Sebuah luka

3.3K 166 0
                                    

"Ayo kita naik itu" ajak Echa dengan penuh semangat. Dia menunjuk wahana Giant swing.

"Kalian aja, saya nggak ikut" dokter Alfi membalas ajakannya.

"Yah antum nggak asik nih Fi" protes dokter Refan yang tidak setuju dengan jawaban temannya.

"Iya dok, ayo sekali aja" Echa mencoba membujuknya.

"Kalian naik aja, saya tunggu di sini"

"Gimana nih Ya masa dokter Alfi nggak naik"

"Dokter beneran nggak mau naik?" Tanyaku

"Iya"

"Ya udah kalau gitu dokter Refan sama kamu aja Cha yang naik. Kami tunggu di sini" ucapku.

"Kamu juga nggak ikut?"

"Iya, aku sama dokter Alfi tunggu sini"

"Ya udah deh, ayo mas kita naik" Echa mengajak suaminya.

Sebenarnya aku ingin mencoba menaiki wahana itu, tapi karena dokter Alfi tidak ingin aku mengurungkan niatku.

"Kenapa kamu nggak ikut naik? Kamu nggak ikut naik bukan karena saya kan?" tanya dokter Alfi padaku.

"E-enggak kok dok"

"Mata kamu nggak bisa bohong"

"Tadi Eya pingin naik juga sebenarnya, tapi karena dokter nggak ikut jadi nggak jadi"

"Jadi kami nggak naik gara-gara saya kan?"

"Nggak"

"Dari kalimat 'tapi karena dokter nggak ikut' saya simpulkan kamu nggak ikut gara-gara saya Fa"

"E-enggak bukan gitu maksudnya"

"Eya nggak mau ikut aja karena nggak ada dokter. Kalau naik Giant swing itu kan pasti teriak-teriak terus bikin deg-degan. Nanti kalau Eya naik Echa bisa pegang tangan suaminya kalau takut, tapi kalau Eya nggak bisa"

Mendengar kalimat yang baru saja aku katakan dokter Alfi mengalihkan pandangannya. Dia melihat ke arahku yang berada di sampingnya. Senyumnya terukir begitu saja.

"Kamu nggak mau naik wahana lain?"

Aku memandangi beberapa orang yang sedang menaiki wahana bernama 'jelajah'. Tanpa disadari melihat mereka yang sedang menaiki wahana tersebut membuatku tersenyum.

"Kamu mau naik itu?"

Aku tidak yakin menjawab pertanyaannya.

"Sambil nunggu Refan sama Echa, ayo ikut saya"

Dokter Alfi menggandeng tanganku. Dia membawaku menuju wahana 'jelajah'.

"Kita coba naik ini aja"

"Dokter beneran?"

"Iya"

Aku tersenyum bahagia. Kami duduk bersama. Rasanya memang seperti anak kecil yang baru melihat dunia baru. Awalnya aku kira hanya akan melewati tanjakan yang kecil saja, tapi ternyata kami juga dibawa untuk menanjaki tanjakan yang tinggi. Saat menanjak rasa takut sedikit menyelimuti karena aku mendengar suara gesekan kecil dari kapal yang kami tumpangi. Saat meluncur pun tidak kalah mengerikan, jantung seperti akan terlepas. Aku memegang tangan dokter Alfi dengan kencang. Dan byurrr...
Air membasahi wajah dan badan semua orang yang menaiki wahana ini.

"Maaf ya dok, gara-gara naik tadi baju dokter jadi basah"

"Bukan baju saya aja kok yang basah, kamu juga"

"Kamu tunggu sini ya"

Dokter Alfi menyuruhku untuk menunggu di sebuah kafe yang ada. Sepuluh menit kemudian dia kembali dengan membawa paper bag.

Dear Imamku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang