Missing You

288 47 6
                                    

"and, cut. yup, itu terakhir buat hari ini. terima kasih semua atas kerja kerasnya"

"ne, kamsahamnida" Jihyo membungkuk terima kasih kepada para staf yang ada di sana.

Jihyo membereskan barangnya bersiap untuk pulang. Ia pulang menggunakan mobil yang diantar oleh managernya. Hari ini selesai lebih awal dari hari-hari sebelumnya yang sangat padat.

Ia baru saja menyelesaikan shooting untuk iklan sebuah produk. Namanya semakin naik setiap tahun, semua orang di korea pasti mengenalnya. Semua lagu yang ia keluarkan pasti sukses besar. Jihyo sudah menjadi sangat terkenal. Tak hanya bernyanyi, Jihyo juga mulai menjajali dunia akting dan sekarang menjadi model iklan.

Walau begitu, Jihyo masih merasa ada sesuatu yang kurang. Bukan sebuah materi melainkan seseorang, seseorang yang nantinya akan selalu menemaninya. Jihyo merasa kesepian. Sepanjang perjalanan ia hanya menatap menatap ke arah luar jendela mobil, ia tiba-tiba teringat akan suatu hal.

Sesampainya di rumah, Ia masuk dengan hati yang terasa berat. Jihyo berjalan ke arah dapur menuju mini barnya. Ia mengisi seperempat gelas dengan wine dan membawanya ke balkon. Jihyo menyandarkan tubuhnya ke depan pada pembatas, membiarkan angin sore berhembus menerpa wajahnya.

Di depannya tepat sekali matahari yang akan terbenam. Menikmati senja sudah menjadi kebiasaannya beberapa tahun kebelakang ini. Melihat matahari terbenam dari ketinggian merupakan kombinasi yang sangat cocok baginya, ia suka karena seakan kembali pada masa lalu.

Jihyo menghembuskan nafasnya kasar dan menghabiskan wine di gelasnya dengan sekali teguk. Hatinya semakin terasa berat. Kesendirian ini membuatnya lelah. Teringat kembali saat dulu ia sendirian, seseorang datang kepadanya dan mengubah pandangannya tentang kehidupan. Seseorang yang ia rindukan dan ingin datang kembali padanya.

Matahari sudah sepenuhnya tenggelam dan langit berubah menjadi gelap. Lampu-lampu menghiasi gedung-gedung menambah kecantikan kota Seoul. Jihyo masih berdiri di sana, menikmati pemandangan malam yang indah.

Tit, tit, tit

Jihyo langsung menoleh ke arah pintu ketika ada yang menekan kode rumahnya. Ia menaruh gelasnya pada mini bar dan menuju ke arah pintu untuk memeriksa.

cklek

Pintu terbuka dan orang yang ada di balik pintu langsung berlari ke dalam.

"JIHYOO!" ucap orang itu dan langsung memeluk Jihyo.

"yah Sana! bisakah kau mengetuk pintu dan tidak berteriak saat masuk rumahku!? kau membuatku panik!" protes Jihyo.

"hihihi mian" Sana terkekeh, ia melepaskan pelukannya. "aku bawa ini, ayo kita makan!" lanjut Sana sambil mengangkat kotak yang ia bawa memperlihatkannya pada Jihyo.

"chikin?"

"eum, kau belum makan kan?

"hm, ayo kita duduk di ruang tengah"

Mereka berdua pergi ke ruang tengah untuk makan makanan yang dibawa Sana. Jihyo mempersiapkan makanannya sedangkan Sana memilih film yang bagus untuk mereka tonton. Keduanya makan bersama sambil mengobrol kecil dan malah membiarkan film yg diputar.

Setelah makan mereka membereskan dan kembali duduk di ruang tengah melanjutkan obrolan mereka yang sempat tertunda.

"omong-omong, bagaimana hubunganmu dengan Daniel?" ucap Sana.

"hubungan? aku tidak pernah berhubungan apa-apa dengannya" elak Jihyo.

"ayolah kenapa kau terus menolaknya? apa kau tak kasihan padanya?"

"sudah ku bilang, Sana, dia bukan tipeku"

"kau selalu bilang seperti itu. lalu seperti apa tipemu? seperti orang yang pernah kau ceritakan itu?"

Mendengar itu Jihyo langsung terdiam, ia tahu siapa yang Sana maksud. Seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya, ia tidak bisa langsung menjawab. Tapi perkataan Sana tidaklah salah, orang itu selalu membayangi Jihyo.

"y-yah, mengapa kau jadi membicarakannya?" ucap Jihyo gugup.

"tapi benarkan dia yang kau mau?"

Ucapan Sana membuat dirinya semakin terpojok, ia bingung harus menjawab apa kali ini.

"mau sampai kapan ji? bukankah dia sendiri yang bilang kalau dia tak akan kembali? ini sudah lebih dari enam tahun ji" Sana mendekat pada Jihyo.

Enam tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menunggu. Awal dari perpisahan mereka memanglah sangat sulit bagi Jihyo, tapi ia mencoba untuk kuat. Hingga suatu hari Jihyo tak sanggup menahannya lagi dan mulai mencari keberadaannya. Ia mencari setiap nama Jeongyeon yang ada. Sangat sulit mencari gadis itu, seperti mencari barang yang tidak pernah dilihat. apalagi ia tidak mengetahui apa nama belakangnya.

Tak sedikitpun clue ia temukan, hingga sampai tahun ketiga ia menyerah. Kini ia hanya bisa menunggu apakah gadis itu akan kembali atau tidak, menunggu sebuah keajaiban yang membuat Jeongyeon datang. Seperti keajaiban saat Jeongyeon menyelamatkan dirinya.

"aku tahu itu Sana. aku hanya merindukannya dan aku hanya bisa menunggunya"

Sana menggenggam tangan Jihyo, ia tahu betul apa yang dirasakan temannya itu. Dari matanya ia bisa melihat jika Jihyo memang sedang sedang menyimpan rasa rindu yang dalam.

"aku tahu kau sangat menginginkannya kembali, kau menunggu selama ini menjelaskan semuanya. tapi bukankah ini akan menambah luka dihatimu?" ucap Sana. "kita bahkan tidak tahu dimana ia sekarang dan bagaimana keadaannya. tidak tahu juga kan kalau ia sudah memiliki pasangan?"

"sana..."

"araseo, mianhae, aku sepertinya terlalu mendorongmu. aku teman baikmu dan aku hanya memberi nasihat yang terbaik untukmu. aku tidak mau kau terus bersedih Jihyo, aku ingin kau juga bahagia" ucap Sana sambil tersenyum menatap Jihyo.

"terima kasih Sana" Jihyo memberikan senyuman kepada Sana dan menyandarkan dirinya pada sofa menatap atap.

Ia kembali teringat semua kejadian enam tahun lalu. Mata coklatnya, suara indahnya, wajah manisnya, Jihyo masih mengingat itu. Dan yang paling ia ingat adalah bagaimana ia tersenyum, senyuman yang sangat ia rindukan. Semuanya tersimpan rapih di ingatannya.

Tapi berapa lama Jihyo akan menunggu? Apakah Jihyo sanggup menunggu lebih lama lagi? Bagaimana jika Jeongyeon benar-benar tidak akan kembali? Jihyo tidak bisa menjawab itu semua.

"yah! mengapa kau menjadi sedih seperti ini? lebih baik antarkan aku ke Tzuyu di rumah sakit"

"eh!? dimana mobilmu?"

"aku kesini diantar managerku dan aku mengatakannya kalau kau yang akan mengantarku pulang"

"aku tidak ingat pernah setuju untuk mengantarmu!?"

"hump, ayolah" rengek Sana dengan manja.

"lagipula mengapa tidak langsung pulang saja atau Tzuyu yang menjemputmu ke sini?"

"aku mau ketemu Tzuyu sebentar sebelum pulang. antarkan aku, ne?" bujuk Sana pada Jihyo.

"haish, yasudah ayo, tapi aku ganti pakaian dulu" ucap Jihyo dan bangkit ke kamarnya dengan malas.

"nee~"

Jihyo membuka lemari pakaiannya dan memilih pakaian yang nyaman dipakai. "jaketku yang biru mana ya?" ucapnya sambil mencari jaketnya.

Saat sedang mencari, Jihyo menyadari ada kotak pada rak yang lebih tinggi. Kotak yang Jihyo baru ingat jika ada di sana. Jihyo sedikit berjinjit untuk mengambil kotak itu dan membukanya.

Senyum langsung tergambar di wajahnya melihat isi di dalam kotak. Hoodie berwarna coklat yang terlipat rapih. Jihyo mengeluarkan hoodie itu dan menciumnya, merasakan aroma yang terdapat pada hoodie itu. Bau itu sangat tipis, tapi memori masa lalu yang pemilik awal hoodie ini berikan membuat aromanya tercium jelas.

"ini sudah malam dan sebentar lagi dingin unnie. kau harus memakai jaket agar tetap hangat"

Jihyo meneteskan air matanya. Rasa rindu pada gadis itu kembali meluap, rindu yang teramat sangat. Hoodie itu membawa kembali pada kenangannya dengan gadis itu, semua itu kembali terputar. Kenangan indah yang mengubah hidupnya.

"i miss you jeong"

Jihyo menyeka air matanya. Di samping ia merasa sedih, Jihyo merasa bahagia pernah bertemu dengan gadis itu. Dimanapun ia berada, Jihyo selalu berharap yang terbaik untuknya.

"aku akan memakai ini"

Jihyo memakai hoodie itu. Rasanya sama seperti pertama kali memakai, kebesaran tapi tetap nyaman. Ia memejamkan matanya, merasakan kembali pelukan dari Jeongyeon, pelukan hangat yang sudah lama Jihyo tak merasakannya. Jihyo kembali dari khayalannya dan mengambil tas dan kunci mobilnya kembali menemui Sana.

Opposite | JeonghyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang