1. Rintik Air di Braga

25 2 0
                                    

Dan Bandung
Bagiku bukan cuma
Urusan wilayah belaka
Lebih jauh dari itu
Melibatkan perasaan
Yang bersamaku
Ketika sunyi

The Panasdalam Bank - Dan Bandung


***


Bibir mungil Bintang bersenandung sesuai nada meski liriknya tak terucap dengan jelas. Kedua tangannya sibuk menenteng vinyl-vinyl terbaru yang dirilis beberapa artis papan atas ternama. Ia letakkan kepingan benda hitam menawan itu sesuai rak yang tersedia sebelum kemudian tangannya terpaksa bekerja kembali menyusun rapi vinyl-vinyl lama yang berantakan atau tak sesuai raknya.

Terkadang orang-orang begitu asyik menyibak vinyl sembari menatap satu persatu covernya sampai benda itu tak lagi berada di tempat yang seharusnya. Kemudian menguji coba vinyl yang sudah lepas segel pada salah satu vinyl player yang terdapat di ujung toko sebelah kasir.

Padahal hanya ada tiga orang yang memegang tanggung jawab atas toko vinyl ini. Ralat. Terhitung dua-Delian bekerja untuk shift pagi sampai sore dan Bintang sendiri mulai sore sampai malam. Sisanya adalah pemilik toko itu sendiri, Pak Damar. Pria itu sudah berkepala empat dan tinggal dengan istrinya di lantai dua toko. Anaknya merantau untuk bekerja-jarang sekali pulang untuk menemui kedua pasangan yang suntuk di masa tua. Seringkali dirinya dan Delian dimanjakan dengan gratisan makan pagi, siang, dan malam setelah putra mereka mengirim uang. Kedua pasangan tua itu menganggap Bintang dan Delian seperti anak mereka sendiri.

Setelah selesai dengan urusan merapikan vinyl, Bintang berjalan menuju meja kasir untuk melanjutkan tugas kuliahnya yang sempat tertunda. Kala malam itu menyambut dirinya yang merasa ngantuk berat, tetesan air turun dari langit secara bergerombol membuat alunan nada yang keluar dari vinyl player perlahan dilahap habis oleh kebisingan rintik masal di luar toko.

Bintang mendesah kasar. Dengan sangat malas ia bangkit kembali untuk mematikan vinyl player. Karena percuma saja dinyalakan jika nadanya bahkan tak terdengar. Lantas ia tatap lamat-lamat jalanan yang telah basah kuyup dari tembok kaca sebelum mengantongi kedua tangannya sendiri dalam hoodie abu-abu setelah menekan tombol off pada vinyl player. Angin berhembus lumayan kencang diluar-telisiknya melalui pohon di seberang jalan yang bergerak dengan sangat heboh melebihi dirinya saat mendapat nilai A dari dosen.

Kedua irisnya mengekor gerak saat seorang gadis dengan tergesa-gesa masuk ke dalam toko. Punggung tangan gadis itu basah sebab ia gunakan untuk menghadang air hujan yang berlomba untuk menyentuh wajahnya. Sama seperti bagian belakang dan depan kemeja lengan pendek yang ia kenakan dengan bubuhan warna merah maroon polos. Intinya basah meski tidak kuyup. Bagian bawah rambut sedadanya juga menyatu karena air hujan yang menyerbu.

"Selamat malam. Sedang mencari vinyl siapa? Mungkin saya bisa membantu." Bintang membungkukkan badannya empat puluh lima derajat saat gadis itu membuka pintu toko.

"Ehm... Saya ingin lihat-lihat dulu." Jawabnya setelah menyibak rambut yang berantakan karena terpaan angin ganas di jalan. Bibir tipis milik lawan bicara Bintang itu tersenyum tipis nan ramah.

"Baiklah. Silahkan." Bintang melebarkan tangan kanannya untuk mempersilahkan gadis itu menelusuri setiap sisi toko. Ia lantas kembali ke meja kasir dan berkutat dengan laptop. Membiarkan gadis cantik tadi memulai petualangannya.

Naluri asli seorang laki-laki yang tertarik pada lawan jenis memang sulit dihindari. Terbukti saat Bintang sedang mengetik sebaris kalimat untuk tugasnya, kedua bola mata itu dengan kurang ajar terus mengikuti gerak Si Cantik. Mana mungkin ia jatuh cinta? Kenal saja tidak.

Late Spring | Haechan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang