19 - Sadar Posisi

21 4 2
                                    

Assalamualaikum Wr Wb teman-teman pembaca semua!

Bagaimana kabarnya?

Semoga sehat selalu ya!

Maaf baru bisa update, semester ini tugasnya bikin istighfar :)

Dan akhirnya hari ini Nana, Abian, dkk kembali!

Siapkan hatinya ya^^

Mohon bantuannya untuk Author dengan membaca, meramaikan kolom komentar, dan VOTE GRATIS di akhir halaman.

Terimakasih!

Sudah siap?

Happy reading!

***

Nana menikmati brownisnya dengan penuh senyuman. Sesekali gadis itu mengawang ke atas mengingat perhatian Abian kepadanya akhir-akhir ini. Ah, Nana jadi tidak fokus. Kepalanya terpenuhi oleh cowok keren itu.

"Kalau lagi kayak gini, rasanya lo gampang banget untuk gue gapai, Bi."

Nana mengembangkan senyumnya masih membayangkan wajah Abian di matanya.

"Beruntung banget andaikan gue bisa punya lo. Hoki seumur hidup langsung kepakai semua," kekehnya geleng-geleng sembari menyomot brownisnya yang tinggal sedikit.

"Yah ... Na, kok lo udah makan, sih?"

Seketika seluruh khayalan Nana melebur. Gadis itu menatap kesal Jian yang tengah mengambil posisi duduk di hadapannya dengan gusar. Cowok itu telihat sedikit ngos-ngosan.

"Percuma dong gue mengarungi lautan dan samudra cuma buat bawain lo coklat."

"Lebay lo!" timpal Nana.

Nana mencebikkan bibirnya menatap dua batang coklat di tangan Jian.

"Ogah juga gue, semua yang lo bawa pasti berujung promosi."

Jian langsung menyengir lebar tak menyisakan mata sipitnya.

"Tau aja lo. Eh, tapi setikernya belum gue cetak lagi. Jadi lo tenang aja, coklat kali ini nggak kayak yang waktu di taman dulu."

Nana hanya menggeleng, tak mengindahkan apapun alasan konyol Jian. Gadis itu memilih untuk segera menghabiskan brownisnya.

"Gue nggak ngerti deh, kenapa mereka semua sebenci itu sama lo," ujar Jian, tiba-tiba ia teringat kejadian tadi.

Nana hanya mengedihkan kedua bahunya. Ia jadi kepikiran dengan rencana Abian. Nana hanya berharap semoga semuanya tidak semakin rumit.

Beberapa detik Jian mebiarkan Nana menikmati brownisnya. Tak sengaja tatapannya terjatuh pada luka memar di pergelangan gadis itu. Ya, Nana sempat menceritakan kejadian malam itu pada Jian di Aula tadi.

Tatapan Jian beralih meneliti ke wajah Nana. Perasaan ibanya semakin besar melihat bekas benturan yang masih memerah di kening gadis itu. Nana benar-benar gadis yang kuat, pikir Jian.

"Sorry, ya, Na."

Sepontan Nana menataap Jian bingung.

"Untuk?"

Jian menunjuk kening Nana dengan dagunya.

"Jidat lo, harusnya gue lindungin lo tadi."

Nana menghela berat lantas menatap Jian sinis.

In Seventy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang