Bagian 4

29 5 23
                                    

Kini tepat tiga hari Rissa mengikuti kemanapun Dante pergi demi mendapatkan sebuah informasi. Tak ada yang mengetahui keputusannya untuk mengikuti Dante termasuk Vino dan Kania. Jika ia memberitahu hal ini, ia hanya akan mendapat ejekan dari mereka berdua.

"Kau tidak ke ruang siaran hari ini?" Tanya Amara karena melihat Rissa kini berjalan keluar sekolah bersamanya.

"Aku ada urusan yang lebih penting." Balasnya singkat dengan mata m mencari-cari sesuatu.

"Oh ya, dimana kekasihmu? Kau tidak pulang bersamanya?" Kini giliran Rissa bertanya pada Amara tanpa menatap perempuan itu.

Amara menggeleng pelan. Wajahnya berubah masam, "Dia ada rapat hari ini." Balasnya dengan mata menyipit menatap matahari yang kini hampir menghilang dari langit.

"Aku akan pulang bersamamu." Lanjut Amara tiba-tiba dan berhasil membuat Rissa menatapnya.

"Tidak bisa!" Cegahnya dengan cepat sekaligus keras dan membuat Amara mengerutkan dahinya.

"Kenapa? Rumah kita searah dan aku bisa menghemat uang bulananku jika kita menaiki taksi bersama." Jelasnya lagi dan hanya mendapat gelengan keras dari Rissa.

"Aku harus pergi ke suatu tempat lebih dulu." Ucap Rissa mencoba memberitahu.

"Jika begitu, biarkan aku ikut denganmu." Tepat setelah Amara berkata seperti itu, Rissa melihat motor Dante keluar dari parkiran sekolah.

"Tidak bisa! Berhentilah mengacau Amara! Aku harus pergi." Seru Rissa dan dengan cepat memberhentikan taksi yang akan lewat.

"Kenapa kau terlihat terburu-buru? Siapa yang ingin kau temui?! Setidaknya beritau aku, Rissa!" Ujar Amara geram.

Suara itu hanya dianggap angin lalu oleh Rissa hingga akhirnya ia sudah berada di dalam taksi dan dengan cepat berkata pada sopir taksi untuk mengikuti motor yang baru saja melewati mereka.

Lima belas menit kemudian Rissa menginjakkan kakinya di depan sebuah supermarket. Matanya menyipit menatap gedung besar dihadapannya itu. Ia menghembuskan nafasnya sejenak sebelum akhirnya melangkah memasuki tempat itu.

Demi mendapatkan sebuah informasi, Rissa harus membuang uang jajannya yang seharusnya bisa ia tabung hari ini. Entah apa yang di cari laki-laki itu disini, saat ini tugasnya hanyalah mengikutinya.

Rissa tanpa sadar mengerutkan dahinya. Ia menatap wajah laki-laki itu yang terlihat sangat serius dan setelah ditelaah lebih lanjut, ia tidak salah lihat, saat ini wajahnya tengah memerah. Apa mungkin karena cuaca hari ini yang panas?

Tak lama Rissa terkekeh pelan, bukan!Wajah laki-laki itu memerah bukan karena cuaca hari ini yang panas, akan tetapi karena kini ia harus mengambil satu benda yang mungkin tidak pernah ia sentuh sebelumnya karena hanya perempuanlah yang memakainya.

Terlihat jika ia harus menunggu lorong itu sepi sebelum mengambil pembalut itu dengan cepat. Rissa dengan sekuat tenaga harus menahan tawanya. Akan tetapi, melihat lorong ini yang tidak akan sepi membuat Rissa merasa kasihan.

Karena bosan menunggu dan kasihan, akhirnya Rissa memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan perlahan ia mendekati lorong penuh pembalut itu. Ia dengan sengaja mencoba untuk tidak menyadari kehadiran laki-laki itu.

Hingga akhirnya lengannya tidak sengaja menyentuh punggung laki-laki itu dan membuat laki-laki itu terkejut lalu tanpa sadar menjatuhkan benda yang tengah ia bawa.

Rissa menoleh begitupun dengan Dante, akan tetapi Rissa lebih dulu menunduk dan mengambil benda itu dari tempatnya terjatuh. Ia benar-benar merasa bangga dengan kemmapuan aktingnya.

Lean On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang