"Ehm, kamu itu, bagaimana?"
"Aku lagi diambil, Indra, kok. Kamu mau nambah lagi?"
"Bukan, itu. Ehm, apa?"
"Kita senang-senang di sini, Dek Kur!"
"Senang? Iya, tapi, itu, ehm...,"
"Kamu jangan mikir yang macam-macam. Kalau ada apa-apa kasih tahu saja ke aku atau ke Indra,"
"Dia? Ehm, kamu,"
"Aku sama dia?"
'Itu, iya, apa?"
Ratih mendengus.
"Aku nggak tahu mau mulai dari mana. Kamu mungkin, bakal nyalahin aku karena selama ini nggak pernah jujur sama kamu. Kamu berhak kok marah-marah, nggak mau berteman lagi sama aku, nggak percaya lagi sama aku, nggak peduli lagi sama aku. Tapi, aku tetap sayang sama kamu, kamu teman aku yang paling baik. Kamu teman aku yang seharusnya aku jagain dari siapapun yang nyakitin kamu,"
"Aku baik, itu, ehm,"
"Kamu nggak baik, Dek Kur. Kamu selalu dihina orang-orang. Aku tahu kamu cuek tapi aku juga tahu kamu sering termenung sendiri. Aku selalu luangkan waktu untuk kamu, aku selalu mendengar keluhan kamu, aku selalu sempatkan waktu untuk kamu,"
Selalu?
Dengar?
Waktu?
Apa? Itu?
Dia tidak,
"Ehm, aku, tidak,"
"Ingat kan saat kamu dibully cowok-cowok lain? Aku yang bela-belain kamu, aku yang minta kamu menghindar, aku yang hardik mereka, aku yang jauhkan kamu dari mereka, aku pula yang ngata-ngatain mereka nggak benar menilai kamu, aku yang duduk di samping kamu, aku yang ikut sedih untuk kamu, aku yang merasa kamu tersudut," Ratih terisak.
Mungkin,
Pura-pura,
Dia itu?
"Ehm, itu, aku, apa?"
"Aku satu-satunya teman kamu, Dek Kur!"
Dia benar,
Itu, teman.
"Aku, tidak, bukan, ehm, kamu?"
"Kamu masih nggak percaya sama aku?"
"Percaya? Ehm, bukan, itu, kamu dia?"
"Aku temenan sama Indra,"
"Nggak, ehm, bukan, iya?"
"Aku serius! Nggak mungkin aku nipu kamu,"
"Tapi, kamu, ehm, dia,"
"Kita berteman kok, nggak lebih dari itu!"
"Ehm, kamu, dia, tadi?"
"Tadi apa?"
"Ehm, tadi itu, kamu,"
"Aku nggak ngapa-ngapain, Dek Kur. Kamu jangan salah sangka gitu!"
"Salah sangka? Itu, aku, ehm tidak,"
"Kamu masih belum percaya sama aku? Kamu masih ragu pertemanan kita? Kamu mau aku buktiin bahwa aku benar-benar teman kamu? Kamu mau aku..,"
"Bukan, aku lihat, kamu dia, itu!"
Ratih terdiam.
"Kamu lihat apa?"
"Kamu, dia itu?"
"Kami berdua menjalin hubungan!" Indra dengan santai meletakkan dua piring makanan di atas meja. Cowok itu duduk di samping Ratih tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Indra...," bisik Ratih.
"Biar jelas semua. Dia nggak tanya-tanya lagi nantinya,"
"Tapi, kan," Ratih keberatan.
"Aku nggak mau kita terusik,"
"Dia, kan,"
"Teman kamu?"
"Iya,"
"Aku yakin dia sudah curiga sejak awal. Kamu juga nggak jaga jarak dari aku,"
"Kok aku yang salah sih?"
"Kenapa kamu jadi sewot?"
"Aku tuh nggak mau nyakitin dia,"
"Sakiti siapa? Ajeng?"
Ratih tergugu.
"Sampai kapan kamu mau rahasiakan hubungan kita dari Ajeng?"
"Aku...,"
"Kita jalin hubungan jauh sebelum aku sama Ajeng,"
Jauh?
Apa, itu?
Bagaimana?
"Kamu penasaran juga kan?" Indra beralih ke Dek Kur.
"Ehm, itu,"
"Aku dan Ratih pacaran sejak kelas VIII. Ajeng suka sama aku baru kelas X. Aku nggak pernah anggap Ajeng sebagai pacar. Dia itu, nggak aku suka karena protektif,"
"Indra, cukup!"
"Aku jadian, terpaksa jadian, sama Ajeng karena Ratih sahabatnya Ajeng. Ratih ini baik sekali sama sahabatnya sampai mau kasih pacarnya sendiri pacaran dengan orang lain. Karena apa? Kamu mau tahu?"
"Ehm, iya,"
"Ratih tergantung hidupnya sama Ajeng!"
"Tergantung?"
"Indra, cukup!"
"Ratih sakit perut, Ajeng menolong, itu tergantung,"
"Ehm, itu,"
"Begitulah pokoknya,"
Dek Kur mengerutkan kening.
"Aku sama Ajeng nggak pernah dekat, kok,"
Indra menaikkan bahu.
Dia bilang dekat, Ajeng,
Ajeng yang bilang!
"Dia, ehm, itu,"
"Ajeng dan aku sudah bubar. Kamu mau sama dia, ambil saja kalau tahan dengan sikapnya!"
"Bukan, itu, ehm, aku,"
"Kamu nggak percaya diri? Jangan main-main dengan cinta kalau begitu!"
"Aku, ehm, dia,"
"Dia harus dikejar!"
"Jangan!!!" pekik Ratih.
"Kamu kenapa sih?" Indra setengah terkejut.
"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cinta Cowok 159 Centi
Novela JuvenilKurniawan Rafky, cowok biasa dengan tinggi 159 cm di SMA Prambunan Barat Timur. Ia sering menerima ejekan dari anak-anak di sekolah karena kurus dan pendek. Dek Kur adalah panggilan untuknya dari semua orang. Dek Kur akhirnya memilih menyendiri dan...