Tahun kedua SMA memang sangat melelahkan, kini Juna tengah menunggu Devan di parkiran yang sedang mengumpulkan tugasnya. Punggungnya ia sandarkan pada dinding, matanya terpejam, mendengarkan alunan musik sambil menikmati desiran angin.
Saat ini keadaan sekolah sudah sepi. Hampir pukul setengah enam sore, tentu banyak murid yang sudah meninggalkan halaman sekolah sejak beberapa jam lalu. Suasana yang hening membuat derap langkah dapat didengar dengan sangat jelas. Seperti terusik, manik yang terpejam itu perlahan terbuka, ingin tahu langkah siapa yang mengganggu ketenangannya.
Gadis bertubuh mungil dengan seragam cheerleader dan jaket cokelat yang tampak kebesaran sedang berjalan menuju ke arahnya. Surai hitam legam yang terurai indah tersapu angin, menambah kesan menawan pada parasnya yang begitu ayu.
Juna memalingkan wajahnya melihat gadis itu, Ia mengenalnya. Kayla Davira, cheerleader sekolahnya yang terkenal dengan paras rupawan.
Lekuk wajah yang sempurna, bibir ranum yang sering tersenyum, bulu mata lentik serta iris coklatnya yang terlihat berbinar membuat siapapun yang berbicara empat mata dengannya merasa jatuh hati.
Arjuna nyaris tak berkedip memandang gadis yang berjalan di depan sana, perempuan dari kelas IPA sebelahnya itu memang sangat cantik, satu-satunya gadis yang berhasil memikat perasaannya.
Ia menatap Kayla lekat, tak mengira kalau gadis itu akan menangkap maniknya, membuat pandangan mereka bertemu. Juna terkesiap, ia mengalihkan pandangannya pada ponsel yang ia genggam. Berpura-pura sibuk menggilir jemarinya di sana.
"Juna!"
Dengan cepat cowok itu mendongak, kembali meberikan perhatian pada perempuan yang belari kecil menghampirinya. Juna panik, namun ia hanya bisa diam sambil terus melihat Kayla yang semakin mendekat.
"Buat turnamen olahraga tanggal 20, kamu udah daftar?"
Begitu sampai di hadapannya, tanpa berbasa-basi Kayla bertanya, namun lelaki yang diberi pertanyaan justru diam, tergugu. Dengan kaku Juna melepas salah satu earphone-nya.
"H-ha? Oh, udah sih harusnya. Biasanya Arka langsung daftarin semua anggota basket."
"Termasuk pemain cadangan, kan?"
Juna mengangguk. Memang benar, beberapa hari yang lalu, Arka—kapten basket mereka— memberi tahu tentang pendaftaran dalam turnamen olahraga dua minggu ke depan.
"Emang lo yang ngurus?"
"Bukan sih, tapi tadi panitia bilang ke aku kalo ternyata ada klub yang anggotanya belum daftar semua. Padahal tenggat waktunya jam 6 sore nanti."
"Lah mepet banget, dong?"
"Iya makannya, tadi langsung pada heboh ngehubungin anak-anak klub."
Lagi-lagi Juna hanya mengangguk paham.
"Kamu kenapa belum pulang, Jun?"
Nampaknya obrolan mereka belum usai, gadis itu terlihat tak berniat pergi dari hadapan Juna dan malah melempar pertanyaan lain.
"Nunggu si Devan ngumpulin tugas. Lo habis latihan, ya?"
"Iya nih, gara-gara turnamen besok, latihannya jadi lebih lama dari biasanya."
Cewek itu mengeratkan tas ransel yang ia bawa, melanjutkan obrolannya dengan Juna perihal turnamen olahraga. Kayla mengajaknya berbicara beberapa hal, padahal mereka sebelumnya tak pernah dekat. Hanya sekedar bertegur sapa dan saling mengenal nama, tak pernah mengobrol sedekat dan selepas ini. Sesekali cewek itu tertawa di tengah obrolan, membuat matanya yang indah itu menyipit dengan lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTERISM
Teen FictionEmpat manusia, empat lelaki, empat bintang yang kehilangan sinarnya. Tengah mencari-cari eksistensi pendar cahaya yang mereka pun tak tahu berada di mana. Arjuna, Devan, Rey dan Kenzie memanglah istimewa dan nyaris sempurna. Menjadi kelompok tokoh t...