1

7.6K 135 0
                                    

Devano berjalan cepat setelah menutup pintu mobil. Ralat, bukan menutup tapi membanting. Emosi Devano sudah sampai di ubun-ubun sekarang.

Devano membanting pintu dan menampar salah satu anak buahnya. "SEKARANG DI MANA ORANG ITU?!" tanyanya keras.

"M-maaf Tuan. Kami belum menemukannya."

"DASAR GAK BECUS! SAYA BAYAR KALIAN UNTUK BEKERJA! BUKAN UNTUK MENGHANCURKAN BISNIS SAYA!" bentak Devano keras.

"Tahan emosi Anda, Tuan Devano. Saya sudah menyuntikkan alat pelacak ke dalam tubuh pria itu. Saya akan berusaha melacaknya."

Devano mengangguk dan menarik rambutnya ke belakang. "Cepat temukan dia. Jangan sampai dia ke markas kita. Kalau tidak, Lily …." Devano menggantung kata-katanya.

"Pokoknya cepat temukan dia!" ucapnya sambil mengusap kasar wajahnya.

Semua anak buah Devano mengangguk. Mereka langsung mencari berkas-berkas dan melacak pria yang dimaksud Devano. Merasa anak buahnya kurang semangat, Devano membuka mulutnya.

"Saya akan bayar kalian seratus juta jika bisa menemukan orang itu dalam waktu lima belas menit." ucapnya santai dan seketika anak buahnya langsung bekerja cepat.

"Tuan Devano! Saya sudah temukan pria yang Anda maksud." ucap salah satu wanita. Matanya tak berpindah dari komputer yang ada di hadapannya.

Devano di langsung menghampirinya dan menatap komputer. "Benar," gumam Devano.

"Rey, cepat tangkap dia. Kerahkan semua anak buah kita!" perintah Devano.

"Baik Tuan."

Mata Devano tetap pada komputer yang ada di hadapannya. "Kerja bagus Keyy. Sesuai janji saya, saya akan membayarmu sebanyak seratus juta. Dan untuk yang lain, terima kasih atas kerja samanya. Saya akan tetap membayar kalian, tapi tidak sebanyak Keyy. Saya akan bayar kalian sebanyak lima puluh juta!" ucap Devano sambil berlalu dari sana.

Devano berjalan ke luar dan memasuki mobilnya. "Ikuti mobil Rey." ucap Devano pelan.

"Baik Tuan." Supir pribadi Devano pun langsung menekan pedal gas dan mengikuti mobil Rey.

Lima menit berlalu, Devano mulai resah. Devano mengeluarkan walkitalki dan menghubungi Rey. "Rey, mobilmu bisa lebih cepat tidak. Kita tidak boleh kehilangan dia." ucap Devano khawatir.

Rey hanya menjawab iya dan makin menekan pedal gasnya. Devano menghela napas. Ia memainkan dasinya resah. Tiga menit berlalu, mereka berhenti di depan cafe milik Devano.

D'cafe, itulah cafe milik Devano. Singkatan dari Devano Cafe. Devano membuka jendela mobilnya dan melihat sekitar.

"Rey, itu orangnya. Cepat tembak kakinya dan bawa kembali ke penjara." perintah Devano melalui walkitalki.

"Baik,"

Saat Rey mengarahkan pistolnya ke pria yang dimaksud Devano, tiba-tiba matanya menyipit dan menatap gadis yang ada di sebelah pria itu. Rey yang merasa mengenali gadis itu pun langsung menghubungi Devano.

"Dev, saya tidak bisa menembak pria itu."

"Apa?! Kau bahkan belum menembaknya bodoh!"

"Bukan seperti itu. Sepertinya ada gadis yang berdiri tak jauh dari sana. Dia sendirian dan menoleh ke kanan-kiri. Coba anda perhatikan lagi."

Devano berdecak kesal. Dia menatap keluar jendela dan terkejut. "Lily?!" ucapnya kaget.

"Jadi bagaimana Tuan Devano? Perlukah saya menembak pria itu?" tanya Rey dari ujung walkitalki.

Devano tergeregap. "J-jangan … eh …."

Rey mengerutkan kening. "Jadi bagaimana?" tuntutnya.

Napas Devano memburu. Bagaimana bisa gadis itu sampai ke cafe nya. Jika pria yang diincar Devano sampai melihat Lily, hancur sudah rencanya.

"Saya akan keluar dan menghampiri Lily. Tetap awasi dia dari dalam mobil." ucap Devano mematikan walkitalki-nya.

Devano keluar dari mobilnya dan menghela napas panjang. "Keep calm Devano." ucapnya menenangkan diri sendiri.

Devano menyebrang jalan dan menghampiri Lily. Laki-laki itu menepuk pundak Lily membuat gadis itu sedikit terkejut.

"Deva—!"

"Ssttt." Devano menutup mulut Lily ketika gadis itu hendak berteriak.

Lily mengerutkan kening. "Jangan keras-keras." bisik Devano.

"Apa sih? Lily gak paham."

Devano menggenggam erat lengan Lily. "Ayo pulang."

"Eh, tapi Lily laper. Mau makan." rengeknya.

Devano mengabaikan ucapan Lily dan menarik gadis itu ke mobilnya. Dia memasukkan Lily ke mobil berwarna silver. "Pak, antar Lily ke apartemen saya." perintah Devano kepada supir pribadinya.

"Lalu Tuan pulang naik apa?"

"Kan ada Rey." ucap Devano sambil menutup pintu mobil. Laki-laki itu pun berjalan menjauh dari mobil.

"Devano mau ke mana?" tanya Lily kepada supir pribadi Devano.

Supir pribadi Devano tak berani menjawab. Apalagi ini adalah urusan yang diprivasi oleh Devano. "Tuan Devano ada rapat Non." ucapnya sembarang.

Lily mengangkat satu alisnya. "Iya kah?"

"Iya."

Lily menghela napas. Dia menumpu dagu menggunakan tangannya. Menatap kota yang hampir diselimuti senja dari balik jendela mobil.

- To Be Continued -

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang