Sehari sebelum acara dinner date dirinya dan Sakura terlaksana, Sasuke mengumpulkan ketiga sahabatnya untuk berkumpul di apartment-nya. Mengatakan bahwa ada sebuah hal sangat urgent yang harus segera dibahas. Maka dari itu, Naruto, Sasori, dan Sai kini tengah berada di apartment Sasuke.
"Jadi, hal penting apa yang sangat ingin kau bahas sampai-sampai aku harus merelakan waktu liburku yang berharga. Ya ... walaupun tidak sepenuhnya libur," ujar Sasori.
"Aku butuh kalian untuk menjawab pertanyaan ini dengan benar dan sungguh-sungguh," Sasuke berkata dengan serius. Pria itu melipat kedua tangannya di dada, menatap ketiga temannya seperti seekor predator yang sedang memerhatikan mangsanya.
Sai menatap Sasuke dengan pandangan mengejek, "Oh, ayolah ... kau sedang melakukan apa? Ujian harian, huh?"
"Diam, Shimura, atau aku akan membakar koleksi lukisan mesum milikmu."
Sai berdecak kesal.
"Bagaimana cara mengikat seseorang agar tidak lepas lagi?" tanya Sasuke pada akhirnya.
"Apa? Tentu saja menggunakan tali," jawab Naruto.
Tangan Sasuke terangkat untuk menjitak kepala sahabat kuningnya itu, "Bukan mengikat dalam artian sebenarnya, bodoh!" lelaki kuning itu mengaduh kesakitan, memegangi kepalanya yang terasa berdenyut nyeri.
"Lalu mengikat untuk apa? Bicaralah yang jelas!" Naruto merengut.
Sasuke menghembuskan napas, lalu kembali menariknya dalam satu tarikan panjang. "Aku ingin mengikat seseorang agar dia terus terikat denganku—ck! Sulit sekali menjelaskannya!"
Ketiga sahabat Sasuke itu nampak sedang berpikir keras untuk mengetahui makna dari ucapannya. Beberapa detik mereka terdiam, hingga tiba-tiba saja Sasori menjentikkan jarinya. "Ah, aku tahu!"
"Apa?"
"Kau ingin mengikat seseorang agar tidak lepas darimu, 'kan? Kalau begitu menikah saja dengannya."
Naruto dan Sai nampak terkejut mendengar perkataan dari dokter merah itu. Sementara di sisi lain, Sasuke tengah berpikir mengenai ide tersebut. Well, yang dikatakan oleh Sasori juga sebenarnya tidak terlalu buruk. Sasuke mencintai Sakura, dan ia yakin begitu juga dengan sebaliknya. Meski bila nanti ia sampai pada skenario terburuk, di mana Sakura menolak lamarannya, ia tidak akan menyerah begitu saja. Sasuke tidak akan membiarkan Sakura pergi untuk yang kedua kalinya.
"Hm, ide yang bagus. Terima kasih, Sasori."
Sasori mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sama-sam—tunggu sebentar! Kau benar-benar akan menikahi anak orang?!" bukan hanya dia saja yang terkejut, kedua manusia lain yang berada di ruangan itu juga terkaget-kaget mendengar ucapan Sasuke.
"Tentu saja, kenapa tidak? Umurku sudah sangat cukup untuk menjalin hubungan serius dengan seseorang."
"S-sasuke ... aku tidak menyangka kau akan menikah," Sai menutup mulutnya dan berlaga secara dramatis. Sasuke sendiri hanya mendengus bosan tanpa berniat membalas.
"Memangnya siapa yang ingin kau ajak menikah?" tanya Naruto. Tangannya mengambil kaleng soda yang sudah diminumnya setengah.
"Haruno Sakura."
Uhuk!
Naruto tersedak sodanya tidak kepalang. Wajahnya sampai memerah. Ekspresinya berubah seperti orang tidak buang air besar selama seminggu. Sepet.
Sementara itu, Sai dan Sasori membantu Naruto untuk menormalkan kembali sistem pernapasannya. Sedangkan, Sasuke memilih untuk menonton saja acara dramatis yang sedang dilakukan para sahabatnya.
"Oh, ya Tuhan ... aku merasa hampir saja bertemu dengan malaikat pencabut nyawa," Naruto mengusap-usap dadanya.
Sasuke tiba-tiba saja bangkit.
"Kau mau ke mana?" tanya Sasori.
"Mengurus sesuatu," balas Sasuke. Kemudian, pria itu pergi ke balkonnya, dan men-dial nomor seseorang.
"Halo?"
"Kakashi, aku butuh bantuanmu ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTI-FAN! [COMPLETED]
FanfictionDirinya tidak menyukai pria itu, sungguh! Lihat saja pantat ayamnya itu. Lebih terlihat seperti bokong ayam milik pamannya. Lain kali ia akan mengambil gambar bokong ayam bohay milik pamannya, lalu meng-uploadnya ke sosial media dengan caption: "INI...