Mencintai yang Melukai

5.8K 473 41
                                    


Jaemin & Renjun
Warn!
[Verbal & physical abusive]
.

Skip if you feel uncomfortable







— untuk hati yang kembali di patahkan.

"Renjun, mau menjadi kekasihku?"

"Aku mencintaimu, Jaemin."


Renjun menatap Jaemin yang sedang bermain basket bersama beberapa temannya. Pria mungil itu menatap teduh kekasihnya yang tampak serius mengoper dan memasukkan bola ke dalam ring lawan.

Hingga tepuk tangan menggema menjadi penutup pertandingan latihan sore itu dan Renjun dengan cekatan turun dari bangkunya dengan menggenggam botol air mineral dan handuk kecil.

"Jaem–"

"Jaemin, kau hebat sekali!"

Renjun menghentikan langkahnya begitu melihat seorang perempuan menghampiri Jaemin dan segera memberikan minuman pada kekasihnya. Mengusap keringat pada leher dan wajah Jaemin, sementara pria itu hanya melirik singkat pada Renjun yang masih berdiri di tempatnya sembari meremat handuk di tangannya.

"Terima kasih" Gumam Jaemin sebelum berlari menyusul teman-temannya untuk briefing bersama sang pelatih.

Renjun sendiri hanya mampu menghela napas lelah. Kejadiannya berulang dan pria mungil itu tidak tahu apa kesalahannya hingga Jaemin selalu bersikap dingin— tidak, Jaemin tidak sepenuhnya bersikap dingin. Kekasihnya itu hanya terlalu sering berkata kasar pada Renjun, kemudian sesekali akan memukulnya saat Renjun melakukan kesalahan.

Mungkin kalau Renjun tidak melakukan kesalahan, Jaemin tidak akan memukulnya. Jadi, Renjun pikir dia lah yang bersalah.

Meskipun begitu, Jaemin adalah orang pertama yang akan selalu ada untuk melindungi Renjun. Tidak banyak bicara, tapi tindakannya membuktikan betapa Jaemin mencintai Renjun.

Meminta Renjun menunggunya di dalam mobil agar tidak kedinginan dan di goda mahasiswa lain, membelikan obat di tengah malam saat Renjun terserang demam, hingga rela membolos karena Renjun menelfonnya dengan suara serak karena menangis.

Jaemin adalah orang pertama yang akan Renjun jadikan sandaran, tapi juga orang pertama yang akan Renjun hindari saat marah.

Kembali menghela napas panjang, Renjun memilih menunggu Jaemin di mobil pria itu setelah mendapat pesan dari kekasihnya. Langkahnya pelan dengan sorot mata datar melewati koridor fakultas hukum yang sudah sepi.

"Renjun!" Pria itu menoleh dan tersenyum saat melihat Haechan– teman satu jurusannya, melambai dan berlari kecil ke arahnya.

"Kenapa belum pulang? Menunggu Jaemin?" Tanya Haechan dan  anggukki pria mungil tersebut.

"Kau sendiri kenapa belum pulang?" Renjun balas bertanya.

"Aku baru selesai mengerjakan tugas dari Profesor Nam. Kau sudah selesai mengerjakannya? Aku yakin sudah." Oceh Haechan.

"Oh iya, aku sudah selesai kemarin." Jawab Renjun.

"Sudah aku duga kau pasti sudah menyelesaikannya. Kasus apa yang kau ambil?"

Renjun kemudian mengobrol dengan Haechan hingga ia tidak sadar bahwa Jaemin sudah mengirim pesan agar Renjun segera datang ke parkiran. Pria itu baru sadar setelah Renjun merasakan ponselnya bergetar.

Menatap benda pipih tersebut, Renjun membelalakan matanya kaget.

"Haechan maaf aku harus segera pulang. Ternyata Jaemin sudah ada di parkiran." Ucap Renjun buru-buru.

"Oh iya tidak masalah." Jawab Haechan.

"Aku duluan, sampai bertemu besok." Tanpa menunggu jawaban Haechan, Renjun sudah lebih dulu berlari meninggalkan pria itu.

Jantung Renjun berdegup kencang saat mengetuk kaca mobil Jaemin. Setelah kaca tersebut terbuka dan di persilakan masuk, Renjun duduk di kursi penumpang dengan takut.

"Aku bilang tunggu aku di mobil, bodoh. Apa kau tidak mendengarku? Aku sudah lelah latihan basket dan kau membiarkanku menunggu seperti ini. Dasar bodoh." Ucap Jaemin pedas.

"Maaf, Jaemin. Tadi aku bertemu dengan salahsatu temanku dan kami membahas tugas sampai aku lupa tidak mengecek ponsel. Maafkan aku." Jawab Renjun.

"Memang bodoh."

Jaemin dengan setiap kalimat yang keluar dari bibirnya selalu membuat Renjun takut. Karena itu kadang Renjun bersyukur Jaemin diam. Sebab, setiap ucapan yang Jaemin berikan selalu membuatnya menerka-nerka, apakah demikian benarnya? Apakah Renjun bodoh, sialan, dan segala jenis umpatan lainnya seperti yang Jaemin katakan? Dia menjadi tidak percaya diri dan mulai membatasi lingkungan sosialnya.

Renjun juga mengakui, ia merindukan Jaemin satu tahun lalu. Jaemin yang tidak mudah berkata atau memperlakukannya dengan kasar. Hingga saat ini Renjun penasaran dengan sebab Jaemin berubah, atau sebenarnya Jaemin tidak berubah, hanya Renjun yang tidak mengetahui sikap sebenarnya pria itu?

Renjun menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Retinanya menatap lurus jalanan hingga ia cukup terkejut saat secara tiba-tiba Jaemin menggenggam dan mengusap punggung tangannya lembut.

Renjun menoleh kemudian kembali menatap lurus jalanan, membiarkan perasaannya lebih tenang dengan usapan lembut pada punggung tangannya.

Begitu sampai di apartemen Renjun, pria itu segera berpamitan pada kekasihnya.

"Aku masuk dulu, jangan lupa makan malam." Ucap Renjun sembari tersenyum dan hanya dibalas anggukkan kecil oleh Jaemin.

"Kau juga, jangan begadang mengerjakan tugas."

"Tentu" Balas Renjun sebelum benar-benar turun dari kendaraan roda empat tersebut dan menuju unitnya.

Jaemin tidak bisa ditebak dan Renjun masih enggan melepaskan. Jadi, walaupun beracun, Renjun memilih mempertahankan hubungannya.

Tidak masalah sering terluka. Selama Renjun bersama Jaemin, pria mungil itu percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Padahal alasan Renjun terluka paling besar adalah Jaemin.

.
















😉

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang