10

1.7K 27 0
                                    

Devano duduk tegak sambil melipat tangan dan memamerkan ekspresi tidak senang. Dia terpaksa menemani Lily bertemu dengan teman lamanya itu. Sebenarnya hal itu membuat Devano sedikit cemburu(?)

"Sudah 20 menit tapi dia masih belum datang juga." ujar Devano sambil menghela napas.

"Aish, sabar Devano. Dia itu seorang pebisnis jadi dia pasti sibuk."

Devano menarik napas panjang. "Jika dia belum datang dalam waktu 5 menit, kita harus pergi."

Lily mulai manyun. Dia melipat tangan dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Tak berselang lama, seorang lelaki berjas hitam memasuki restoran. Dia terlihat terburu-buru dan bertanya kepada pelayan yang ada di sana. Laki-laki itu merapikan jasnya dan berjalan ke arah di mana Devano dan Lily berada.

"Hai?" sapanya.

Mata Lily berbinar dan ketika dia ingin berbicara, Devano justru memotongnya.

"Hai? Sapaan macam apa itu, tidak berwibawa sekali." ujarnya sambil tersenyum sinis.

Laki-laki itu hanya diam dan tersenyum menanggapinya.

"Devano tidak boleh seperti itu!" gertak Lily. Gadis itu kemudian meminta laki-laki tersebut untuk duduk. Mereka mulai berbicara banyak hal yang sulit dimengerti oleh Devano.

"Kamu ingat? Mama-mu selalu berkata 'Dean-ku~ Dean aku~' dan kamu selalu marah karenanya."

Mereka berdua lalu tertawa bersama.

"Ah, benar. Sudah lama sekali ya!"

"Ya, dan aku kaget karena kamu tiba-tiba pindah ke sini tanpa memberitahuku."

Lily menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal dan melirik Devano. "Soal itu—"

"Kamu ingat Mama-mu selalu bilang bahwa aku menant—"

"Cukup," Devano memotong ucapan Dean. "Kita pulang sekarang."

"Eh? Apa? Tapi …."

Dean ikut berdiri ketika Devano menarik lengan Lily. "Apa aku mengenalmu?" tanya Dean.

"Ah, Dean. Dia—"

"Saya pacarnya." potong Devano. Dia benar-benar tidak suka dengan laki-laki bernama Dean ini.

Setelah mengatakan hal itu, Devano menarik Lily untuk keluar dari sana. Dean memberi isyarat kepada Lily agar gadis itu meneleponnya nanti malam. Lily hanya mengangguk.

Mereka—Devano dan Lily—kemudian menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil. Devano tidak menyalakan mesin mobilnya. Dia hanya diam sambil berulang kali menghela napas.

"Devano, Dean itu—"

"Menantu? Cinta pertama? Omong kosong macam apa itu?" Devano melirik Lily dengan tajam.

"Itu 'kan tidak ada hubungannya dengan Devano!!" bentak Lily. Sedari tadi gadis itu menahan amarahnya karena tingkah Devano yang menurutnya kelewatan.

"Dia tidak baik untukmu."

"Memangnya Devano siapa?! Mau dia cinta pertama Lily, mantan Lily, tidak ada hubungannya dengan Devano!!" Lily mencoba untuk membuka pintu mobil, tetapi tidak bisa. "Buka pintunya! Buka!!"

Devano tidak menjawabnya. Dia kemudian menyalakan mesin mobil dan mulai pergi dari tempat itu. Lily menggigit bibir bawahnya, menahan tangis. Satu kata terlintas di benak Lily. Menyebalkan.

Lily mulai menangis tanpa mengeluarkan suara. Dia tidak sedih, tapi dia sedang marah. Benar-benar marah.

Devano yang mengetahui hal itu langsung menggenggam tangan Lily. Tangannya sungguh dingin. "Saya mengatakan hal ini demi kebaikanmu." ucapnya kemudian.

Lily tak menjawab. Matanya terus menatap pemandangan di luar mobil. Dia tidak mau menatap Devano.

Laki-laki itu menghela napas, lalu meminggirkan mobilnya. Dia mematikan mesin mobil dan menggenggam tangan Lily dengan kedua tangannya. "Lily …."

"Lily mau pulang,"

"Saya tahu. Biarkan saya berbicara dulu."

"Dari awal, Devano memang jahat!" ujar Lily kemudian. "Dari awal, Devano itu memang aneh! Kenapa Lily harus ikut dengan Devano secara paksa? Dan sekarang, Devano menjauhkan Lily dengan Dean, yang jelas-jelas dia teman dekat Lily. Dasar,"

Laki-laki itu menghela napas. "Karena saya mencintaimu."

Lily tersenyum getir. "Cinta? Cinta dan obsesi itu dua hal yang berbeda."

* * * *

Lily melemparkan tasnya begitu saja ketika memasuki kamar. Wajahnya terlihat kusut setelah bertengkar dengan Devano tadi. Laki-laki itu bahkan tidak berusaha untuk menenangkannya. Benar-benar menyebalkan!

Lily melipat kaki dan menutup wajahnya dengan selimut. Dia menangis sejadi-jadinya. Seorang bodyguard Devano tiba-tiba memasuki kamarnya, tanpa mengetuk pintu. Saat Lily ingin meluapkan amarahnya, dia tiba-tiba saja menarik kursi dan duduk di sampingnya.

"Menyebalkan. Pergi sana!" ucap Lily ketus.

Laki-laki itu kemudian tersenyum dan tertawa kecil. "Apa ada masalah dengan Tuan Devano?"

Lily berdecak, "Berhenti membahas Devano! Dia itu benar-benar … aishh tidak tahu!"

"Apa kamu tidak bisa memaafkannya begitu saja? Dia mungkin sensitif karena kamu adalah satu-satunya perempuan yang dekat dengannya."

Lily berdiri dan tertawa. "Perempuan satu-satunya? Oh, apa Devano menyuruhmu untuk menggantikan permintaan maafnya? Orang-orang di sini benar-benar aneh." ujarnya kemudian pergi meninggalkan bodyguard itu.

Laki-laki itu kemudian menghela napas dan menggigit bibir bawahnya. "Benar-benar gadis yang keras." gumamnya.

- To Be Continued -

Hai readers 👋🏻
Apakah ada yang membaca sampai sini?
Saya senang karena banyak readers yang mendukung saya. Jadi saya ingin kalian meninggalkan pesan untuk Lily atau Devano.

Ada pesan untuk Lily?
Ada pesan untuk Devano?
Ada pesan untuk saya?

Terima kasih atas dukungan kalian ♡

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang