Pagi Rahib diselimuti oleh rasa penasaran sekaligus bingung. Ia merasa penasaran dengan apa yang Kanzia katakan, dan ia juga bingung dengan maksud pesan aneh yang diterimanya semalam.
Setelah sampai di sekolah perasaannya bertambah lagi. Rahib kini juga diselimuti rasa bimbang. Haruskah ia ke belakang sekolah sesuai isi pesan? Atau, biarkan saja rasa penasaran tetap tinggal.
Dua mata pelajaran pertama dilalui Rahib dengan konsentrasi 100% terpecah. Istirahat pertama pun ia hanya mengikuti temannya ke kantin tanpa memesan apapun membuat tanda tanya di pikiran sahabatnya.
Setibanya di kelas—setelah dari kantin— Rahib masih dalam mode kalem yang sangat tidak mencerminkan dirinya. Rahib dan kalem adalah perpaduan yang tidak seimbang.
"Kenapa, Lo?" tanya Angga melihat gelagat Rahib yang aneh di matanya.
"Enggak," jawab Rahib tanpa gairah.
"Enggak yakin gue. Meskipun terkadang lo bisa jadi kalem, tapi enggak sekalem itu," sangkal Alif yang juga merasakan tingkah aneh Rahib, "kecuali, lagi ada yang lo pikirin."
"Apaan dah, santai aja, gue oke kok," jawab Rahib sesantai mungkin, ia tidak ingin kedua sahabatnya mencurigainya.
"Kalian kenapa sih? Lagi ngomongin apa?" tanya Reyhan bingung dengan arah pembicaraan mereka. Maklum, Reyhan baru mengenal mereka saat MOS.
"Okelah kalo lo ngerasa gitu," balas Alif mencoba memahami Rahib. Sengklek gitu Alif memiliki tingkat toleransi yang tinggi. Ia tidak akan memaksa sahabatnya untuk selalu terbuka.
"Thanks, guys." Rahib berterima kasih untuk sahabat yang menghargainya.
"Ck, kalian bahas apa sih?" decak Reyhan yang merasa terkacangi.
"Bukan apa-apa, anak kecil mana boleh tahu," jawab Alif menggoda Reyhan.
"Siapa yang lo maksud anak kecil?" sinis Reyhan.
"Lo lah, Maps," balas Alif santai.
"Kecil apaan dah," protes Reyhan tidak terima.
"Kan emang lo anak kecil, di antara kita berlima kan lo yang paling kecil," ucap Rahib ikutan menggoda Reyhan.
"Beda setahun doang elah," gerutu Reyhan. Nasib Reyhan yang memiliki umur paling kecil di kelompok, membuatnya selalu diejek anak kecil.
Angga? Ia langsung memasang airpords, malas mendengar kekonyolan sahabatnya.
Berhubung kelas X IPA 3 mendapat free class sampai bel istirahat kedua, semua penghuninya memilih berpencar mencari kenyamanan tersendiri. Sebagian siswa laki-laki menghabiskan waktunya dengan bermain game online, sedangkan para siswi sudah membentuk beberapa kelompok untuk bergibah.
Istirahat kedua, waktu yang telah ditentukan si pengirim chat. Sampai saat ini Rahib masih diselimuti kebimbangan. Bahkan ia belum membuka room chatnya dengan Kanzia, karena ia lupa mengisi daya smartphonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sense In Literacy
Roman pour Adolescents"Permainan kata yang membentuk sebuah rasa." -dkhrnnisa Keluarga dan literasi, di sini lah kisah ini bermula. Berawal dari pertemuan tak terduga, berakhir kisah singkat yang terkesan lamban. Banyak orang diberikan pilihan yang seharusnya tidak untuk...