5. Brownies Buatan Bunda

12 1 0
                                    

Dia berupaya mencari senyummu
Dengan rayuan yang pelik
Waktu demi waktuku berlalu
Keinginanmu mulai tumbuh

Rindu Sendiri - Iqbaal Ramadhan


***


Sabtu pagi di Bandung kala itu disambut rintik air yang lemah lembut turun menyingkap munculnya Sang Fajar. Menyembunyikan sinar hangat yang terpancar darinya. Hawa sejuk yang menyelimuti setiap sudut kota Bandung tak bermakna bagi keluarga sederhana yang mungkin segera menemukan potongan memori indah untuk menyusun sesuatu hal yang segan mereka sebut bahagia.

Setelah rasa segar meraup badan ayah yang tak begitu kekar. Ada sebuah nyanyian atas puji syukur sebuah kelahiran yang menyambut pada bilik dapur. Menyeru dengan lantang di pagi hari untuknya. Kedua insan perempuan yang beliau sayang bertindak sebagai pelaku. Dengan masih mengenakan daster batik, kedua insan itu bertepuk tangan gembira seiring nada.

"Selamat ulang tahun, Ayah!" Tutup bunda dan Sinar setelah selesai menyanyikan lagu ulang tahun untuk mengejutkan ayah yang baru saja kelar membasuh badan.

"Terimakasih banyak, Bunda, Sinar." Ucap pria paruh baya itu sembari mengecup masing-masing puncak kepala insan karena senantiasa menyisakan waktu untuk merayakan hari kelahiran yang bahkan dirinya tak pernah ingat sebab dikikis umur.

Kemudian mereka melanjutkan acara kecil itu dengan memotong cake seperti adat pada biasanya. Melahap penuh nafsu makanan yang tersedia di depan masing-masing dari mereka setelah dipotong menjadi beberapa bagian oleh mama. Bahkan gelak tawa mereka merekah ruah sebab wajah ayah dilukis dengan butter cream warna hitam dengan begitu jeleknya oleh Sinar.

"Tada!" Ucap Si Kecil sembari mengeluarkan hadiah untuk hari kelahiran ayah yang masih terbungkus kertas kado dengan motif doraemon. Ia berikan kado yang bisa dibilang cukup besar meski tipis itu pada ayah.

"Woah... Bryan Adam." Mulut ayah membentuk lingkaran kecil sebab kelewat terpukau. "Eh, Tapi mau dimainin dimana? Kan belum punya playernya?" Lanjut ayah meneruskan kalimat yang sempat mengganjal di benak.

"Beli sendiri dong!" Sahut bunda dan Sinar bersamaan sebelum mereka tawa kencang dari kedua menusuk tajam gendang telinga ayah. Kedua perempuan yang ia sayangi ini memang tak ada bedanya.

"Kamu beli dimana ini?" Tanya ayah setelah sempat mengusap-ngusap kedua telinganya yang seperti siap untuk mengeluarkan uap panas kapan saja.

"Di tempat kerjanya pacar Sinar." Dilahapnya satu sendok penuh cake yang telah ia hiasi dengan wajah tampan Sang Ayah. Raut wajah penuh telisik dari kedua lawan bicara menyambut ucapannya yang kelewat santai-menghentikan setiap pergerakan dan kegiatan makan disana."Bercanda kali. Tegang banget."

"Loh kenapa? Kenalin Ayah dong kalau memang ada."

"Kirain bunda kamu serius, Dek."

"Iya nanti kalau dapet aku ajak kesini." Jantung gadis itu benar-benar tak dapat dibohongi. Ia berdetak dengan tempo yang tak beraturan. Sulit dideskripsikan. Lantas Setelah menyadari kalimat yang sudah terlanjur keluar dari mulutnya, ia mengerjap seketika. Kalau dapat apanya?

***


And when you go away
I still see you
The sunlight on your face
In my rear-view

Late Spring | Haechan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang