9

3.5K 348 16
                                    

Mortimer menyeretku kembali ke hotel, dia bahkan mengabaikan Owen dan beberapa anak buahnya yang menunggu di basemen. Aku dapat merasakan kemarahan Mortimer semakin besar dan besar, siap meledak dan membakarku hingga menjadi abu. Aku sangat ketakutan, tapi aku juga pasrah. Pembelaan apa pun yang kulakukan untuk diriku pasti akan berujung sia-sia.

Memasuki kamar hotel, Mortimer mendorongku dengan kasar hingga tubuhku menabrak dinding. Aku meringis namun tetap berdiri dengan tegar, lelaki itu menghampiriku dengan langkahnya yang lebar. Sambil menarik simpul dasinya dengan kasar dia berkata, "Kau benar-benar menguji habis kesabaranku, Tatum!"

Aku terjengkit kaget, merapat ke sudut ruangan sementara Mortimer terus melangkah menghampiriku dengan tatapan matanya yang tajam.

"Ma-maaf..." aku tergagap lalu memejamkan kedua mataku saat Mortimer mengurung tubuhku yang kecil dan tidak berdaya dengan kedua lengannya. Tubuhku gemetaran, sosok Mortimer yang berapi-api membuatku sangat ketakutan. "Kumohon maafkan aku..."

"Sudah terlambat, Tatum" geramnya, "Apa yang bajingan Mason itu katakan kepadamu?!"

Aku tidak memberikan Mortimer jawaban karena sehingga pria itu menggeram lalu mencengkeram kuat rahangku, "Jawab aku sialan"

"Ti-tidak ada..." jawabku terbata-bata. Mataku terasa perih dan setetes air mata jatuh begitu saja sehingga Mortimer terpaku dan berhenti mencengkeram rahangku, "Dia hanya menawariku sebatang rokok dan kami cuma berbasa-basi saja" aku melanjutkan.

Mortimer mendengus, "Berbasa-basi katamu?" dia mendesak tubuhku sehingga aku terjepit di antara dinding dan tubuhnya yang besar, "Kau seharusnya ingat bahwa kau tidak kuizinkan berbicara kepada pria lain selama kau menjadi milikku" tekannya.

Nafasku terenggut, sangat banyak sehingga paru-paruku seperti kosong oleh udara. Mortimer menusukku dengan bola matanya yang hijau, tangannya berpindah untuk meremas erat kedua lenganku lalu dengan suaranya yang parau dan berat ia berkata, "Atau aku harus mengingatkanmu, Tatum?"

Kedua bola mataku membesar dan mengabur, aku menggeleng penuh permohonan kepada Mortimer disertai dengan bisikan kecil, "Tidak, jangan...."

Dia tidak memedulikan betapa ketakutannya aku. Sambil mendorong tubuhku untuk berbalik memunggunginya dia mengikat kedua tanganku dengan dasi lalu menyingkap ujung gaunku hingga ke batas pinggang. Jantungku berdegup kencang saat telapak kasar Mortimer mengusap lembut pipi bokongku bagaikan sebuah pemanasan.

Plakk!

"Ahkk!" aku menjerit dan meringis merasakan  satu tamparan mendarat di bokongku.

"Kau tidak berada di posisi di mana kau bisa menentukan pilihanmu" ujar lelaki itu.

Tamparan yang lain menyusul. Berulang kali telapak tangan Mortimer mendarat mulus di pipi bokongku dan yang bisa kulakukan hanyalah menangis dan menjerit. Kedua tanganku yang terikat terkepal erat, aku terisak dan mulai sesenggukan memohon kepada Mortimer untuk berhenti menyiksaku. Cara dia memperlakukanku membuatku sadar akan posisiku yang sebenarnya, dan tamparan yang ia berikan pada bokongku memgingatkan aku pada malam-malam gelap penuh siksaan yang Dave berikan kepadaku. Malam di mana suamiku menuntaskan hasratnya dengan cara yang tidak wajar dan menyiksa habis tubuh dan batinku.

Selang beberapa menit setelah Mortimer puas menampar bokongku, aku mendengar suara gesper dibuka dengan terburu-buru dan yang selanjutnya kurasakan adalah keperkasaannya yang mengisi ronggaku dengan kasar. Aku mengerang dan merintih saat Mortimer mulai mendesak dan memompa ke dalam tubuhku dengan penuh kemarahan. Aku menangis tersedu-sedu sementara dia menjambak rambutku, memaksa kepalaku untuk mendongak lalu ia bungkam isakanku dengan ciumannya yang kasar dan menggebu-gebu.

Aku merasa sangat rendah dan hina, semata-mata bukan karena Mortimer yang menunjukkan di mana posisiku yang sebenarnya tapi karena respon tubuhku yang membuatku merasa sangat kecewa. Tubuhku berada di luar kendali dan menyambut baik setiap hujaman kasar yang Mortimer berikan. Milikku basah dan menjerit meminta lebih banyak lagi desakan dan hujaman dari keperkasaan Mortimer tanpa belas kasihan.

"Ohhh Gregory...." aku merintih menyebut nama lelaki itu di luar kehendakku. Mortimer menggeram puas, ia melepaskan bibirnya dari bibirku lalu bibir yang sama berpindah ke telingaku. Tubuhku menggelinjang saat ia menggigit daun telingaku lalu berbisik tajam, "Why are you always so set on defying me, Tatum?"

Betisku gemetaran mendengar bisikan itu. Aku ingin datang tapi tampaknya Mortimer tidak membiarkanku mendapatkan pelepasan  dengan mudah. Ia menarik diri dariku, menjambak rambutku lalu memutar tubuhku yang terasa ngilu untuk kembali menghadapnya.

"You need my permission to cum, Tatum. Beg for it!"

Aku menatapnya dengan air mata yang membasahi wajahku. Nafasnya panas dan memburu, dia berpeluh dan hasratnya menggebu-gebu terhadap diriku. Aku semakin kehilangan harga diri saat ia memintaku memohon lagi dan lagi seolah-olah menghina dan menyiksaku tidaklah cukup untuknya. Sungguh, aku ingin melawan keinginan  Mortimer tapi aku tidak berdaya. Tubuhku terasa ngilu membutuhkan pelapasan yang sudah berada di ujung tanduk, gairah menjerit dan meraung-raungkan nama lelaki perkasa itu.

Mortimer! Mortimer! Aku membutuhkanmu!

Dan saat itulah aku membiarkan harga diriku jatuh. Dengan penuh permohonan aku menatap Mortimer lalu berbisik, "Please..."

Dia tersenyum miring, "Please what, Tatum?"

"Please i need your d*ck in my pussy, i wanna cum so hard Gregory....i need you!"

Binar kepuasan memancar di manik hijaunya setelah ia berhasil membuatku memohon kepadanya seperti seorang jalang. Namun aku merasa lega karena Mortimer segera memenuhi janjinya, ia memberikan apa yang kuinginkan tepat setelah aku memohon kepadanya. Dengan satu tangannya ia membimbing satu kakiku untuk memeluk pinggulnya lalu kembali mengisi ronggaku yang licin dan basah dengan kejantanannya.

Aku terengah. Bibirku terbuka dan kepalaku terdongak ke belakang, "Ohhh yess!!" desahku, bagaikan seorang jalang.

Mortimer menggeram lalu mengambil kesempatan untuk membubuhkan banyak tanda kemerahan di leherku. Dia menggempurku dengan kasar, membuat tubuh kami berguncang dengan tidak beraturan dan membiarkan milik kami yang beradu menjadi melodi jelek yang mengiringi percintaan kami yang diselimuti oleh amarah dan nafsu.

Di ambang pelepasanku Mortimer meremas batang leherku dan menggigit daguku. Ia mendekapku erat-erat dan tubuhku menggelinjang di dalam kedua lengannya yang besar. Aku memejamkan mata, menjerit sekeras mungkin saat gelombang itu menerjangku. Air mata kenikmatan jatuh dari sudut mataku merasakan penjantan yang tangguh itu masih menggempur habis celahku.

Tubuhku diserang rasa lelah yang luar biasa setelah gelombang itu berlalu. Aku kembali membuka mata dan tatapanku langsung bertemu dengan Gregory Mortimer yang masih belum merasa cukup akan diriku. Bahkan lebih buruk lagi, hasrat pria itu semakin besar dan melambung tinggi. Ia meremas kedua bokongku yang memerah dengan telapak tangannya lalu memukulku pada titik yang paling dalam seolah-olah menegaskan,

Ini tidak akan pernah berakhir Tatum, kau tidak dapat beristirahat malam ini!

Oh.

— TBC —

Vote+comment for next!,

Wife For Sale (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang