6

916 217 42
                                    

PERTANDINGAN futsal classmeeting kedua akan dimulai satu jam lagi, dan level stamina Arun sudah drop separuh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PERTANDINGAN futsal classmeeting kedua akan dimulai satu jam lagi, dan level stamina Arun sudah drop separuh. Meski terbayar dengan kemenangan 2-0 pada laga sebelumnya—yang membuat mereka lolos ke semifinal—Arun tak bisa bertandem lagi dengan Haris, penyumbang assist terbesarnya. Tentu saja Arun bersyukur nilainya memuaskan, tetapi classmeeting juga penting, terutama di kelas dua belas. Tahun depan, dia tak akan merasakan hal ini lagi.

Apa kelas akselerasi Orlin juga ikut serta dalam classmeeting?

Arun mengangkat tangan kirinya. Luka di siku dari setahun lalu kini menjelma campuran gurat dan gumpalan yang berwarna lebih terang daripada kulitnya, dan makin mencolok di pagi benderang seperti ini. Jemarinya instingtif meraba bagian bawah punggung yang juga tak rata, sebab luka di sikunya terhubung dengan luka di punggungnya, karena mereka berasal dari satu kejadian yang sama. Kecelakaan motor.

Orlin tahu dia tak sendiri saat kecelakaan itu.

Di sekolah, semua mengetahuinya. Kabarnya menyebar kilat; teman-temannya menjenguk dan mendoakannya agar cepat sembuh, membicarakan lukanya di awal Arun kembali masuk, dan terbiasa sesudahnya. Guru-guru berhenti menanyakan kabarnya di minggu kedua pascapemulihan. Mbak Drina masih melarangnya mengendarai motor, tetapi tak pernah mengingatkannya soal luka. Semua itu membuat Arun alpa bahwa sikunya terlihat ganjil di mata orang asing.

"Aruuun! Sini!"

Pekikan Rani menyerang Arun tiba-tiba dan menyedot sisa tenaganya. Lengannya ditarik sebelum dia menengok ke sumber suara, dan kakinya terpaksa terseret-seret mengikuti langkah Rani. Di balik UKS, mereka berhenti, lantas Rani membisik geram seakan dia ingin meneriaki Arun tetapi tak ingin ketahuan siapa-siapa.

"Beraninya kamu, ya!"

"Apa, sih, Ran?" protes Arun. Berani apanya?

"Aku pikir kamu cowok baik-baik, setia, bertanggung jawab—"

"Tunggu tunggu tunggu. Kamu kenapa, sih?"

"—tapi ternyata di luar malah main-main! Buruan ngaku!"

"Main apa, sih, Ran? Saya nggak ngerti!"

Bisik-bisik agresif Rani berubah jadi suara normal. "Kemarin Jia lihat kamu dibonceng cewek lain!"

Klik sakelar menyala di kepala Arun. Jia tinggal di Graha Seroja Indah. Sebenarnya itu dua hari lalu, tapi ya, sudahlah. Bagaimana menjelaskannya? "Itu, errr, itu—"

"Jadi benar kamu jalan sama cewek lain habis pulang sekolah?"

Lidah Arun kelu. Usai menelan ludah, dia memulai lagi. "Boleh saya ngomong langsung ke Jia?"

Rani melepas pegangannya. "Mending kamu langsung jelasin semuanya sekarang. Kasihan Jia. Dia percaya banget sama kamu. Kalian emang nggak pacaran, tapi hati Jia tuh cuma buat kamu, tahu! Awas kalau kamu nyakitin dia!" Bogemnya ditunjukkan ke depan hidung Arun.

MemoriografiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang