Assalamu'alaikum Wr Wb teman-teman pembaca semua!
Welcome di part 6 ISD!
Akhirnya aku up:)
Gimana nih kabar temen-temen? Baik dong pastinya, apalagi abis dapet chat manis dari doi:v
Okey seperti biasa, tandai typo yang temen-temen temukan ya. Jangan lupa bacadan rasakan dengan hati, ramaikan kolom komentar di tiap paragrafnya dan vote di akhir halaman okay?
Siap ya?
Happy reading!
***
"Masuk, Na."
Nana mengangguk, tersenyum canggung ketika Abian menyuruhnya untuk segera masuk. Namun nyatanya Nana masih mematung sambil menatap ragu mobil Ferrari di hadapannya. Digenggamnya kedua tali tas hitam itu kuat-kuat, berharap bisa mengurangi kegugupannya.
Tak bohong jika hatinya merasa sangat bahagia. Kapan lagi bisa pulang bersama dengan cowok idamannya selama ini? Namun saat ini, bayangan akan kecanggungannya bersama Abian nanti terus menghantui gadis itu.
Nana menarik napas sebentar. Memantapkan hatinya yang masih terus berdebar. Mendekat setelah menggeleng kecil beberapa kali untuk mengusir pikiran-pikiran negatifnya.
Hmm ... Aroma coffe seketika menyapa indera penciuman Nana tatkala pintu terbuka. Rasanya jauh lebih tenang, apalagi ketika senyuman dari seseorang di dalam menyambutnya hangat. Dalam sekejap, bayangan aneh di kepala Nana lenyap begitu saja.
Gadis itu duduk diam memangku kedua tangannya. Nana menyapukan bola matanya tanpa menggerakkan kepala. Seketika ia dibuat takjub dengan fasilitas mobil yang ia tumpangi kali ini. Jauh lebih mewah daripada mobil pura-puranya dulu.
Beberapa detik Nana kembali dari ketakjubannya. Ia merasa aneh, kenapa Abian hanya menyalakan mesin mobil tanpa ada niatan untuk menjalankannya? Padahal ia sudah duduk cukup lama di sana. Apa yang cowok itu tunggu?
Akhirnya Nana memberanikan diri untuk menoleh ke kanan. Hendak bertanya namun terurungkan karena Abian menunjuk sabuk pengaman yang sudah menyilang di dada cowok itu.
"Pakai dulu," titahnya.
Beberapa detik Nana terdiam, mencerna. Hingga ia tersadar, yang ditunggu adalah dirinya.
Ah Nana tidak terbiasa dengan hal seperti ini. Gadis itu tersenyum kaku lantas bergerak gusar segera mengenakan seatbelt. Namun karena gerogi tingkat akut, nampaknya Nana tidak bisa bergerak tepat. Ya, ia kesusahan.
Di sampingnya, Abian terkekeh kecil. Sedetiknya tanpa sepengetahuan Nana, Abian melepas kembali seatbelt di tubuhnya lantas mencondong ke jok gadis itu.
"Gue bantu."
Bersamaan dengan suara itu, Nana terkejut mendapati tangan besar berkulit cerah yang sudah berada di sebelah tangannya membantunya mengenakan seatbelt.
Sontak Nana menoleh, seketika napasnya tercekat, bola matanya melebar. Ketika sebelah wajah Abian sedikit lagi menempel di hidung mungilnya. Membuat Nana berusaha keras memundurkan kepalanya meski sudah mentok.
Nana tau cowok itu tidak bermaksud untuk modus, terlihat jelas dari pergerakannya yang terlihat tenang. Nana semakin menahan napasnya. Tak dapat dipungkuri, memandang Abian dengan jarak sedekat ini berhasil membuat jemarinya berkeringat dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Seventy Days
Teen FictionAbian? Siapa sih dia? Yang jelas dia bukan cowok dingin yang irit bicara. Bukan cowok kejam, psikopat dan sejenisnya. Bukan cowok paling suci yang belum pernah merasakan cinta. Bukan pula cowok tengil yang suka tebar pesona. Tapi ini Abian, cowok ap...