Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Pasangan suami istri itu selalu saja sibuk dengan pekerjaan masing-masing. [Name] yang berangkat pagi-pagi buta, kemudian pulang terlalu larut membuatnya terkadang tidak berbicara dengan Ran seharian penuh.
Sudah lama Ran tidak meminta [Name] berhenti bekerja. Pemuda itu juga terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin memang jalan hidupnya seperti ini. Persetan dengan sang adik yang justru sudah mempunyai anak, Ran tidak peduli.
Tidak peduli? Benarkah begitu?
Salah satu tangan Ran sibuk membenarkan kancing kemeja, sedangkan tangan satunya memegang ponsel yang sengaja di dekatkan dengan gendang telinga. Sesekali tersenyum dan tertawa kecil saat mendengar suara perempuan dari seberang telepon.
"Tentu saja," Ran menanggapi ajakan perempuan itu dengan seulas senyum tipis. "Kebetulan hari ini istriku tidak sempat membuat sarapan."
Memang, hari ini [Name] tidak sempat memasak. [Name] hanya meninggalkan selembar kertas di atas nakas untuk memberitahu kepada Ran bahwa ia harus berangkat lebih pagi dari biasanya. Tentu saja di akhiri dengan kata 'maaf'.
Setelah menutup telepon dengan rekan kerjanya, Ran bersiap untuk segera pergi ke kantor. Namun ponselnya kembali berdering tepat setelah ia berjalan satu langkah. Ran kembali mengulas senyum, kali ini sedikit lebih lebar.
"Maaf tidak sempat membuat sarapan," Tanpa sapaan 'hallo' atau sekedar memanggil nama, [Name] langsung mengucapkan kalimat yang menjadi tujuannya menelpon sang suami. "Aku akan memesan makanan online, pagi ini kau mau makan apa?"
Ran menjawab pertanyaan [Name] sembari mengunci pintu rumah. "Ehh--tidak usah!"
Di tempat lain, [Name] mengernyitkan dahi--merasa heran. Biasanya Ran akan menjawab antusias pertanyaan seperti itu. "Kenapa?"
"Tidak apa-apa," Ran mulai melajukan mobilnya menuju kantor. "Kau juga tidak perlu minta maaf, aku tahu kau sangat sibuk."
Tidak apa-apa?