Even if I can only live for one day
I wish to be by your side
Now I'm going to confess, I'm going to say "I love you"Even If I Live Just One Day - Jo Hyun Jae
***
Kenyang sekali tadi malam bagi Bintang yang otaknya dimakan banyak sekali pikiran. Layak bom molotov berdetak isi kepala itu siap meledak kapan saja. Bahkan Bintang sendiri setengah gila mencerna apa yang ia pikirkan. Pemuda itu juga entah tersesat di jalan mana yang membuatnya serasa layu pagi ini.Seperti pagi-pagi yang telah direndam Bandung pada sejuknya pagi, seperti pula embun-embun cantik yang menetes dari dedaunan, kabut tipis menutup jajaran ujung bangunan tinggi yang dapat dilihat mata telanjang.
"Tumben kamu mandi dulu? Biasanya makan dulu?" Bunda meletakkan omelet telur, nasi, dan juga saus tomat pada piring Bintang. Beliau juga menyeduh air panas pada cangkir mungil teh milik ayah yang sedang sibuk membaca berita di atas koran.
Bintang sendiri berjalan lunglai menuju meja makan untuk ikut acara sarapan pagi itu. Kedua netranya entah mengapa kurang berani menatap netra Sang Bunda. "Gerah, Nda." Ia tersenyum tipis setelah menjawab pertanyaan dari bunda. Lantas ia tatap menu sarapannya pagi itu gamang. "Nda, Bintang buru-buru. Ada piket kelas. Sarapannya Bintang masukin kotak bekal aja ya?"
"Loh? Kamu nggak bilang bunda kemarin kalau ada piket. Ya sudah, Sini bunda aja yang masukin. Kamu siap-siap gih." Putra semata wayang yang selalu ceria itu sekarang terlihat sayu entah mengapa. Pemuda itu bergerak meraih tas ransel sembari menunggu bunda memindahkan sarapan ke dalam kotak bekal.
"Hati-hati ya..." Setelah bunda merapikan puncak rambut Bintang, lantas ia kecup singkat dahi putranya. Bintang pun mengangguk dan bergantian mengecup telapak tangan ayah sebagai salam perpisahan.
Motor Honda milik Bintang menyala menimbulkan nyaring alun yang khas. Setelah helm full face miliknya terpasang sempurna, Bintang menarik gas motor dan melesat menjauhi tempat tinggal yang sudi ia sebut rumah. Sepanjang jalan kedua netra itu meletakkan fokus hanya pada aspal jalan-menatap lurus apapun yang benar-benar berada di depannya. Kepalan tangan yang membungkus kemudi itu mengerat secara tiba-tiba. Entah apa yang mengganggu pikiran tenangnya.
Saat kedua kaki jenjang milik Bintang mendekat ke arah ruangan dengan dominan warna putih telapak tangannya bergetar hingga bulir keringat muncul sedikit demi sedikit di permukaan. "Kesini sendiri Dek Bintang? Ayah ibu dimana?" suara seorang laki-laki berkepala empat mengudara hingga mampu ditangkap gendang telinganya.
"Kerja, Dok." Jawab Bintang penuh dusta dan dosa. Jelas-jelas keduanya sedang berada dirumah menikmati sarapan pagi dimana seharusnya ia ikut berpatisipasi.
"Kalau begitu saya jelaskan semudah mungkin ya..." Setelah membolak-balik kertas yang penuh dengan tabel yang Bintang sendiri tak mengerti apa tulisannya, dokter itu membumbungkan dadanya meraup oksigen. "Di perut sebelah sini sakit sekali ya? Kadang-kadang sakitnya seperti kelaparan, tapi saat diisi rasanya ingin muntah. Itu sebenarnya bukan nyeri perut biasa..."
***
Delian terlihat sibuk menyibak-nyibak vinyl untuk salah satu pelanggan di sebelahnya-pria paruh baya yang mencari vinyl album pertama dari The Platters. Jeli kedua ekor mata itu secara kesit membaca judul-judul album yang tertera di sampul vinyl."Eureka!" seru rendah dari pemuda dengan kaos polo putih polos juga topi warna senada yang menutupi rambut kecokelatannya. Tak lupa kalung dengan liontin bentuk sinar cahaya juga menghias lehernya elok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Late Spring | Haechan ✅
Fanfictionsaat Bintang menelusupkan secarik pesan di atas kertas usang pada vinyl yang Sinar beli, ia mengira semesta akan berpihak padanya. namun dengan gamblang Tuhan menolak permohonan di sepertiga malam. lantas ia putus keping harap yang sudah ia rajut d...