19

3.8K 275 0
                                    

"Rin," panggil Hendery yang melihat Shirin hanya melamun setelah bertemu Mamanya.

"Hm," gumam Shirin tanpa menoleh kearah Hendery.

Hendery melihat Shirin sendu, ia mendengar percakapan Shirin dan Mamanya. Hendery tau rasanya, karna orang tuanya juga sudah bercerai saat ia masih SMA.

Hendery menghela nafas, lalu tersenyum seraya meraih tangan Shirin untuk digenggamnya. "Mau cerita?"

Shirin menunduk, kemudian terdengar isak tangis pelan. Hendery langsung membawa Shirin ke dalam pelukannya.

Fyi, Lucas, Tristan, dan Ara masih berada diluar.

.
.
.
.
.

"Bapak darimana aja?" tanya Hana ketika melihat Jeffrey yang hendak masuk ke ruangannya.

"Bukan urusan kamu." Mood Jeffrey sedang tidak baik karna sifat Shirin yang berubah ketika bertemu dengan Tristan.

Hana mengernyit, lalu membuntuti Jeffrey masuk ke dalam ruangan. "Bapak lagi ada masalah ya?"

Jeffrey menghela nafas. "Bisa keluar?" tanya Jeffrey sembari menatap Hana tak suka.

Hana menatap Jeffrey tak mengerti. "K-keluar?"

"Budeg?"

"B-baik Pak."

Selepas Hana keluar dari ruangannya, Jeffrey mendudukkan bokongnya disofa.

"Dia pacarnya Shirin? Bocil? Dia manggil Shirin Mama? Hm...dia ponakannya kali ya? Ponakannya Bian juga manggil Bian Papa. Iya-iya, pasti bocil itu ponakannya Shirin dan cowok itu Omnya Shirin," gumamnya seraya mengembangkan senyum.

"Tapi keliatan masih muda, ganteng juga. Eh?" Jeffrey menggelengkan kepalanya. Kemudian ia merogoh sakunya untuk mengambil dompet Mama Shirin, ia tersenyum kecil sembari menatap foto remaja Shirin.

.
.
.
.
.

"Ara boleh minta buahnya ngga Ma?" tanya Ara sembari menatap buah apel berbinar.

Shirin terkekeh, lalu mengupaskan buah apel untuk Ara. Namun pergerakannya terhenti一

"Biar aku aja," ucap Tristan seraya menahan tangan Shirin yang sedang mengupas apel.

Shirin tersenyum, lalu menyerah apel dan pisau itu kepada Tristan. "Ara udah sekolah belum?" tanyanya sembari mengelus tangan Ara yang menggenggam tangannya.

"Belum."

"Kok belum?" Shirin sedikit melirik Tristan yang juga meliriknya.

"Aku takut Ara bakal di bully," jawab Tristan, lalu fokus mengupas apel lagi.

"Bully?" gumam Shirin, selang beberapa detik, ia mulai menganggukkan kepalanya paham. "Ara pengen sekolah?"

"Pengen," cicit Ara sembari melirik Tristan takut.

Shirin tersenyum, "Kalo gitu, tiap hari minggu Ara ikut Mama ke sekolah, mau?"

"Kok minggu? Bukannya kalo hari minggu sekolah libur?" tanya Ara bingung.

"Di sekolah Mama, setiap hari mau belajar bisa, Ara mau?"

Ara melirik Papanya.

Tristan menghela nafas, "Dimana?" tanyanya kepada Shirin.

"Deket panti, bukan sekolah tapi rumah baca. Boleh?"

"Rumah baca?"

Shirin mengangguk.

"Rumah bacanya Shirin, aman kok. Di sana cuma ada anak panti sama beberapa anak warga di sana," ujar Lucas seraya mengambil buah pir diatas nakas.

"Rumah baca kamu?" tanya Tristan sedikit tak percaya.

"B-bukan, p-punya sepupu."

Lucas mengernyit, "Punya Shirin, belum lama jadinya. Baru 1 bulan kayaknya, udah 1 bulan apa belum ya?"

Tristan menatap Shirin sulit diartikan. Ia menghela nafas, "Yaudah boleh, asal kamu awasin," ucapnya sembari menatap Ara yang tengah tersenyum lebar. Hatinya menghangat melihat senyum lebar itu.

Shirin tersenyum, lalu mengelus rambut Ara sayang.

Tbc...

Bad Cover : Tempted ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang