Lies & Ego

56.7K 2.5K 29
                                    

Karalynn's POV

Badanku terbaring sempurna di kasur king size-nya dengan dia yang berada di atasku, bertumpu pada lututnya. Tangan besar penuh tatonya menekan belakang leherku mendekati wajah berparas tampan seorang Sean.

Napas kami saling beradu dan terdengar di telinga masing-masing. Matanya yang terlihat marah menatapku tajam, seakan menusuk ke dalam jiwaku dan membakar seluruh organku. Tangan lain pria itu mulai menggerayangi tubuhku, membuat pertahananku runtuh seketika.

"Aku bukan slave mu. Aku bukan siapa-siapamu." ujarku lirih, mataku mulai mengabur karena air mata. Aku benci menjadi gadis cengeng seperti ini di sekitarnya, tapi mau bagaimana lagi, aku tertekan.

Erangan tertahan keluar dari mulut Sean yang sedari tadi terkunci rapat. Cengkramannya di bokongku menguat, sampai aku terasa seperti dicubit oleh lengan kokoh itu. Tangannya menyentakkan leherku mendekati wajahnya sehingga bibir kami bersentuhan.

Ciumannya begitu agresif dan memaksa, sampai tak ada waktu lagi bagiku untuk menyerap oksigen memenuhi paru-paru. Sean menggigit bibir bawahku, memaksaku membuka mulutku. Lidah manis itu menyeruak ke rongga mulutku, menarik lidah lain di dalam sana dan menghisapnya dengan keras.

Bibirnya mengisap kecil-kecil setiap sudut bibirku, membuat bibirku berdenyut sakit. Atas dan bawah, kepalanya bergerak sesuai irama. Aku bahkan tidak sadar kapan tanganku mencengkram erat kerah bajunya. Mataku terpejam menahan air mata yang akan dengan mudahnya meluncur jatuh dari kelopaknya.

Sean mendesah keras, sampai aku mengira itu erangan. Matanya juga ikut terpejam menikmati ciuman satu arah ini. Karena bagaimanapun juga, aku tidak mungkin membalas ciumannya setelah aku mengamuk padanya barusan.

"Hhh.. Balas ciumanku, Sayang." desah Sean membuat bulu kudukku meremang seketika. Aku tetap bertahan dengan tidak membalas perlakuannya sebelum mata nyalangnya menatapku marah, cengkramannya menguat dan ia menggigit bibirku lapar.

Aku meringis kesakitan, "Akh." Sean, dengan begitu tidak pedulinya hanya melakukan aktivitasnya. Ia perlahan mulai membuka celananya dengan asal-asalan tanpa mengakhiri sesi ciuman 'kami'.

"Tidak!" aku berusaha memberontak, tak peduli dengan sentakannya yang semakin menguat, membuat bokongku terasa begitu perih.

"DIAM." Sentak Sean, celananya terlepas sempurna menampilkan kaki berotot lelaki itu yang begitu mulus dan eksotis, tepat diselangkangannya....

"LET ME GO!" teriakku, akhirnya pagutan bibir kami terlepas, aku masih mengejar napasku. Dadaku naik-turun karena kesulitan menggapai udara.

Satu tamparan telak mendarat di pipiku. Rasanya tidak seperih apa yang hatiku rasakan. Sean benar-benar iblis! Aku bersumpah aku tidak menangis lagi saat ini.

"Nikmati saja ini." lirih Sean di lekukan leherku. Tangannya membelai pipiku yang barusan di tamparnya dengan pelan seakan sentuhannya bisa menghilangkan perih ini.

Semuanya dilakukan tanpa perasaan bagiku. Ini terasa bagai penyiksaan dan pemaksaan. Aku merasa seperti budak nafsunya, tinggal tunggu beberapa saat lagi sebelum pria ini melakukan 'sesuatu yang lebih jauh' padaku.

Sekali lagi, aku bukanlah budaknya. Aku bukan penyalur hasratnya. Aku Kara, gadis independen yang akan bebas dari cengkraman serigala setan ini!

"AAAAHH!" teriakku begitu sesuatu miliknya masuk lebih dalam ke tubuhku.

****

Teh ku masih mengepulkan asapnya di hadapanku. Barisan jutaan pohon pinus dan berbagai pohon yang tak begitu kuketahui namanya lainnya juga terpampang di hadapanku. Pagi yang begitu sejuk dan dingin. Aku membanting gelas kaca teh-ku hingga pecah berkeping di lantai kamar mewah ini.

Tak lama derap langkah kaki mendatangiku. Marie, salah satu pelayan yang cukup kuketahui datang melihatku dengan pandangan iba.

"Luna-"

"Aku bukan Luna." ucapku lirih namun tegas membuat Marie mengatupkan mulutnya kembali.

"Miss Kara," ujar Marie masih dengan tatapan iba-nya melihatku hanya menatap kosong hutan belantara di hadapanku. "Kumohon setidaknya cicip dulu teh yang akan kubuatkan. Alpha sangat mengkhawatirkanmu."

Dalam hati aku mendengus mencemooh. Mengkhawatirkanku?! Bukannya dialah yang menyebabkan aku seperti ini?! Dia dan ego-nya itu!

"Lies."

"Kumohon, Miss. Kau bisa sakit jika begini terus." bujuk Marie lagi. Aku berbalik menatapnya dengan marah,

"Kau tahu siapa yang harusnya membujuk disini? Aku. Aku harusnya membujukmu untuk membantuku keluar dari neraka ini. Kau tahu rasanya saat kulihat darahku tercetak di kasur ini pagi tadi? Dan kau tahu rasanya terperangkap di sini, di sekitar orang yang tak kukenal dan menjadikanku sex slave-nya seenaknya saja? Kau tahu rasanya?!" bentakku marah, Marie hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam, tak berani menatapku.

Tak lama pintu terbuka, menampilkan seorang pria dengan badan tegap dan menjulang. Sean. Aku mendengus mencemooh dan membuang pandanganku darinya. Marie terlihat semakin kaku dan takut, kakinya gemetar.

"Apa yang kau lakukan disini, Maid? Pergi!" usir Sean dengan begitu kurang ajarnya, Marie berbalik dan kulihat punggungnya bergetar, "Buatkan dia teh lagi!" perintah Sean sebelum Marie benar-benar pergi.

"Hhh.. Kau tidak perlu bertindak seolah kau peduli." Sindirku tajam padanya.

"Aku memang peduli padamu." lagi-lagi aku mendengus mencemooh, dia berani mengatakan itu setelah mengambil keperawananku semalam?! Dasar bedebah.

"You better fuck off. Now." ujarku masih tanpa menatapnya. Sean berjalan mendekatiku sampai kurasakan suhu tubuhnya yang hangat. Tangan besarnya mengelus pelan puncak kepalaku dan ia mencium keningku.

Ingin kurasanya melayangkan tamparanku, namun mengingat kedua tanganku yang kembali di borgol, jadi aku hanya menutup erat kedua mataku dan mengepalkan tangan menahan amarah.

Sean menarik sebuah kursi mendekat, dan ia duduk menghadapku di sebelah ranjang, "Apa bagian selangkanganmu masih sakit?" tanyanya,sekilas matanya memancarkan kekhawatiran namun aku langsung menghapus bayangan itu.

"Diam kau." ujarku sedikit tidak nyaman dengan arah pembicaraan kami saat ini. Tangannya masih mengelus pelan puncak kepala ku, aku berusaha mengelak dari sentuhannya, namun ia memaksa kepalaku tetap di posisinya. Sialan.

"Kalau kau tidak ada urusan di sini, lebih baik kau pergi."

"Menemanimu, itu urusanku di sini," Satu kecupan singkat jatuh di dahiku, "Kutanya lagi, apa masih sakit?"

Aku mendesah keras, "Ya. Dan itu salahmu, bajingan!"

Sean mengabaikan panggilanku padanya, "Kau tahu? Aku sudah mengklaimmu semalam. Yang berarti tidak akan ada serigala lain yang bisa merebutmu dariku. Tidak ada lagi seorangpun yang bisa mengambilmu dariku." ucapannya membuatku tercenung, klaim?!

"Kau!!" teriakku marah. Klaim. Aku sudah di klaim!! Itu berarti... selamanya aku tertahan di sini bersamanya..

Sean menyeringai licik sebelum mendaratkan kecupan di bibirku, "Kau tahu, aku bisa mendapatkan segalanya."

.

.

.

sorry buat segala kekurangan di buku ini dan late update nya

My Possessive Alpha [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang