Bagian 13

16 6 38
                                    

Perempuan itu tengah bergulat dengan peralatan masak malam ini. Kini waktunya untuk memasak makan malam. Ia hanya tinggal berdua dengan mamanya. Akan tetapi, ia selalu merasa sendiri dirumah ini. Jangankan untuk makan malam bersama, mengobrol saja mungkin mereka tidak pernah.

Rissa menghembuskan nafasnya pelan, ia melepaskan apron yang menempel pada tubuhnya dan berjalan menuju meja makan. Tak lama perempuan itu telah memakan makan malamnya dengan tenang.

Akan tetapi, mata cokelat itu terfokus menatap layar laptop yang tengah memutarkan sebuah drama Korea populer tahun ini. Sesekali ia akan mengundur ulang drama Korea itu karena ia harus mencerna setiap kalimat yang diucapkan sang tokoh.

Hingga setengah jam kemudian Rissa baru membersihkan alat makan dan kekacauan di dapur malam ini karena ulahnya. Senandung kecil mengiringi kegiatan Rissa. Rumah sepi itu terisi oleh senandung merdu yang keluar dari bibir Rissa.

Setelah dirasa semua beres, Rissa melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada dengan laptop ditangannya. Sesampainya dikamar, akhirnya Rissa memutuskan untuk melanjutkan kegiatannya menonton drama Korea yang tertunda untuk beberapa saat.

Tiba-tiba sebuah deringan dari ponsel miliknya membuat Rissa menghentikan kegiatannya. Tangannya terulur untuk menggapai ponsel yang berada tak jauh dari posisinya. Seketika matanya membelak setelah menatap nama penelepon dilayar ponselnya.

Apa yang membuatnya menghubungiku?

"Halo?" Ucap Rissa setelah menggeser tombol hijau dilayar ponselnya lalu mendekatkan ponsel itu pada satu telinganya. Kini tanpa sadar ia menggigit kecil kuku jarinya. Tiba-tiba ia menjadi panik.

"Apa kau berusaha menghindariku lagi? Hm?" Suara berat itu menyapa telinganya dengan lembut. Jantung Rissa semakin berdegup dengan kencang.

"Apa.. Tidak," balas Rissa pelan.

"Jika tidak, kenapa kau selalu membuatku cemas?" Mendengar hal itu membuat Rissa menyeritkan dahinya.

"Apa maksudmu?" Tanya Rissa akhirnya setelah lama berpikir.

Rissa mendengar hembusan nafas berat dari seberang sana sebelum laki-laki itu kembali berbicara, "Kau tidak lupa dengan kesepakan kita, bukan?"

Saat akan kembali menjawab, Rissa lebih dulu tersadar akan sesuatu. Ia bangkit dari posisinya telungkupnya dengan wajah panik. Ia benar-benar melupakan hal itu. Hari ini, tepat hari ini ia seharusnya memberi jawaban atas pengakuan tidak terduga laki-laki itu seminggu yang lalu.

"Tarissa?" Panggilan itu membuat Rissa tersentak.

"Ya? Maaf.." Cicit Rissa pelan.

"Keluarlah, aku ada di depan rumahmu sekarang." Rissa memejamkan matanya mendengar hal itu.

Sial!

Rissa melangkah lebar menuju jendela kamarnya yang langsung menghadap ke arah depan rumah. Kini ia bisa melihat laki-laki itu dari jendela kamarnya. Rissa lantas menutup sambungan telepon itu secara sepihak. Ia lalu berlari kecil menuju meja riasnya.

Setelah merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia langsung beralih menarik cardigan berwarna putih yang tersampir di sofa kamarnya sebelum berlari keluar kamar hingga tanpa sadar ia membanting pelan pintu kamarnya. Ia tidak ingin membuat laki-laki itu menunggunya lebih lama.

"Maafkan aku.." Rissa membuka suaranya setelah berada diluar rumah dengan nafas yang sedikit memburu. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya setelah memunggungi Rissa.

"Apa jawabanmu?" Tanyanya to the point. Mendengar hal itu membuat Rissa sedikit tertegun. Tanpa sadar ia melebarkan matanya.

Perempuan itu lalu menggigit bibirnya pelan, "Em.." Rissa meremas kuat cardigan yang tengah ia gunakan sekarang.

Lean On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang