01

2.9K 197 17
                                    

Seorang perempuan berjalan tanpa berpagar payung, melangkah tanpa tujuan. Seluruh tubuhnya basah, keadaannya benar-benar sedang tidak baik-baik saja. Genangan air dianggapnya mengering, orang-orang melihat dirinya seperti itu. Kali ini hujan menemaninya pada malam yang gelap, sepi dan dingin.

Tidak ada yang mengerti bagaimana perasaannya saat ini, percuma untuk dijelaskan bahkan diceritakan sebab tidak akan ada yang tau bagaimana sakitnya dan juga menjadi dirinya.

Tapaknya semakin mengikis, ia luruh dalam gumam tanpa henti. Bibir basahnya kelu dalam tangis, ia terus melangkah tanpa arti. Hujan menutupi tangisnya dengan baik, selama ini ia terperangkap dalam senyum sementara ia menahan segala rasa sakitnya.

Perempuan itu, sudah berakhir dengan kekalahan ia benar-benar sudah menyerah pada keadaannya. Hampir setiap hari ia selalu menghadapi segala sesuatu yang berhubungan dengan pembullyan, kekerasan dan ketidakadilan bahkan ia tidak hanya mendapatkan hal itu di sekolahnya melainkan juga dalam rumahnya, keluarganya.

Benar-benar tidak ada yang tau bagaimana bertahan dikehidupan yang seperti dineraka. Bekas luka, lebam, pukulan bahkan kata-kata kasar pun perlakuan yang ia rasakan sudah menjadi makanannya setiap hari.

Perempuan itu, menghentikan langkah kakinya diatas jembatan yang dibawahnya itu adalah sungai Chao Phraya. yang indah pula menenangkan hati bagi siapa saja yang melihatnya. Angin yang masih ribut bahkan gemuruh langit yang tak henti pula hujan yang juga semakin menjatuhkan dirinya dengan kasar itu menerpa seluruh wajahnya.

Merasakan kedamaian dan ketenangan di bawahnya, perempuan itu pun menutup kedua matanya. Merentangkan kedua tangannya, hal itu yang ia inginkan selama ini namun tidak pernah ia rasakan ketika  hujan itu berhenti atau tidak datang.

Perempuan itu, sangat menyukai hujan sebab ia bisa mendeskripsikan perasaannya, menceritakan kisahnya hanya dengan menutup matanya itu meneduhkan.

Perlahan ia membuka kedua matanya, dan berpegang pada pagar besi jembatan yang kokoh itu. Ia tersenyum lirih, kepalan tangannya semakin erat memegang pagar jembatan itu. Sekali lagi ia menghela nafasnya lalu membuangnya perlahan terus menerus sampai akhirnya ia siap untuk menceritakan perasaannya.

Ahhhhhhhh hhhhhhh

Ia berteriak sekuat tenaga melepaskan diri dari hal yang menyakitinya.

Ahhhhhhhh hhhhhhh hhhhh

Lagi, ia melakukan hal yang ia biasa lakukan baginya itu menyenangkan daripada menceritakan masalahnya kepada orang lain yang tidak pernah mengerti apa yang ia rasakan.

Perasaannya kali ini terbilang cukup baik, seakan dengan seperti ini beban yang ia pinggul berkurang. Memang cukup aneh, tapi setiap orang pasti memiliki cara untuk mengatasi masalahnya dengan caranya sendiri, untuk perempuan itu berbeda lagi.

Setelah cukup baik baginya, ia pun beranjak pergi dari tempat itu. Selama dalam perjalanan ia tersenyum seperti seorang anak kecil yang diberi hadiah oleh orang tuanya, sayangnya itu tidak berlaku untuknya.

Bajunya masih basah, badannya sedikit menggigil karena kedinginan. Namun itu tidak masalah untuk perempuan itu, walaupun jam menunjukkan tengah malam ia terus melangkahkan kakinya untuk pulang.

Tidak ada rasa takut dalam dirinya, meskipun ia tidak sanggup melawan orang yang menyakitinya tapi ia percaya bahwa ia akan mengatasi rasa sakit itu dengan baik, sungguh rasa percaya dirinya yang tinggi itu mampu membuatnya bertahan selama ini hal itu pula menjadikannya seorang perempuan yang cukup dewasa.

Langkah kakinya sedikit letih, badannya terus menerus menggigil dan itu menyerang dirinya secara perlahan. Jarak rumahnya masih cukup jauh, tapi badannya seakan tidak ingin berkompromi dengan baik.

The Couple (Freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang