakan jas navi, Nana tau mereka anak Osis.
"Heh? Kok malah diam?" Pak Danu kembali bersuara membuat Nana tergagap.
"Kamu ngapain masih di sini? Kan ini masih jam KBM, kamu bolos juga?" ulangnya.
Nana menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Sa-saya mau izin pulang."
Ia mengangkat gulungan kertas di tangannya. "Ini saya baru dapat surat dari kantor BK."
KAMU SEDANG MEMBACA
In Seventy Days
Teen FictionAbian? Siapa sih dia? Yang jelas dia bukan cowok dingin yang irit bicara. Bukan cowok kejam, psikopat dan sejenisnya. Bukan cowok paling suci yang belum pernah merasakan cinta. Bukan pula cowok tengil yang suka tebar pesona. Tapi ini Abian, cowok ap...