8. Acha dan Narasinya

55 30 12
                                    

Apakah melupakan seseorang memang harus sesakit ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apakah melupakan seseorang memang harus sesakit ini?

- Acha dan Narasinya

ℍ 𝔸 ℝ 𝔸 𝕁 𝔸

Acha masih berdiri di antara kepingan gelas kaca yang menghias lantai. Dengan senyumnya yang dipaksakan gadis itu menatap Felix dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

Acha tak mengerti pada semesta, mengapa dia harus dihadapkan pada situasi serumit ini. Acha menatap tak percaya kejadian di depannya. Berulang kali dia berdoa, meyakinkan jika ini semua hanyalah mimpi. Usahanya sia-sia, matanya berkaca-kaca seolah semua harapannya dihancurkan berkeping-keping.

Acha menggeleng menatap Una tak percaya, gadis itu terdiam kaku ketika semua mata memandang dirinya. Acha bingung harus berbuat apa, dia merasa marah dengan dirinya, namun semua emosinya dirasa percuma. Rasa kecewa menyelimuti jiwanya, Acha bingung harus marah pada siapa.

Gadis itu menelan ludahnya, tercekat, tak bisa mengatakan sepatah kata apapun. Hatinya terlalu sakit untuk menerima kejadian di depannya. Acha tak mengerti, dia bingung.

Kerumunan orang bergumam membisikkan tingkahnya, memandang sinis pada Acha yang bahkan tak mengerti apapun.

Tanpa disadari setetes air mata turun membasahi pipinya, dengan perasaan terpaksa gadis itu tersenyum, mencoba mengikhlaskan sepenuh hati walau separuh jiwanya berontak melawan akal. Dengan langkah kaku Acha memutar badanya, berjalan cepat meninggalkan aula.

Plak!

Una murka, dengan tanganya dia menampar lelaki yang berjajar di sebelahnya, "Lo gila Lix."

Lantas Una berlari menyusul Acha yang pergi di tengah pesta. Una terus berteriak, memanggil gadis yang berjalan cepat di depannya.

"Acha!"

"Acha, dengerin penjelasan gue!"

Semua panggilan tak diindahkan oleh Acha, gadis itu terus berjalan tanpa menolehkan kepalanya hanya untuk menatap Una.

"Cha!"

Una kesal, dia menarik tangan Acha membuat gadis itu marah dan menepis tangannya. Una tersentak, gadis itu menggigit bibirnya, menatap wajah Acha yang sudah berhiaskan air mata.

"Cha, gue...."

"Kenapa?" Acha terisak.

Una tercekat, bibirnya tak bisa mengucap, dia bingung harus mengatakan apa, sedangkan semua hal yang dia lakukan sudah menyakiti hati Acha.

"Gue, dijodohin Cha." Una menunduk.

"Una nggak menolak?"

Una menggeleng lemah, tak berani menatap gadis di depannya.

HARAJA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang