7

2.5K 46 7
                                    

"Kamu beneran mau meluk saya terus?" tanya Devano.

Sudah lebih dari satu jam Lily duduk di pangkuan Devano sambil memeluknya. Menurut Lily, bau tubuh Devano sangat menggoda. Sampai-sampai gadis itu mau terus-terusan dipeluk.

Lily mengangguk mendengar pertanyaan Devano. Dia menduselkan kepalanya ke dada laki-laki itu. "Wangi," cicit Lily.

"Kalau kamu mau, saya bisa belikan tiga atau bahkan sepuluh parfum seperti ini. Atau kalau kamu mau, saya bisa membelikan pabrik parfumnya."

Lily menaikkan wajahnya. "Lebay," ucap Lily sambil mencubit hidung Devano.

"Kamu gak capek di pangkuan saya terus?"

"Kenapa? Devano gak suka kah, sama Lily?" tanya gadis itu murung.

"Bukan begitu, saya hanya bertanya. Mungkin kamu capek atau bosan."

Lily menghela napas. "Dev," sebutnya.

"Hm?"

"Devano,"

Devano menunduk. Menatap wajah Lily yang sedang mendongak. "Iya sayang."

"Hubungan kita … sekarang … gimana?" tanya Lily ragu.

Devano terdiam. Dia memandang Lily. Lekat tak berkedip. Dalam hitungan detik, Devano mendaratkan bibirnya ke bibir Lily. "Kalau saya sudah begini, menurut kamu gimana?"

Lily menunduk. Jarinya memainkan dasi Devano. Hatinya terasa berdebar. "Kita …."

"Iya," Devano memotong perkataan Lily. "Mulai sekarang, kita pacaran."

Deg!

Jantung Lily hampir copot rasanya. Dia tidak salah dengar 'kan? Sekarang dia bisa berpacaran dengan Devano?

Lily mendongak. Matanya berbinar. "Devano serius??" tanyanya bersemangat.

Devano tersenyum hangat, lalu mengangguk.

"Yeay!!" Lily memeluk leher Devano dan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Devano. "Sayang Devano banyak-banyak!"

Devano tersenyum. Senang melihat gadisnya tertawa lepas. Ia mengelus surai Lily pelan. Pikirannya tiba-tiba dipenuhi oleh 'sesuatu' yang belum ia selesaikan.

Devano melepas pelukannya. Hal itu membuat Lily kebingungan. "Sayang, saya ke kantor dulu ya. Saya baru ingat ada tugas yang belum saya kerjakan."

"Tugas? Devano 'kan yang punya perusahaan. Kenapa Devano repot-repot ngerjain tugas? 'Kan ada bawahan Devano."

"Tidak, bukan tugas seperti itu sayang. Saya ada meeting setelah ini. Tidak akan lama kok. Setelah itu kita jalan-jalan. Bagaimana cantik?"

Mata Lily berbinar. "Tentu! Jangan lama-lama ya."

* * * *

Ruang Bawah Tanah Perusahaan MJ Group

Seorang laki-laki berjalan ringan melintasi koridor sepi yang jarang dilalui oleh banyak orang. Hawa dingin di tempat itu sempat terasa saat lelaki itu melenggang melewati satu per satu ruangan yang gelap. Kedatangan tak disangka lelaki itu menimbulkan banyak pertanyaan.

Apa yang membuat lelaki paling berbahaya di perusahaan melewati koridor yang sudah terbengkalai.

Devano, laki-laki bertinggi badan 185 cm merupakan CEO dari Perusahaan MJ Group. Memimpin sebuah perusahaan sudah biasa Devano lakukan. Tapi jika ada seseorang yang menggangu perusahaannya, ia tak segan-segan membunuhnya.

Gila?! Dan kini–tanpa rasa takut–Devano terlihat santai saat berjalan melewati lorong yang sepi.

Langkah kakinya memelan ketika ia menemukan ruangan yang ingin dituju. Devano berhenti tepat di depan salah satu ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam senjata tajam dan aroma busuk yang menyengat.

Devano mengambil langkah congkak saat memasuki ruangan. Iris matanya menajam, lalu mengedar hingga ke seluruh sudut ruangan.

"Hm," Devano bergumam parau saat matanya menangkap pria yang tengah dicari-cari olehnya seharian ini berada di tempat duduk dengan kondisi mengenaskan.

Devano menyeka bibir dengan sapuan ringan ibu jari. Ia berjalan mendekati pria yang tengah menunduk dengan kondisi kaki dan tangan yang terikat. Devano menarik lakban yang tertempel di mulut pria itu dengan kasar.

Sorot matanya yang dingin namun tajam, berhasil mengintimindasi pria tersebut. "Tell me. Apa yang kau lakukan, hingga kau bisa sampai di sini." Devano memainkan pistol yang sudah berada di genggaman tangannya.

Karena pria itu tak lekas menjawab, Devano mengarahkan pistolnya ke kepala pria itu. "Tell me." tekan Devano.

Pria itu tergeregap. "S-saya … menguntit gadis yang katanya putri dari pemimpin HJ Group." ucapnya terbata.

Devano berjongkok dan mendekatkan wajahnya. "And then?"

"S-saya mengambil beberapa fotonya …." Pria itu menggantung kalimatnya. "Tapi sungguh saya tidak berniat jahat apapun!" teriaknya ketika Devano mulai berdiri dan membelakangi wajahnya.

"Siapa yang menyuruhmu, hm? Pria tua karyawan HJ Group?" tanya Devano dingin.

"I-itu …."

"SIAPA?!" bentak Devano.

Pria itu menunduk. "I-iya, karyawan HJ Group."

Devano menghela napas berat. Dia membalikkan badannya. Hawa dingin makin terasa ketika pupil mata Devano menajam. Jika sudah seperti itu, tak akan ada yang bisa menenangkannya.

"Saya mohon, lepaskan saya. S-saya juga sebenarnya tidak ingin melakukan itu. Tapi beliau memaksa saya. Saya benar-benar tidak ingin—"

DOR!

Satu tembakan berhasil Devano loloskan ke pria itu. "Omong kosong," gumamnya parau.

"Bawa pergi mayatnya. Kubur atau bakar. Jangan sampai ketahuan!" perintah Devano kepada anak buahnya.

"Baik!"

Selagi anak buahnya mengurus mayat pria itu, Devano terduduk di salah satu kursi. Dia mengusap kasar wajahnya dengan sesekali menarik rambutnya. Devano berusaha untuk tetap tenang, sampai satu suara di pojok ruangan membuat matanya menajam kembali.

"Siapa?" tanya Devano.

Hening. Hanya ada suara jam dinding yang menghiasi ruangan itu.

"SIAPA?!" Devano meninggikan volume suaranya. Dia berdecak kesal sebelum akhirnya berdiri dan berjalan ke pojok ruangan. Tangan dan bahunya yang kekar membuat bayangan yang cukup mengerikan.

"Tuan Devano,"

"Ah!" Devano tersentak. Buru-buru dia membalikkan badannya.

Orang yang tadi memanggilnya mengarahkan jari telunjuk ke bibirnya. Membuat kode agar Devano diam. Devano yang paham akan kode itu pun mengangguk cepat dan keluar dari ruangan itu.

"Akan kubunuh kau, sialan."

- To Be Continued -

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang