17 - Abian Cakep

39 6 4
                                    

Assalamu'alaikum Wr Wb teman-teman pembaca semua!

Welcome di part 17 ISD!

Siap bertemu Nana dkk?

Siapkan hati dan humor kalian ya^^

Mohon bantuannya dengan membaca, meramaikan kolom komentar, dan klik VOTE GRATIS di akhir halaman!

Sudah siap?

Happy reading!

***

"Jian! Ji, lo ngapa malah takut sih?" pekik Nana melihat Jian justru mengumpat di belakang tubuhnya.

"Na, selamatkan gue, Na!"

"Ck, Jian! Lo cowok bukan sih?"

Tuk!

"Awh ..." ringis Nana begitu sebuah penghapus papan tulis membentur keningnya cukup keras.

"BERHENTI! SEMUANYA GUE BILANG BERHENTI!" teriak Fajar menaiki meja dari pojok depan.

Ia panik karena kelas mendadak gempar.

BRAK!

Seseorang tiba-tiba menggebrak pintu dengan kuatnya hingga membalikkan suasana kelas dalam satu detik.

"Bisa berhenti norak nggak?" sarkasnya melayangkan tatap tajam.

Hampir semua anggota kelas diam ketakutan atas kedatangan Abian dengan aura kemurkaan.

Abian langsung berlari menghampiri Nana yang berdiri takut di ujung kelas, gadis itu masih memegangi keningnya yang terasa nyeri.

"Apanya yang sakit?"

Nana menggeleng. "Jidat, tapi dikit kok."

Sementara Jian menghela lega. Akhirnya bantuan sudah datang.

"Dasar perek!" umpat Cherry membanting pensilnya ke meja.

Abian melirik Jian dan Nana bergantian.

"Sorry, gue telat."

Jian tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, Kak."

"Lo juga bisa berhenti cari perhatian nggak?"

Dewa menyeringai masih dengan mengangkat sebelah kakinya ke bangku. Cowok berambut acak-acakan itu menatap remeh Abian yang masih sibuk menenangkan Nana.

"Mentang-mentang ketua Osis lo pikir semua orang berhak nurutin semua ucapan lo? Lo pikir semua orang takut sama lo? Nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan," cibir Dewa sengaja.

Tak bisa dipungkiri jika kilatan emosi mulai menyala di hati Abian. Namun, salah satu kelebihan Abian adalah ia bisa dengan mudah mengontrol emosinya dan berlagak sangat tenang.

Setelah memastikan Nana baik-baik saja, Abian berjalan santai menghampiri Dewa yang sudah berdiri angkuh.

"Lo tau? Kenapa dulu lo nggak terpilih menjadi ketua Osis?"

Tangan Dewa terkepal kuat melihat senyuman tipis terbit di bibir Abian. Ekspresi itu sangat mengejek dirinya.

"Itu karena semua orang tau, apa yang keluar dari mulut lo adalah omong kosong. Nggak ada yang berbuah tindakan."

Dewa menggertakkan giginya. Urat lehernya kembali tercetak menembus kulit coklatnya setiap kali adu mulut dengan Abian.

Dewa sangat benci cowok berstatus Ketua Osis itu. Apalagi ketika harus mengingat persaingan sengitnya dulu untuk merebutkan gelar itu.

In Seventy DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang