"Sorry ya Jun aku jadi cerita panjang gini, aku cuma ga enak sama kamu kemarin udah ngangterin pulang tapi nggak tau apa-apa."
Kayla berujar sambil menikmati segelas minuman miliknya, menatap Juna dengan rasa bersalah karena merasa hutang penjelasan dengan lelaki itu. Kini mereka tengah duduk berhadapan pada salah satu meja di sudut cafe yang keduanya sepakati untuk bertemu setelah Juna menjemput Kayla dengan motor abu-abunya. Dan juga Sabtu memang hari yang tepat untuk pergi sambil bersantai setelah hari kemarinnya jadwal mereka penuh dengan mata pelajaran.
Juna mengangguk paham, sejak 30 menit lalu ia mendengarkan dengan tenang semua penjelasan Kayla.
"Gapapa, sebenernya kalo lo ga cerita juga ga masalah. Ini urusan pribadi banget kan?"
"Iya, tapi aku mau cerita aja soalnya—" Gadis itu menjeda kalimatnya "Kamu keliatan khawatir banget."
"Iya.. Gue takut lo kenapa-napa."
Keduanya terdiam, menciptakan keheningan sejenak. Juna mengalihkan perhatiannya pada segelas espresso yang hampir habis.
"Tapi lo serius Kay, gamau bilang nyokap lo?"
Gadis itu menggeleng, "Enggak, aku takut Mama makin parah." Keresahan kembali melekat pada wajah Kayla, meski sebenarnya perempuan itu merasa cukup lega setelah bercerita pada Juna mengenai masalah keluarganya. Ia memberitahu lelaki itu perihal ayahnya yang ternyata memiliki keluarga lain, juga keputusannya untuk tetap menyimpan masalah itu sendirian.
"Salah ya Jun, kalo aku diem aja? Apa aku jahat kalo nyembunyiin hal ini dari mama?"
"Enggak, Kayla." Juna memberanikan diri menatap gadis itu lekat-lekat, tak sedikitpun berkedip dan beralih dari manik coklat yang hampir berair di hadapannya.
"Karena yang lo lakuin sekarang ada alesannya, mungkin besok kalau waktunya lebih tepat lo bisa kasih tau nyokap lo."
Arjuna menatap teduh perempuan itu, berusaha menenangkan Kayla yang sedang kalut. Sudah sejak beberapa menit lalu mereka terus membicarakan hal yang begitu berat bagi Kayla, jadi lelaki itu berniat mengalihkan arah pembicaraan.
"Sekarang mau kemana? Lo mau beli sesuatu ga? Biar gue temenin."
"Enggak deh, aku ngikut kamu aja kemana."
Juna berfikir sebentar, memutar otak mencari tempat yang tepat untuk keduanya kunjungi.
"Ke toko buku mau ga?"
"Emang di deket sini ada?"
"Ada kok tapi kayak buku bekas gitu, banyak sih novel nya. Mau coba liat?"
"Boleh."
"Jalan kaki aja gapapa kan? deket banget soalnya cuma di ujung jalan."
Kayla mengangguk setuju, lagipula udara siang ini tak terlalu menyengat. Mereka melangkah menuju toko buku bekas di ujung jalan yang terletak di samping salah satu warung makan padang, beberapa pengendara motor berlalu-lalang di tengah kemacetan. Parkiran yang begitu padat membuat berjalan kaki memang pilihan terbaik.
Toko Buku yang sudah cukup lama berada di sana namun masih sangat terawat itu tampak tidak terlalu ramai, dengan kayu coklat tua sebagai tampilan depan membuat toko itu terlihat sangat klasik. Suara bell terdengar ketika mereka membuka pintu dan berjalan masuk, terdapat buku-buku yang tertata rapi pada rak sesuai dengan jenisnya, juga beberapa buku usang yang hanya ditumpuk pada pinggir ruangan.
"Kamu sering ke sini Jun?"
Kayla membuka percakapan kala keduanya berjalan menyusuri jejeran rak buku latihan soal dan mata pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTERISM
Teen FictionEmpat manusia, empat lelaki, empat bintang yang kehilangan sinarnya. Tengah mencari-cari eksistensi pendar cahaya yang mereka pun tak tahu berada di mana. Arjuna, Devan, Rey dan Kenzie memanglah istimewa dan nyaris sempurna. Menjadi kelompok tokoh t...