SIL • Absurd

32 12 14
                                    

Anazia AD

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anazia AD

Udah makan?

Read

"Dibaca doang? Dipikir wattpad apa, baca doang vote komen kagak," dumel Rahib miris.

Sedikit frustasi terhadap balasan Kanzia yang sebetulnya sudah ketebak, Rahib memilih menjemput keindahan alam lain, demi mengurangi tingkat stresnya yang akan keluar jika terus memikirkan cara memikat seorang Kanzia.

Minum susu, sikat gigi, cuci kaki, cuci muka, ambil air wudhu, matikan data smartphone, matikan lampu, tutup mata, dan tidur—tata cara menjemput keindahan dunia lain ala Rahib.

***

Matahari telah menyapa, menandakan telah tiba saatnya untuk mulung. Meskipun belum puas istirahat, hari senin tidak akan bisa ditukar menjadi hari minggu kembali. Persiapkan mental, sambut hari dengan umpatan.

"Sialan!" umpat Rahib.

"Astagfirullah Rahib, berdosa banget kamu," ucap Rahib setelah sadar dengan apa yang diucapkannya sebelumnya. Rahib tetaplah anak baik yang manis, ya.

"Dasi, udah."

"Topi, udah."

"Jas, oke."

"Muka juga udah cakep, okelah. Mari kita mulung!" serunya setelah selesai bersiap dengan seragam sekolah lengkap. Seperti biasa, Rahib berbicara dengan dirinya sendiri.

Dirasa semuanya sudah lengkap, Rahib berjalan keluar kamar untuk memastikan apa ojek pribadinya sudah menjemput.

"Den, den Alif sudah datang," lapor Bibi begitu melihat Rahib menuruni tangga.

Seperti dugaan. Alif, sahabat Rahib sedari mereka bocah, kini ia klaim menjadi ojek pribadinya tanpa konfirmasi dengan si empunya nama.

"Makasih, Bi. Rahib pamit, ya," balas Rahib seraya menyalami Bibi.

Bi Anni, pengasuh Rahib kecil yang telah beralih menjadi asisten rumah tangga setelah kepergian mamanya. Di mata Rahib, Bi Anni tidak hanya sebatas pekerja, tetapi ia menganggap beliau seperti keluarganya. Bahkan ia lebih hormat kepada Bi Anni dibandingkan dengan papanya—setelah menikah dengan ibunya Liban.

Perjalanan ke sekolah diisi dengan kegaduhan Alif yang mengendarai motor dengan tidak santainya. "Sabar Rahib, meskipun dia ojek pribadi lo, tetap aja tumpangan ini gratis," batin Rahib mencoba bersabar.

"Lo sudah ngerjain tugas, Ga?" tanya Rahib ke Angga begitu ia dan Alif sampai di kelas.

"Sudah," jawab Angga tanpa melihat lawan bicara, karena ia sedang sibuk dengan buku sketsanya.

"Emang ada tugas? Tugas apa?" tanya Reyhan bingung.

Sekadar informasi. Pada akhirnya Rahib, Alif, Angga, Reyhan, Keyrila, dan Ayu kebagian di kelas yang sama, X IPA 3. Sedangkan Anggia, Shafira, Kesya, dan Kevanno berada di kelas X IPA 2.

Sense In LiteracyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang