Acara amal itu lebih cocok disebut sebagai pesta atau perayaan yang besar sebab aula yang dipakai cukup luas dan tamu yang hadir juga sangat banyak. Jamuan yang ada juga berlebihan, hiburan tersedia, dan semua orang datang dengan pakaian-pakaian berkelas mereka. Oh, inilah alasan mengapa Mortimer memanggil penata rias khusus untukku. Benakku bertanya-tanya berapa banyak uang yang mereka hambur-hamburkan untuk mengadakan acara amal ini? Atau mungkin aku lah yang terlalu norak karena tidak pernah menghadiri acara amal para orang kaya sebelumnya?
Mortimer mendapatkan mejanya sendiri saat pelelangan dimulai. Aku hanya duduk di sisinya bagaikan keramik pajangan sementara dia dan orang-orang kaya yang hadir di sini memperebutkan benda dengan harga tertinggi yang mereka tawarkan. Mortimer berhasil mendapatkan sesuatu berharga dari pelelangan, yaitu sebuah villa di salah satu pulau di Karibia. Tampaknya villa ini sudah menjadi incarannya sebab dia tampak puas setelah berhasil mendapatkannya. Well, mudah untuknya karena dia adalah orang yang punya banyak uang dan bisa mendapatkan apa saja.
Setelah pelelangan selesai, Mortimer tidak langsung mengajakku pulang. Ia menghabiskan waktu berbincang dengan rekan-rekan yang ia kenal sementara aku senantiasa berdiri di sisinya lagi-lagi bagaikan pajangan. Tidak ada yang tertarik untuk bertanya kepada Mortimer siapa wanita yang lelaki itu bawa dan tidak ada yang tertarik untuk mengajakku berkenalan. Mungkin mereka sudah tahu bahwa aku hanyalah salah satu mainan Mortimer saja, tidak lebih dari itu, jadi tidak penting berkenalan denganku.
Berada di antara orang-orang kaya dan mendengarkan mereka bercerita tentang betapa suksesnya bisnis mereka membuatku merasa jenuh. Aku meminta izin kepada Mortimer dengan alasan pergi ke toilet untuk buang air kecil, padahal yang sebenarnya adalah aku mencari tempat yang sunyi agar aku dapat menyendiri selama beberapa menit.
Smoking area kutemukan di sisi kiri aula, kebetulan tempat itu kosong dan berada di teras yang terbuka sehingga aku dapat menenangkan diriku sejenak dari hiruk pikuk dunia orang kaya. Aku berdiri bersandar di tembok sambil memandangi ujung sepatuku dengan tatapan yang kosong. Lagi-lagi aku memikirkan suamiku, baru beberapa hari aku hidup bersama Mortimer tapi benakku sudah menjerit merindukan David, apa kabar pria itu? Apakah ia hidup dengan baik setelah keluar dari penjara? Apakah ia mendapatkan pekerjaan baru? Dan apakah ia bahagia menjalani kesehariannya tanpa kehadiranku?
Oh, kepalaku terasa pusing memikirkannya. Terlebih lagi saat hasutan Mortimer kemarin malam terbesit di ingatanku, kemungkinan bahwa David mencari wanita lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya selama aku tidak bersamanya. Aku tidak mempercayai Mortimer, tentu saja aku tidak meragukan kesetiaan suamiku. Namun entah mengapa ada sebagian dari diriku yang merasa terganggu, yang membuatku terus memikirkan hal buruk yang Mortimer katakan mengenai David kemarin malam.
Oh lupakan Tatum, Mortimer hanya ingin kau membenci suamimu agar ia dapat melihatmu melayaninya dengan sepenuh hati.
"Rokok?" suara itu membuatku tersentak dan tersadar dari lamunanku. Seorang pria bertubuh jangkung dan bermata biru berdiri tepat di sisiku dan menawarkan sebatang rokok kepadaku. Aku memandangi bungkus rokok itu dengan ragu, ya aku memang merokok meski tidak terlalu sering, aku hanya menikmatinya ketika kepalaku nyaris pecah memikirkan masalah-masalah yang tengah kuhadapi.
Dan sekarang aku membutuhkan rokok itu.
Tanganku terulur mengambil sebatang rokok dari bungkus yang ia sodorkan. Aku menyelipkannya di antara bibirku lalu dia dengan sigap menyalakan koreknya untuk membakar ujung rokokku.
Memejamkan mata, aku mengambil hisapan pertama lalu menghembuskan asapnya dengan perlahan. Rasanya aku menjadi sedikit lebih tenang dan pikiranku terasa ringan. Oh, aku sangat berterima kasih kepadanya, dia memberikan penawar bagi kegusaranku.
"Terima kasih" kataku kepada pria itu.
Dia tersenyum, "Siapa namamu?" tanyanya.
"Tatum" jawabku, enggan menyebutkan nama lengkapku.
"Aku Nick, Nick Mason" ucapnya, "Kau menikmati acaranya?"
Aku terdiam tak tahu harus menjawab apa, aku yakin Nick merupakan bagian dari acara amal itu, salah satu orang kaya yang hadir untuk menyumbangkan sedikit uang yang mereka punya melalui pelelangan.
"Lumayan" jawabku, seadanya.
Nick terkekeh pelan, "Lumayan artinya kau benci berada di sana" kata Nick dengan tawa yang renyah, "Sama sepertiku"
Oh, benarkah?
"Kau kelihatan terkejut" ucapnya.
Aku tertawa sumbang, "Yeah, hanya sedikit heran orang sepertimu merasa tidak nyaman berada di dalam sana"
"Benci, Tatum" sahut pria itu menekankan, "Seseorang yang sangat kubenci ada di dalam sana dan itulah alasan mengapa aku berada di sini bersamamu." Aku menatap Nick dengan kedua alisku yang terangkat naik, seseorang yang dia benci ada di dalam sana? Di tengah-tengah kerumunan orang-orang kaya? Oh, pantas saja ia memilih berada di sini dan merokok bersamaku.
Aku yang awalnya mencari ruang untuk menyendiri malah mengisi kekosonganku dengan mengorbrol dengan Nick Mason, pria asing yang baru kukenal dan anehnya aku merasa lebih nyaman berada di dekatnya ketimbang berada di sisi Mortimer dan mengobrol bersama orang-orang sekelasnya.
"Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya Tatum, bersama siapa kau datang ke acara ini?" tanya Nick.
"Bersamaku" suara itu membuat tubuhku membeku, di pinggangku aku dapat merasakan rangkulan lengan kekar yang begitu erat dan menarikku untuk lebih dekat kepadanya....kepada Mortimer.
Jantungku berdetak kencang. Aku merasa takut sebab baru saja melanggar salah satu dari sekian banyaknya aturan tak masuk akal yang Mortimer buat untukku, aturan yang melarangku berbincang dengan orang lain tanpa izin darinya. Tapi Nick hanyalah pria asing yang mengajakku mengobrol, itu berarti aku tidak dalam masalah, bukan?
Oh, tentu saja aku berada di dalam masalah. Aku berbohong kepada Mortimer sebelumnya.
Wajah Nick yang semula kaku perlahan mencair setelah beberapa detik Mortimer muncul di sela-sela obrolan kami. Lelaki itu membuang puntung rokoknya ke ubin lalu menginjaknya sambil menatap Mortimer seolah-oleh mereka punya masalah pribadi.
"Dia wanitamu?" tanya Nick sambil memandangiku dari atas hingga ke bawah. Aku terkejut melihat sikap tidak sopan pria itu, sebelumnya ia adalah lawan bicara yang menyenangkan tapi kini dia menatapku seakan-akan aku adalah pelacur Mortimer yang rendahan. Yeah sialan, itulah kenyataannya.
Sudut bibir Nick terangkat naik. Tanpa merasa takut dia kembali menatap Mortimer lalu berbisik, "Menarik" kemudian pergi meninggalkan smoking area begitu saja.
Aku tak mengerti apa maksud di balik kata 'menarik' yang Nick ucapkan, dan aku tidak punya banyak waktu untuk memikirkan maksud pria itu karena Mortimer langsung menggenggam erat pergelangan tanganku lalu menyeretku kembali ke hotel.
Aku merutuk pelan menyadari bahwa diriku berada di dalam masalah. Masalah yang sangat besar karena aku telah berhasil memancing amarahnya.
— TBC —
Vote+comment for next!
KAMU SEDANG MEMBACA
Wife For Sale (COMPLETED)
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Demi membebaskan suaminya dari tuntutan hukum Tatum Scott Delaney terpaksa harus melayani Gregory Mortimer, pemilik perusahaan GM Engineering & Construction tempat suaminya bekerja selama enam bulan lama...