Nakusha terdiam, Azalea jadi ikut diam sambil menatapnya. Gadis itu menatap lekat wajah Nakusha. Setelah dilihat baik-baik, ketika memakai kacamata, sorot laki-laki itu terlihat lembut. Tapi Azalea masih ingat dengan jelas bahwa ketika dia melepaskan kacamatanya sewaktu di dapur sekolah, itu terlihat tajam dan... menarik.
“Lo goda gue.”
Mata Azalea melotot. “Kapan?!”
“Malam itu, waktu lo nembak gue. Di ruang OSIS. Dan hari ini.”
“Iya sih, emang bener.” Azalea menggaruk kepalanya. Melirik sekitarnya yang sepi, dia baru menyadari mereka berada di pojok toko buku. “Tapi hari ini gue belum godain lo.”
Nakusha maju, berdiri tepat di hadapan Azalea. Kepalanya menunduk menatapnya dengan sorot tak terbaca. Tangannya terangkat, meremas kedua pipi Azalea menggunakan satu tangan, memaksanya mendongak menatapnya.
“Tatapan lo,” kata laki-laki itu dengan suara rendah.
“Astaga, Ehan! Gue natep lo dibilang godain? Wah, belum tau aja lo jurus godaan gue yang lebih kane.”
Melihat senyum main-main Azalea, Nakusha akhirnya melepaskannya dan menjaga jarak di antara mereka. “Gue lurus. Jangan menyesatkan.”
“Gue juga lurus. Kalo sama gue, lo bakal tetep lurus, Ehan.” Azalea meyakinkan dengan sungguh-sungguh.
Nakusha memalingkan wajah, jelas tidak memasukkan kalimat Azalea ke dalam hati. “Tunggu di pintu keluar, gue bayar buku dulu.”
Azalea cemberut, menatap punggung laki-laki itu yang menghilang. Begitu dia berjalan keluar, dia malah melihat laki-laki tadi, Richard, yang mengaku sebagai pacarnya.
“Lea, lo—”
Tanpa basa-basi Azalea menumbuk perutnya, hingga membuat laki-laki itu melengkungkan punggung sambil melenguh. “Sekali lagi gue denger lo masih berfantasi pernah pacaran sama gue, gue gampar lo ya?”
“Lea....”
“Diem! Mau cari mati lo?” Gadis itu mempelototinya ganas sebelum berjalan dengan hentakkan kaki menuju pintu keluar.
Sebelumnya dia telah melupakannya, tetapi ketika dia memaksa otaknya mengingat, dia jadi kesal. Richard adalah salah satu pelamarnya di SMP.
Tentu saja Azalea selalu menjadi primadona di sekolah. Sayangnya dia malah melepaskan takdir indah tersebut dan memilih sekolah di SMA Lesmana sebagai siswa yang hanya populer di kelas saja.
Sebelumnya banyak anak laki-laki yang mengejarnya, tetapi saat mengetahui kondisi keluarganya atau bertemu Salga, kebanyakan dari mereka memilih mundur dan menatapnya dari jauh. Nampaknya hanya Richard yang sangat terobsesi padanya sampai mengaku pernah berpacaran dengan dirinya.
Sebagai orang cantik, wajar jika banyak yang mengejarnya, bukan?
Menunggu di pintu, Azalea menatap sekitarnya waspada. Siapa tahu Richard akan kembali mengejarnya. Dia sudah siap bertarung di sini jika itu terjadi.
Dia tidak boleh membuat ’Ehan’-nya salah paham. Pantang baginya jika Nakusha sampai memiliki kecurigaan bahwa dia memiliki laki-laki lain di sekitarnya. Padahal di otak dan hatinya hingga sel-sel terdalam di tubuhnya hanya meneriaki nama Nakusha.
Ponsel yang berada di saku celana jeansnya bergetar. Azalea berdecak sambil mengeluarkannya. Melihat nama yang tertera, jantungnya berdetak cepat dan segera mengangkatnya.
“Ngehaii!”
“Lea, kapan pulang?” Suara berat nan tenang mengalun indah dari ponselnya. Bulu kuduk Azalea berdiri sambil mengusap kupingnya. Apakah ini definisi telinga hamil?
“Kapan-kapan. Papa kangen Lea?” tanya gadis itu penuh semangat dengan suara ceria. Dia berharap Nakusha tidak muncul saat ini tatkala dia menggunakan suara manisnya. Bisa-bisa berabe.
“Mama kangen kamu.”
“Astaga, Papa. Bilang ke Mama, Lea sekolah bener-bener dulu. Jangan bolos, gak baik.” Lalu gadis itu menyeringai. “Atau jangan-jangan Papa yang kangen Lea?”
Terdiam beberapa detik, Sagara membalas, “Pulang atau uang jajan kamu Papa kurangi?”
“Papa gak asik, ah. Mainnya ancem.” Gadis itu merengut. “Potong aja, biar anakmu yang cantik jadi gembel di jalan.”
“Azalea.”
Suara menginterupsi Sagara dari telepon membuat Azalea sontak menegakkan punggung. Meski dia dimanja Sagara, dia sebenarnya sedikit takut ketika Papa-nya dalam mode serius. Auranya terlalu kuat untuk ditekan.
Baru hendak mengatakan sesuatu untuk meredakan keseriusan Sagara, mata Azalea menangkap sosok Nakusha yang mendekat. “Astaga, Papa! Temen Lea udah dateng, kita mau belajar sama-sama. Dadah, Pa.”
Setelah itu, Azalea dengan penuh kepuasan memutuskan panggilan. Sampai saat ini dia merasa dirinya sangat pintar bersembunyi. Buktinya hampir dua minggu ini rencananya tidak ditemukan oleh orang tuanya, tidak ketahuan Salga, serta penyamarannya tidak terbongkar di sekolah.
Hanya Yelin, nenek dan kakeknya yang tahu dia bersekolah di SMA Lesmana. Sebenarnya, dia bisa bersekolah di sana karena bantuan nenek dan kakeknya. Dengan bermodalkan tampang sedih dan ditambah cucu tersayang, kedua orang tua itu mengizinkan dia menjalankan rencananya meski ada ketakutan tersendiri.
“Siapa?” tanya Nakusha langsung begitu berhenti di depan Azalea.
Untung saja Azalea tidak begitu lemot sehingga bisa menangkap maksud petanyaan singkat Nakusha tersebut. “Orang pengangguran yang nipu bilang anak gue masuk kantor polisi.”
Setelah meyakinkan Nakusha, mereka pergi mencari makan siang dan kembali ke sekolah. Meski Azalea berharap mereka bisa berkencan lebih lama, pasti Nakusha tidak mau! Akan aneh juga jika dua orang laki-laki berjalan bersama.
Kembali ke asrama, Azalea merogoh seluruh saku dipakaiannya namun dia tidak menemukan kunci kamar. Dia berbalik, menatap Nakusha sambil menadahkan tangan. “Ehan, kunci dong.”
Nakusha dalam diam mengeluarkan kunci dan meletakkannya di telapak tangan Azalea yang terbuka. Tatkala matanya menyapu pergelangan tangan gadis itu, dia tiba-tiba mencekal lengannya.
“Tangan lo luka karena apa?”
Tatapan Azalea mengikuti arah pandang Nakusha. Dia menaikkan satu alisnya samar. “Kata keluarga gue sih gak sengaja jatuh pas gue kecil.”
“Ini bukan bekas terjatuh.” Jari jempol Nakusha mengelus bekas luka yang memanjang dipergelangan tangannya. Dia terdiam lagi seolah merenung. “Tangan lo pernah diiket?”
“Hah?” Berusaha mengingatnya, Azalea menggeleng lalu mengibaskan tangannya. “Paling gue diiket kekencengan waktu main mafia sama temen gue waktu kecil. ”
Mengabaikan Nakusha yang masih terjerat pada bekas luka samarnya, Azalea memasukkan kunci dan membuka pintu. Melihat sebuah makhluk yang berdiri tepat di depan lemarinya yang terbuka, Azalea melongo. Jelas tidak percaya bahwa Elazar yang berkata akan pulang masih di sini.
“Elazar, lo ngapain di lemari gue?”
Elazar menoleh lalu mengangkat sebuah kain mini yang terjepit di antara dua jarinya. “Gue gak sengaja ketemu kolor elo. Zel, anu lo sekecil itu?”
Wajah Azalea berubah merah dan muram. Dia membanting pintu tertutup, menghalau Nakusha untuk masuk sebelum mengamuk pada Elazar. “BRENGSEK LO!”
Lalu terdengar pekikan kesakitan dan ringisan dari kamar tersebut.
TBC
September 19, 2021.
Aku cuti 2 hari ya kemarin. Hehe. Mulai hari ini updatenya bakal lancar meski tugas menumpuk. Semoga.
Karena aktivitasku gak seluang minggu lalu, mulai sekarang aku minta 5k komen buat next part. See you!
KAMU SEDANG MEMBACA
Azalea & Alter Ego Boy ✓
Novela Juvenil[END | PART LENGKAP] #1 in teenlit [28 Oktober 2021] #1 in receh [08 November 2022] #1 in sekolah [03 Desember 2023] Azalea Alyosha Rahardian, gadis cantik dengan temperamen nakal seperti remaja pada umumnya. Terinspirasi dari kisah cinta orang tuan...