Ran membuka pintu rumahnya dengan jantung yang sedikit berdebar. Ia justru terlihat seperti remaja yang tengah kasmaran. Ditambah lagi dengan seorang yang menyembul dari balik pintu dapur, jantung Ran semakin berdegup kencang.
Wanita yang tengah mengenakan apron serta rambut yang diikat asal itu berjalan mendekati Ran. "Kau pulang lebih awal, ya?" [Name] bertanya sembari memiringkan kepala nya.
Ran bingung, sejujurnya ia merasa tak enak hati karena sudah memaksa [Name] mengundurkan diri dari pekerjaannya. Tetapi jika tidak di paksa, [Name] akan terus di sibukkan dengan perihal kantor dan lupa statusnya sebagai istri. Memang, serba salah.
Sejak hari dimana ia kelepasan membentak dan menampar [Name], Ran juga belum sempat meminta maaf karena wanita itu yang terus mengurung diri.
"Maaf." Ran berucap lirih seraya merengkuh tubuh [Name]--memeluknya dengan erat. Tidak peduli jika [Name] mampu merasakan detak jantungnya. "Maaf karena sudah menamparmu, maaf juga karena terus memaksamu resign."
Walaupun awalnya terkejut dengan perlakuan tiba-tiba Ran, pada akhirnya [Name] membalas pelukan tersebut. "Seharusnya aku yang minta maaf." Yah, [Name] sadar jika dirinya keras kepala dan sering membuat Ran kesal. "Maaf karena tidak pernah menuruti ucapan mu."
Hari itu, dengan kalimat 'Kau tetap boleh bekerja', [Name] menerima ajakan Ran untuk segera menikah. Tetapi kenyataan justru tidak selancar pemikirannya. [Name] sering kewalahan membagi waktu, bahkan terkadang ia sampai tidak sempat membuat sarapan dan berakhir memesan makanan online untuk di kirim ke kantor Ran.
Walaupun selalu saja bilang tidak ada niat untuk berhenti bekerja, sebenarnya [Name] selalu memikirkan hal itu dan berniat untuk segera mengajukan surat pengunduran diri sejak jauh-jauh hari. Tetapi hatinya tidak merestui hal tersebut, karena ia terlanjur menyukai dunia karier yang sudah di dambakan sejak remaja dulu.
Ran menggelengkan kepala seraya memegang pergelangan tangan [Name]. "Kau boleh balas menamparku."
"Ssstttt....jangan membicarakan resign lagi." Karena sejujurnya [Name] masih sedikit tidak rela. Tetapi seiring berjalannya waktu, mungkin ia akan segera melupakan dunia kariernya. "Dan jangan makan berdua dengan rekan kerjamu lagi, aku cemburu!"
Ran tertawa pelan sembari terus mengikuti langkah kaki [Name] yang menariknya ke dapur.