Ketika senjakala,
Bintik-bintik hitam beriak di samudera
Kilauan pancarona matahari
Bergandengan dengan angin sepi
Yang berhembus lugu
Di atas permukaan banyuAku termangu
Di sisiku, pria dengan netra penuh binar
Menatap
Merangkul pundak yang reyot
Dengan tangannya yang tak lagi berotot
Tapi tak terlihat kolotBinar matanya menjelaskan
Bahwa dulu kami pernah muda
Bahwa dulu kami pernah menjadi bunga
Yang pernah tumbuh mekar di singgasananyaPasir halus membuai telapak
Menghujani dengan cumbuan bakteri
Yang mungkin telah hidup
Jutaan tahun sebelum kami
Dengan telapak besarmu yang reyot
Dan kulitmu yang kini alot
Kau dekap liat yang penuh bolotSaat senja,
Aku menyaksikan
Bahwa keabadian itu ada
Bahwa ia senantiasa mengiring kitaDalam senja,
Aku telah melihat
Bahwa kisah kita tak akan lekang
Bahwa mereka selalu pasang
Di dalam jiwa mesra keabadian
Bias cerita kita terpahatKetika senjakala,
Aku kembali melihat
Sebuah reka replika
Dari siluet kita
Di AsmaralokaBy : A T